Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Rintik hujan turun lembut di luar jendela kedai kopi kecil itu. Suara dentingnya di atap seng berpadu dengan aroma kopi yang menenangkan memenuhi udara lembap sore itu. Dira menatap cangkir hitamnya membiarkan uap tipis naik perlahan. Kedai itu tidak besar—hanya lima meja kayu, satu rak buku di pojok, dan temaram lampu gantung yang membuat segala sesuatu tampak lebih lembut dari biasanya. Di sudut dekat jendela, Dira duduk sendiri, ditemani laptop terbuka, namun layar kosong. Ia sudah menatapnya hampir satu jam mencoba menulis sesuatu, tapi tidak ada yang ia temukan.
Di luar, jalan mulai sepi. Payung-payung lewat sesekali. Dira menghela napas, menutup laptopnya, dan memutar sendok di dalam cangkir, mendengarkan suara logam bertemu keramik yang mengisi heningnya sore.
Lalu pintu kedai berdering pelan.
Seorang gadis masuk dengan langkah ragu membawa aroma hujan bersamanya. Rambutnya sedikit basah meneteskan sisa rintik ke lantai kayu. Matanya mencari tempat kosong, dan hanya tersisa satu kursi di sebelah meja Dira. Barista sibuk di belakang, dan beberapa pengunjung tampak tidak ingin diganggu. Gadis itu memandang Dira sebentar.
“Boleh duduk di sini? Semua tempat penuh,” katanya.
Dira mengangguk. “Silakan.”
Ia tersenyum, meletakkan tas kainnya di kursi, lalu duduk sambil mengusap jaketnya yang lembap. Sekilas, Dira melihat wajahnya tenang tapi ada sesuatu di balik tatapannya. Beberapa menit hanya diisi oleh suara hujan dan sendok yang beradu dengan cangkir. Dira kembali membuka laptopnya tapi entah kenapa, kini ia lebih sadar pada keberadaan gadis itu.
“Sering ke sini?” gadis itu...