Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Bulan belum berada di puncak terang saat ceruk flamboyan ramai oleh datangnya binatang malam. Beberapa ceruk pada batangnya menjadi tempat berkumpul segala jenis kesenangan. Di bagian tengah – ceruk paling besar dan paling dalam - menjadi pusat keramaian saat bulan berada di puncak benderang.
Kunang-kunang berkumpul pada ceruk di bagian tengah sambil memberikan cahaya terangnya. Sekumpulan kutu dan ketonggeng berada di pinggiran ceruk besar itu, mengalah pada terangnya cahaya kunang-kunang. Pada ceruk lain yang lebih kecil, sekumpulan kumbang terlihat mabuk bersama rombongan cerpelai, kodok dan kelelawar. Mereka bernyanyi sumbang dengan nada tanpa aturan. Gemerlap malam semakin ramai oleh jerit jangkrik dan ketonggeng mabuk.
Di bagian lain yang lebih tersembunyi, seekor kumbang dan seekor cerpelai duduk bersama, memisahkan diri dari kerumunannya. Mereka menjadi akrab oleh ikatan malam dan kesenangan diam-diam. Kumbang yang pada siang hari terbenam dan mencari makan di onggokan kotoran kerbau telah berganti rupa di malam hari, bermandikan harum bunga kesturi dan bau melati. Sedangkan cerpelai lebih senang berada di kegelapan malam sekedar menanti datangnya pagi.
Seekor kupu-kupu melintas, menyebarkan aroma wangi dan indahnya sayap berwarna emas dengan bintik biru di sekujur bagiannya. Cahaya tipis menyelubungi seratus bintik biru di kedua sayapnya. Kunang-kunang tercengang. Rama-rama mendongak dan kumpulan kumbang menghentikan suara sumbangnya. Kupu-kupu berbintik biru telah menebarkan pesona lewat kepak sayapnya. Keramaian di ceruk besar pohon flamboyan berhenti. Hening oleh pesona si kupu bersayap biru.
"Siapa dia?" tanya kumbang.
"Pendatang baru, belum pernah aku lihat sebelumnya," sahut cerpelai.
"Cantik nian," gumam kumbang sambil tercengang. "Ada seratus bintik biru di sayapnya," lanjutnya.
"Masing-masing memiliki harga," sambung cerpelai, “dan tidak murah.”
Kumbang makin tercengang. Si kupu-kupu berbintik biru sekarang berada tepat di bagian tengah ceruk, di tengah lingkaran cahaya kunang-kunang. Cahaya kunang-kunang terpantul sayap biru kupu-kupu dan seluruh ruangan menjadi biru.
Si kumbang menjadi biru. Cerpelai juga menjadi biru. Dan kumbang makin tercengang, menyerocos bicara pada dirinya sendiri. Cerpelai tahu temannya sedang jatuh cinta.
"Pergilah, beli dan ambil bintik birunya," kata cerpelai.
"Aku tidak punya cukup uang untuk sayap biru seindah itu, temanku," sahut kumbang.
"Ambillah. Ini cukup untuk sekedar membeli satu bintik birunya." Cerpelai menyodorkan setumpuk uang pada kumbang.
Kumbang mengambil uang dari cerpelai dan bergegas menuju kupu-kupu biru. Langkahnya terhenti ketika seekor kelelawar jantan telah berada di samping kupu-kupu biru. Si kumbang hanya menatap diam ketika kupu-kupu biru terbang bersama kelelawar jantan. Hatinya sakit.
"Kamu harus membunuhnya," kata cerpelai. Suaranya datar.
"Siapa?" tanya si kumbang.
"Si kelelawar jantan. Kamu harus membunuhnya," ulang cerpelai. Kali ini matanya tajam menatap kumbang, memberikan ketegasan pada ucapannya.
Kumbang terdiam. Lama terdiam sampai kelelawar dan kupu-kupu biru kembali ke tengah ceruk.
Kumbang segera terbang menuju arah tengah ceruk. Kuatnya cinta yang luar biasa memompa tenaga ke otot-ototnya. Lalu dia membunuh si kelewar jantan itu dengan bau busuk dan dua tanduk di kepalanya. Kelelawar mati dengan darah hitam meleleh membasahi malam dan ceruk flamboyan.
Kumbang terengah-engah. Kupu-kupu biru tak peduli. Kumbang masih terengah ketika kembali pada cerpelai.
"Tinggal sembilanpuluh sembilan bintik biru," katanya.
"Hmm ..." Cerpelai tak peduli.
"Aku mau semua bintik birunya," cerocos si kumbang jantan.
"Cobalah, mungkin peruntunganmu sudah tiba," imbuh cerpelai. Matanya menatap ufuk tak sabar menanti datangnya fajar.
Kumbang kembali terbang menuju kupu-kupu biru. Sekali lagi langkahnya terhenti ketika seekor lalat telah berada di samping si kupu-kupu biru. Kumbang hanya terdiam, menatap lalat yang terbang bergandengan dengan kupu-kupu biru pujaannya. Hatinya semakin sakit.
"Kamu harus membunuhnya," kata cerpelai.
"Siapa?"
"Si lalat jantan."
Kumbang kembali terdiam menanti kedatangan lalat jantan dan kupu biru. kumbang segera menerjang ke tengah ceruk ketika lalat jantan datang. Lalat jantan mati. Kupu-kupu biru tetap tak peduli.
Kumbang segera kembali pada cerpelai mengadu dan bercerita tentang kupu biru dan matinya si lalat jantan.
"Tinggal 98 bintik biru," Katanya.
"Hmmm," Cerpelai seperti tak peduli.
"Aku mau ambil semuanya," lanjut Kumbang.
"Cobalah, mungkin peruntunganmu ada di waktu ini."
Begitulah pengulangan kembali terjadi, setiap kali si kumbang jantan hendak mendekati kupu-kupu berbintik biru. Setiap kali pula si kumbang jantan membunuh pejantan yang membawa kupu-kupu biru.
Sampai pada pembunuhannya yang ke sembilanpuluh delapan, kumbang jantan merasakan kekuatan cintanya telah habis. Tapi kepalang tanggung. Bintik biru di sayap kupu-kupu pujaannya terlalu indah untuk dilewatkan. Hatinya telah buta oleh kilau sinarnya. Kumbang jantan senang dengan kebutaan hatinya.
"Tinggal satu bintik biru."
"Hmmm."
"Masih ada satu. Ambillah kesempatan terakhirmu."
Pada kesempatannya yang terakhir, kumbang jantan bertemu dengan kalajengking hitam. Perkelahian terakhir yang menguras semua enerji cinta dan menyisakan lelehan darah yang mengalir dari jutaan luka di tubuhnya. Dua tanduknya juga telah patah. Nafas kumbang jantan terengah-engah di akhir perkelahian. Kumbang jantan hanya dapat menatap kupu-kupu yang telah kehilangan semua bintik birunya. Tidak ada kecantikan di kedua sayapnya. Tidak ada lagi pantulan biru cahaya kunang-kunang. Ceruk pohon flamboyan telah kembali pada warna suramnya.
ooOOoo
Kini si kupu menatap lekat pada si kumbang jantan. Tidak ada lagi bintik biru di sayap-sayapnya. Tidak ada lagi keindahan yang dapat dijual. Si kupu berpaling pada kumbang jantan, mengharapkan perlindungan dari dingin dan jahatnya udara malam. Tapi si kumbang jantan mengacuhkannya. Tidak ada lagi yang diinginkannya. Bintik biru di sayap kupu-kupu yang membutakan hatinya telah hilang.
Lalu pagi mulai menjelang dan keramaian di ceruk pohon flamboyan-pun ikut menghilang.
ooOOoo
Kupu-kupu berbintik biru telah pergi, tergilas roda masa yang membunuh semua kecantikannya. Si kumbang jantan juga telah mati, membusuk di bawah onggokan kotoran kerbau. Cerpelai yang telah dibutakan oleh gelapnya malam pergi entah kemana, mungkin telah kembali kepada pagi dan cerahnya matahari, atau mati membawa cerita cinta kumbang jantan pada kupu-kupu berbintik biru.
ooOOoo
Cinta kumbang jantan pada kupu-kupu berbintik biru telah berakhir, selesai dan mati. Tapi ceruk di batang pohon flamboyan akan tetap ada. Menjadi tempat bagi tumbuhnya bermacam jenis cinta, tragedi dan cerita yang berbeda.
Keramaiannya tak berubah, tak peduli pada semua tragedi dan kisah-kisah yang terjadi. Ceruk-ceruk di sekujur batang flamboyan tetap menarik semua binatang yang datang memikul cerita-cerita di punggungnya. Tak terhitung berapa jumlah kisah yang terjadi di tempat terang dan remang-remangnya. Semuanya datang silih berganti, yang hidup datang dan tak kembali ketika mati.
Malam ini saat bulan berada di puncak benderang, ceruk-ceruk di pohon flamboyan kembali ramai. Kisah cinta, tragedi dan cerita-cerita yang telah pergi tak memiliki catatan di tempat ini.
Surabaya, 25-Mei-2007