Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Misteri
Laboratorium Transmisi Mental
3
Suka
532
Dibaca

Laboratorium Maya di malam hari dipenuhi suara mesin-mesin halus yang berderu, hampir menyatu dengan napasnya yang teratur. Suasana hening itu tiba-tiba berubah saat Adrian memasuki ruangan. Sejak konferensi ilmiah beberapa bulan lalu, kehadiran Adrian membawa energi yang berbeda ke dalam hidup Maya. Dia cerdas, penuh ide, dan selalu punya cara untuk membuat Maya merasa terhubung tanpa perlu kata-kata.

“Kita hampir sampai pada jawabannya, Maya,” ujar Adrian, menatap layar komputer yang menampilkan pola-pola aktivitas otak, “Bayangkan jika teknologi ini bisa diterapkan secara luas.”

Maya mengangguk pelan, meski dalam hatinya ada sesuatu yang mengganjal, “Aku tahu,” jawabnya, “Tapi ada sesuatu yang masih salah. Entah kenapa, setiap kali aku merasa dekat dengan jawabannya, ada sesuatu yang seperti membatasi.”

Adrian tersenyum tipis, “Mungkin itu hanya rasa takutmu sendiri. Ketakutan untuk melangkah ke wilayah yang belum pernah tersentuh.”

Maya menatap Adrian dengan tatapan penuh curiga, “Kau bilang itu ketakutanku? Lalu bagaimana denganmu? Kau tak pernah merasa ada yang aneh dengan penelitian ini? Seolah-olah ada yang mencoba mengontrol arah kita?”

Adrian terdiam. Maya merasa getaran aneh merambat di pikirannya, seperti ada suara yang bukan berasal dari dirinya.

“Adrian... Ada yang tidak beres dengan ini semua. Aku merasakannya sejak kita mulai menggunakan perangkat telepati ini. Ada suara-suara yang bukan dari kita.”

Adrian menghela napas, “Kau harus mempercayai proses ini. Kita adalah pionir dalam dunia baru. Jangan biarkan rasa takut menghalangimu.” Namun, tatapan matanya tidak sepenuhnya meyakinkan. Ada sesuatu yang disembunyikannya.

Maya melangkah mendekat, menatapnya tajam, “Apa yang kau sembunyikan dariku, Adrian?”

Adrian tertawa kecil, “Jangan berpikir macam-macam, mungkin kau hanya terlalu lelah.”

“Jangan berbohong padaku,” tegas Maya, “Aku tahu ada sesuatu yang kau tidak ceritakan padaku. Setiap malam, ada suara yang masuk ke pikiranku—suara yang bukan milikku, dan aku yakin itu juga bukan dari eksperimen kita.”

Adrian berbalik, menyandarkan diri pada meja, “Suara apa yang kau dengar?”

“Suara yang mengatakan bahwa aku sedang diawasi. Dan entah mengapa, aku tahu kau terlibat. Katakan padaku, apa sebenarnya peranmu di sini?”

Adrian mendekat, sorot matanya dingin, “Kau selalu ingin tahu segalanya. Tapi ada hal-hal yang lebih baik tidak kau ketahui.”

Maya merinding mendengar nadanya yang berubah drastis. Dia melangkah mundur, tapi Adrian tiba-tiba mengulurkan tangan, menahan lengannya.

“Jangan melawan. Kau terlalu penting untuk dibiarkan pergi begitu saja. Mereka membutuhkanku untuk memastikan kau tetap di jalur yang benar.”

“Kau bicara soal siapa, Adrian? Siapa 'mereka'?” Suara Maya bergetar, “Apa maksudmu?”

Adrian mendekatkan wajahnya, “Kau sudah masuk terlalu dalam. Sekarang tidak ada jalan keluar lagi. Bukan hanya hidupmu yang dalam bahaya, tapi pikiranmu juga.”

Maya terperangah, “Apa yang kau lakukan padaku? Apa kau sudah mengendalikan pikiranku?”

Adrian tersenyum dingin, “Aku hanya memastikan kau tidak melakukan sesuatu yang bodoh. Lagi pula, kau sudah jadi bagian dari rencana ini sejak awal. Aku hanya menjalankan tugas.”

“Tugas?” Maya berusaha menarik lengannya, namun genggaman Adrian terlalu kuat, “Kau memanipulasi aku selama ini?”

Adrian melepaskannya perlahan, tatapannya berubah tajam, “Kau sudah dimanipulasi jauh sebelum aku datang. Aku hanya mempercepat prosesnya.”

Maya melangkah mundur, bingung dan takut, “Apa yang kau maksud? Jelaskan padaku!”

Adrian tertawa kecil sebelum menjawab dengan suara yang lebih rendah, “Mereka adalah kekuatan yang lebih besar dari yang bisa kau bayangkan. Sebuah organisasi rahasia yang selama ini mengawasi perkembanganmu. Mereka memilihmu karena kau adalah gerbang emas menuju rencana mereka.”

“Maksudmu?”

Adrian tersenyum tipis, lalu menjelaskan dengan suara yang tenang namun dingin, “Kau adalah ilmuwan brilian, Maya. Pengetahuanmu tentang komunikasi non-verbal sangat mengesankan. Organisasi ini telah lama mengawasi perkembanganmu, bahkan sebelum kau tahu. Kau punya pemahaman yang mendalam tentang otak manusia, dan itu adalah sesuatu yang tidak dimiliki banyak orang.”

Maya merasa dadanya bergetar, “Jadi karena aku pintar?”

“Bukan hanya kecerdasan. Mereka memilihmu karena kau memiliki kekuatan mental yang luar biasa. Kau mampu menghadapi tekanan tanpa mudah hancur. Ini penting, karena mereka membutuhkan seseorang yang bisa memegang kendali di tengah kekacauan—dan itu adalah dirimu.”

“Kau mungkin tidak sadar, tapi sejak kecil, hidupmu telah diatur. Keluargamu, sekolahmu, bahkan mentor-mentormu—semua dipilih dengan hati-hati oleh organisasi ini. Kau dibimbing tanpa pernah merasa diarahkan. Ini adalah bagian dari rencana mereka untuk memastikan bahwa kau berada di jalur yang tepat.”

Maya menatap Adrian dengan kengerian yang semakin nyata, “Aku.. Aku tidak percaya.”

“Kau punya rasa percaya diri yang tinggi, Maya. Ini membuatmu lebih mudah untuk diarahkan tanpa pernah menyadarinya. Mereka membiarkanmu berjalan dengan keyakinan penuh pada ilmumu, tanpa tahu bahwa arahmu telah diatur.”

Maya merasakan semua kebebasannya selama ini berubah menjadi ilusi, “Berarti seumur hidup aku telah dimanipulasi?”

“Dan akhirnya,” Adrian melanjutkan, “Mereka memilihmu karena ada sesuatu yang lebih dalam. Genetika. Keluargamu memiliki sejarah yang memungkinkan untuk mengembangkan telepati. Kau lebih sensitif terhadap teknologi ini dibandingkan orang lain. Mereka tahu sejak awal bahwa hanya kau yang memiliki potensi penuh untuk membuka kekuatan telepati yang sesungguhnya.”

Maya menatap kosong. Seluruh hidupnya, penelitiannya, bahkan pertemuannya dengan Adrian, hanyalah bagian dari rencana besar ini, “Jadi, aku tidak pernah punya kendali atas hidupku?”

Adrian menatap Maya dengan tajam, “Tidak ada dari kita yang benar-benar punya kendali, Maya. Kita hanya bagian dari rencana yang lebih besar. Dan sekarang, tidak ada jalan keluar lagi.”

Maya terdiam sejenak, mencerna semua yang ia dengar, “Rencana yang lebih besar?”

Adrian tersenyum sinis, matanya berkilat dengan kekuasaan, “Organisasi ini ingin menguasai dunia melalui kendali pikiran massal. Dengan teknologi yang kau kembangkan, mereka dapat menciptakan tatanan dunia baru di mana setiap pikiran manusia bisa dikendalikan tanpa disadari. Mereka tidak butuh kekuatan militer lagi. Mereka bisa mengontrol politik, ekonomi, dan bahkan melenyapkan perlawanan hanya dengan mempengaruhi pikiran orang-orang.”

Maya tersentak, “Mereka ingin menggunakan teknologiku untuk memanipulasi seluruh populasi?”

“Ya. Mereka akan menciptakan masyarakat yang tunduk, tanpa represi fisik. Mereka bisa membuat siapa pun patuh, dan memonopoli kekuasaan secara global. Semua pemimpin dunia, rakyat biasa, tidak akan menyadari bahwa pikiran mereka bukan milik mereka lagi. Kau telah bekerja untuk mereka tanpa kau sadari selama ini.”

Maya merasakan kepalanya berdenyut. Semua pengorbanannya, semua dedikasinya, semua perjuangannya untuk memahami pikiran manusia—ternyata bukan hasil dari keinginannya sendiri. 

“Ini gila... Mereka akan mengendalikan dunia tanpa perlawanan?”

Adrian mengangguk dengan angkuh, "Ya, dan semuanya dimulai dari dirimu."

Maya merasa dirinya semakin tercekik dalam sebuah skema besar, “Aku tidak akan membiarkan mereka melakukannya. Aku akan menghancurkan semuanya sebelum mereka bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan.”

Adrian tertawa kecil, “Kau sudah masuk terlalu dalam. Tidak ada jalan keluar sekarang. Mereka tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja.”

Maya merasakan ketakutan menguasainya, tapi dia menolak menyerah. Dia mengaktifkan perangkat lunak rahasia yang telah ia kembangkan selama ini, diam-diam. Dalam hitungan detik, Adrian tersentak, tubuhnya gemetar.

“Apa yang kau lakukan?” Teriaknya.

“Aku memotong aksesmu. Sekarang, giliranmu merasakan apa yang aku rasakan,” jawab Maya dengan tegas.

Adrian terjatuh, kehilangan kendali atas pikirannya sendiri. 

Pesan tiba-tiba muncul di benak Maya. Bukan dari Adrian, melainkan dari organisasi besar yang selama ini sudah mengendalikannya, “Kami sudah ada di hidupmu sejak awal. Kendali selalu ada pada kami.”

Maya terdiam, merasakan dingin merayap di punggungnya. Hidupnya, penelitian ini, bahkan pertemuan dengan Adrian—semua telah diatur. Tapi kali ini, Maya tahu siapa musuhnya.

Dia akan melawan mereka. 

–Tamat–

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Misteri
Cerpen
Laboratorium Transmisi Mental
Shinta Larasati Hardjono
Novel
Bronze
DELUSION
Noveria Retno Widyaningrum
Novel
Dengar
AlifatulM
Novel
Bronze
Are You a Ghost?
caberawit
Cerpen
Sumur Tua di Kampung Kami
Sofa Nurul
Flash
Kalian Seharusnya Suka Dengan Cerita Ini
Rahma Nanda Sri Wahyuni
Novel
BUNGA TANPA AKAR
Bahagia Mendunia
Novel
Gold
Dark Memories
Noura Publishing
Novel
Yakuza van Java S.2 : Case Files
A.M.E chan
Novel
Terhimpit
litareea
Novel
IBU TANPA RAGA
Yusuf Mahessa Dewo Pasiro
Novel
Menara Pemakaman
Jie Jian
Novel
Mereka adalah Aku
Sunarti
Flash
Buku Hitam
Galdev
Novel
I Am The Justice
Erika Angelina
Rekomendasi
Cerpen
Laboratorium Transmisi Mental
Shinta Larasati Hardjono
Novel
Bukan Lelaki Arimbi
Shinta Larasati Hardjono
Novel
Warisan Perempuan Terbuang
Shinta Larasati Hardjono
Cerpen
Bronze
30 Hari Menuju Cinta
Shinta Larasati Hardjono
Cerpen
Cintaku Di Pegunungan Alpen
Shinta Larasati Hardjono
Cerpen
Bronze
Jalan Cemara No. 8
Shinta Larasati Hardjono
Cerpen
Bronze
Antahsvara
Shinta Larasati Hardjono
Cerpen
Bronze
Pelangi Di Atas Tiara
Shinta Larasati Hardjono
Cerpen
Bronze
Cinta Tanpa Batas
Shinta Larasati Hardjono
Cerpen
Bronze
Langkah Terakhir
Shinta Larasati Hardjono
Cerpen
Bronze
Yang Baju Merah Jangan Sampai Lepas
Shinta Larasati Hardjono
Cerpen
Bronze
Bintang Mariska Bulan Dua Belas
Shinta Larasati Hardjono
Flash
Hilang Di Antara Jejak
Shinta Larasati Hardjono
Cerpen
Bronze
Batagor, 98, Dan Langit Kembang
Shinta Larasati Hardjono
Cerpen
Bronze
Tukang Tipu
Shinta Larasati Hardjono