Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
---
Dulu kata orang-orang aku gadis kembang desa—yang senyumnya bisa menenangkan hujan, dan tawanya membuat burung-burung lupa bernyanyi sejenak. Wajahku yang katanya manis, kulitku seputih melati yang baru mekar, rambutku bergelombang seperti aliran sungai kecil di musim semi, dan tubuhku yang ideal—semua itu membuat banyak laki-laki datang membawa harap.
Ada seorang tentara. Datang ke rumah dengan langkah tegas dan senyum yang penuh percaya diri. Cinta tidak bisa dibeli dengan mantra, apalagi disihir dengan sesuatu yang tidak terlihat tapi memaksa hati untuk tunduk itu tidak berarti sama sekali.
Waktu itu aku menangis, meraung dalam diam, karena rasanya aku mencintainya. Tapi Papa tahu lebih dulu. Ia mengusir pria itu bukan karena benci, tapi karena tahu cintaku bukan tumbuh dari hati, melainkan dari tipu yang tak kasatmata.
Dan aku, meski luka, perlahan belajar... bahwa cinta yang baik, tak pernah datang dengan paksaan.
Sampai suatu hari, datanglah dia.
Seorang laki-laki dengan perawakan tinggi dan kulit sewarna tanah yang bersetia pada mentari. Ia tidak datang dengan pujian manis atau janji mengawang. Ia datang... duduk di ruang tamu dengan kepala menunduk, tangan menggenggam erat, dan niat yang tak bersuara tapi nyata.
Aku mengintip dari balik gorden, jantungku berpacu seperti genderang perang yang belum siap kumenangkan. Dan—ah, betapa bodohnya aku kala itu—yang keluar dari mulutku malah keluhan.
“Kenapa Yohan yang datang?” lirihku penuh kecewa.
Yohan—lelaki dengan wajah keras namun senyum hangat itu—bukan sosok yang kuharapkan duduk di ruang tamu, menghadap papa dengan tatapan mantap. Ia bukan tentara, tapi sering kali terlihat duduk b...