Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Romantis
Ketika Cinta Berbicara
1
Suka
79
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Gue Nia, cewek yang ngomongnya kayak mesin. Tipe yang nggak pernah kehabisan kata-kata. Entah di kelas, di kafe, atau bahkan di jalan, mulut gue ini kayak punya baterai yang nggak pernah habis. Dan di tengah semua itu, ada Rian. Cowok misterius yang lebih suka ngobrol lewat pesan teks ketimbang ngomong langsung.

Awalnya, gue penasaran. Gimana bisa ya dia sependiam itu? Di dunia yang penuh obrolan, Rian adalah suara hening. Dia kayak orang yang lebih suka jadi bayangan daripada jadi pusat perhatian. Tipe yang selalu ada tapi nggak pernah mencuri perhatian. Jadi, dengan segala keberanian yang gue punya, gue mulai mendekatinya.

Pertama, gue coba kirim meme. Gue pikir, “Ah, ini lucu! Dia pasti bakal ketawa.” Tapi, Rian cuma bales dengan emoji tertawa. Cuma itu. Lalu, gue coba ajak dia debat tentang hal-hal sepele—misalnya, kenapa pizza harus bulat tapi kotaknya kotak. Rian bales, “Karena itu praktis.” Satu kata, bosan.

Gue nggak nyerah. Gue terus berusaha, dari mengirim gambar kucing lucu sampai bercerita tentang drama yang lagi gue tonton. Gue bahkan kirim video TikTok yang lagi trending, berharap dia ketawa atau paling nggak bales dengan lebih dari satu kalimat. Tapi, setiap kali, Rian selalu dengan gaya minimalisnya.

Pernah gue kirim pesan panjang lebar soal film yang baru gue tonton. Dengan penuh semangat, gue jelasin detailnya, adegan favorit gue, karakter yang bikin gue jatuh cinta, dan ending yang nggak terduga. Dan jawaban Rian? Cuma, “Oh, seru, ya?” Gimana gue nggak gemes?

Semakin sering gue ngobrol sama dia, gue mulai ngerasa ada sesuatu yang spesial. Dia bukan hanya cowok introvert; ada misteri di balik sikap pendiamnya. Kadang, gue merasa dia seperti buku yang tertutup rapat, dan gue penasaran banget ingin membaca tiap halaman di dalamnya. Di tengah semua ketidakjelasan ini, gue mulai ngerasa nyaman. Mungkin ini yang namanya jatuh cinta?

Suatu hari, ada sebuah acara berbicara yang diadain di kampus. Acara itu ngasih kesempatan untuk para peserta berbicara di depan umum, mengungkapkan pemikiran mereka. Dan, surprise! Rian ikut. Duh, ini kayak mimpi buruk sekaligus mimpi indah. Bayangin aja, cowok yang pendiam kayak Rian tiba-tiba mau ngomong di depan umum. Gue aja kaget.

Hari itu, gue datang lebih awal buat mendukungnya. Di ruang itu, gue lihat Rian duduk di pojok, memegang kertas kecil di tangannya. Wajahnya terlihat gugup. Saat namanya dipanggil, Rian melangkah maju dengan ekspresi datar. Gue bisa ngelihat tangan dia sedikit gemetar. Dan pas dia mulai ngomong, suara dia bergetar. Ternyata, di balik tampangnya yang cool, ada rasa takut yang sama kayak semua orang.

Rian berdiri di panggung, menatap hadirin yang diam, menunggu. Dia terdiam sejenak, seolah-olah kata-katanya tertahan. Di tengah suasana hening itu, gue spontan teriak, “Ayo Rian, lo bisa!” Semua mata langsung beralih ke gue, dan Rian terlihat terkejut. Tapi gue lihat dia tersenyum. Senyum kecil yang bikin hati gue berdebar.

Dengan pelan, Rian mulai berbicara. Awalnya ragu, tapi perlahan suaranya mulai stabil. Dia cerita tentang hal-hal yang dia cintai, tentang minat dan passion-nya yang selama ini terpendam. Gue ngerasa seperti baru mengenal Rian dari sisi lain yang belum pernah gue lihat sebelumnya. Gue terpesona.

Penonton juga mulai terbawa suasana. Beberapa kali mereka tertawa, dan setiap kali, gue lihat Rian semakin percaya diri. Rian yang dulu pendiam, sekarang jadi cowok yang bisa bikin semua orang terpesona. Ada kehangatan yang terasa, dan gue bangga banget melihat dia berhasil melewati ketakutannya.

Setelah selesai, Rian nyamperin gue. Gue lihat dia tersenyum, wajahnya terlihat lebih lega. “Thanks, Nia. Tanpa lo, gue nggak tahu gimana,” katanya sambil menggaruk kepalanya yang nggak gatal.

Gue senyum lebar. “Gue cuma bilang apa yang semua orang pikirkan,” jawab gue, mencoba meredam rasa haru yang tiba-tiba muncul.

Dia terdiam sejenak, menatap gue dengan pandangan yang berbeda. Lalu dia berkata pelan, “Lo tahu, kadang cinta bikin kita keluar dari zona nyaman, ya?”

Gue terdiam. Kata-katanya bikin gue mikir. Apa maksudnya cinta? Apa dia juga merasakan hal yang sama seperti yang gue rasakan? Di situ, gue ngerasa hubungan kita udah berubah. Bukan lagi sekadar teman yang ngobrol lewat teks. Gue ngerasa lebih dekat dengannya, seperti ada ikatan yang nggak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Setelah itu, kita sering ngobrol lebih dalam. Nggak lagi hanya soal hal-hal ringan, tapi juga tentang mimpi, ketakutan, dan harapan. Rian mulai terbuka, dan gue mulai memahami dia lebih dari sebelumnya. Dia cerita soal masa kecilnya, keluarganya, dan mimpi-mimpinya yang sering terpendam. Gue sadar, ada sisi lembut di balik sikap pendiamnya yang selama ini tersembunyi.

Dan yang paling gue nggak bisa lupa adalah ketika kita ngobrol tentang masa depan. Dia bilang, “Gue pengen melakukan sesuatu yang berarti, Nia. Tapi kadang gue takut gagal.” Gue tersenyum dan menjawab, “Kita semua takut gagal, Rian. Tapi lo udah buktiin, lo bisa ngelangkah keluar dari ketakutan lo.” Dia terdiam, tapi gue bisa lihat kilauan harapan di matanya.

Di suatu malam, kita duduk di taman kampus, di bawah langit yang dipenuhi bintang. Suasana tenang, hanya ada suara angin yang berbisik. Tiba-tiba, Rian menatap gue, kali ini tatapannya berbeda—lebih dalam. “Nia,” katanya pelan, “gue selalu ngerasa nyaman ngobrol sama lo. Lo bikin gue berani buat jadi diri sendiri.” Gue terdiam, nggak tahu harus jawab apa. Kata-katanya bikin hati gue hangat.

“Kamu tahu nggak,” lanjutnya, “selama ini gue sering merasa nggak punya tempat buat ngungkapin semua yang gue rasain. Gue takut orang nggak paham sama gue. Tapi lo, lo beda. Lo selalu ada, dan itu berarti banget buat gue.”

Gue tersenyum kecil. “Lo juga spesial buat gue, Rian. Lo bikin gue ngerasa nggak perlu berpura-pura jadi orang lain. Lo tahu, dunia ini penuh dengan kebisingan, tapi lo kayak titik hening yang tenang. Mungkin itulah yang bikin gue jatuh cinta.”

Rian terdiam mendengar kata-kata gue. Dia tersenyum kecil, lalu dengan suara pelan, dia bilang, “Gue juga ngerasa hal yang sama, Nia.”

Di situlah, di tengah keheningan malam, cinta kita akhirnya terucap. Cinta yang selama ini hanya bersembunyi di balik teks dan emoji akhirnya menemukan suaranya sendiri.

Hari-hari berikutnya, gue dan Rian semakin dekat. Kita janji untuk selalu berbicara, baik lewat teks maupun langsung. Karena gue tahu, dengan cinta, setiap kata jadi lebih berarti. Kita terus berjalan bersama, saling mendukung dan menguatkan. Gue yakin, ini baru awal dari cerita kita yang sebenarnya.

Cinta memang bisa bikin kita berbicara lebih dari yang kita duga. Dan gue nggak sabar untuk melanjutkan perjalanan ini bersama dia, melangkah ke masa depan yang penuh harapan.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Romantis
Cerpen
Ketika Cinta Berbicara
Adelia Putri Sukda
Cerpen
Bronze
Ada Aku
Fataya
Novel
Bronze
VIP (Very Important Partner)
SOS (Share Our Story)
Flash
PAMIT
Hans Wysiwyg
Novel
Bronze
Bening dan Banyu
@Fatamorgana16
Novel
Bronze
MIHRAB CINTA
Natasya Drsye
Skrip Film
Bright Your Future and Love Script
Sweet September
Cerpen
Bronze
Pergilah Kasih Kejar Keinginanmu
penulis kacangan
Novel
Tawa di Antara Sejuta Lara
Evika Dewi Susana
Komik
Love me
Kartika Nuraini
Novel
Bronze
Pengorbanan Cinta Sang Letnan
Uci Lurum
Novel
Gold
Everything For You
Bentang Pustaka
Novel
Zenith
Rita Puspitasari
Cerpen
The False Red String Theory
myht
Novel
Bronze
Kita yang Dipaksa Mati Berkali-kali
Adel Yuhendra
Rekomendasi
Cerpen
Ketika Cinta Berbicara
Adelia Putri Sukda
Novel
Karena Dia Aku Hidup
Adelia Putri Sukda
Cerpen
Dari Dua Dunia
Adelia Putri Sukda