Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Sebuah madrasah yang selalu ramai setiap sore karena anak-anak yang berbondong-bondong ingin bisa mengaji itu begitu dipercaya oleh semua orang. Tepatnya tahun 2008, Keysha hanyalah murid biasa yang alhamdulillahnya bisa mengaji dari prateka sampai jilid 6. Perjuangan anak itu dari prateka sampai jilis 6 tidaklah mudah. Ada lika-liku kesedihan yang dialaminya dan bahkan kadang membuatnya tertekan karena selalu mengulang-ngulang hafalan sampai dia benar-benar bisa. Ada 3 sistem penilaian di Madrasah tersebut yaitu BL (Belum Lancar), L- (Kurang Lancar), dan L (Lancar). Hingga suatu hari, Keysha menangis karena hari ini mendapatkan nilai BL atau bisa dibilang (Belum Lancar). Di perjalanan pulang, awalnya dia biasa saja, seperti tidak ada masalah, namun ketika Sang Ibu bertanya padanya tentang bagaimana sekolahnya? Disitulah, Ia mulai menangis.
“Sekolah sorenya lancar kan?” Ibunya berbicara di ruang tamu, dan tepat di sebelah kirinya. Keysha menggeleng. Kening Ibunya berkerut bingung.
“Bu, lagi dan lagi aku mendapat nilai belum lancar, padahal aku sudah lancar hafalannya tadi,” protesnya. Sang Ibu menghela nafas sebentar, kemudian berusaha menghibur Keysha dengan kata-kata penenang.
“Tidak masalah, sayang. berusahalah lagi sampai kau bisa mendapatkan nilai Lancar ya,” mengelus pipi putrinya dengan sayang, Sang Ibu kemudian mengecek tas Keysha.
“Ibu tidak marah, kan?”
“Tidak, sayang. Ayo, Ibu ajari lagi sampai benar-benar hafal.” Keysha mengangguk. Semangatnya ingin bisa mendapatkan nilai Lancar semakin tinggi hingga hari berikutnya.
Keysha berlari karena ingin menceritakan kabar gembiranya pada Ibu dan Bapaknya yang baru saja pulang kerja.
“Pak, Bu! Aku sudah dapat nilai lancar!!” Serunya dengan memeluk Bapak dan Ibunya.
“Benarkah?” Keysha mengangguk dan menunjukkan kartu penilaiannya.
“Wah, akhirnya ya!” keluarga kecil itu pun senang mendengar kabar gembira itu.
.
Hingga tibalah saatnya akan wisuda itu ada yang namanya ujian akhir. Ujian sudah diikuti oleh Keysha dari siang sampai sore, diberi pertanyaan-pertanyaan mengenai idgham bighunnah/bilagunnah dan lain sebagainya. Yang menguji juga sudah tahu tentang siapa yang menjadi pertama dengan nilai tertinggi, kedua, dan ketiga. Bahkan disebutkan pula nilainya. Nilai saya alhadulillah bagus dan paling banyak diantara yang lainnya.
“Wah, selamat ya, Keysha. Kau ternyata bisa menembus nilai tertinggi di Madrasah ini, aku ikut senang,” salah satu teman Keysha yang bernama Naura itu memberikan selamat pada Keysha dan itu membuat Keysha semakin bersemangat.
“Terima kasih ya, Naura. Nilaimu juga bagus kok,” tidak akan berbangga hati, justru Keysha lebih merendah diri supaya Naura juga bisa menjadi sepertinya di kemudian hari.
“Tapi aku tidak bisa masuk 3 besar, coba saja aku belajar lebih giat lagi,” Naura mendesah kecewa. Namun Keysha memberikan kalimat motivasinya supaya Naura tidak sedih lagi.
“Sudahlah, mungkin wisuda kali ini memang kau belum bisa sepertiku, mungkin nanti ketika sudah wisuda kan ada kelas untuk meneruskan ke Al-qur'an, siapa tahu kau malah melebihiku,”
“Amin, terima kasih keysha. Kau temanku yang paling… baik.”
Malamnya, wisuda dimulai. Keysha tenang-tenang saja karena nilainya memang sudah bagus. Senyum pun tidak pernah luntur dari bibir tipis anak itu. Keysha pikir malam ini hanya untuk perayaan wisuda saja. Sudah memakai topi wisuda, toga, dan nomor urut yang dipeniti di sebelah kiri. Sebelumnya prosesi wisuda dimulai, selalu ada hiburan seperti sambutan, membaca doa, dan juga hiburan seperti tarian. Tiba-tiba ada salah satu guru perempuan yang menghampiri Keysha dengan dengan memberikan secarik kertas berisi pertanyaan dan jawaban yang harus saya jawab ketika di panggung. Pikir Keysha, kenapa harus ada pertanyaan lagi disaat wisuda? Padahal posisi nilai kan sudah keluar, tinggal memberikan piala saja? Keysha masih berpikir biasa saja dan tetap mematuhi aturan.
“Ini soal untuk kamu, Key. Nanti jika diberi pertanyaan Juri, kau menjawab dengan jawaban yang sesuai di kertas itu saja ya,” perintah guru perempuan tersebut.
“Baik, Bu Rofiq. Tapi apakah saya saja yang akan ditanyai?”
“Tidak, tiga kandidat akan ditanyai sesuai dengan posisinya,” menampilkan senyuman dan tatapan mata yang seakan merendahkan Keysha, Sang guru kemudian pergi meninggalkan Keysha yang segera membaca apa yang diperintahkan Bu Rofiq tersebut.
Di atas panggung, 3 kandidat maju ke atas panggung dengan nilai tertinggi. Mereka bertiga sudah bersiap untuk ditanyai. Kedua teman-teman Keysha ditanyai sesuai dengan yang ada dalam teks yang sudah direncanakan, sedangkan Keysha ternyata tidak. Gadis itu ditanyai yang bahkan tidak ada dalam teks yang diberikan pada Keysha.
“Mbak Keysha, coba sebutkan apa saja tajwid yang ada dalam surah Al-bayyinah!” Keysha terkejut, kedua matanya terbelalak karena pertanyaan itu tidak sesuai dengan apa yang telah diberikan oleh Bu Rofiq tadi. Meskipun grogi dan mengantuk, Ia tetap menjawab walaupun salah.
“Iqfa' hakiki, Idgham Bigunnah-” belum sempat melanjukan kalimatnya, ustadz tersebut langsung menyelanya.
“Salah!” hati Keysha begitu kecewa dengan selaan dari ustadz tersebut.
‘Kenapa pertanyannya berbeda? Disini surah Al-ikhlas, kenapa pertanyaannya Al-bayyinah? Ini tidak adil! Apakah Dea dan Intan akan juga mengalami sepertiku?’ ucap Keysha dalam hati.
“Sekarang giliran Dea, apa yang disebut dengan Iqlab?”
“Nun sukun atau tanwin yang bertemu dengan Ba',”
“Benar!” serunya dengan disertai senyuman manis dari si ustadz dan juga rasa gembira dari ustadz tersebut.
“Intan ya sekarang, apa 2 huruf yang ada dalam Idgham Bilagunnah?” Intan sedikit mengingat-ingat catatan yang tadi diberikan oleh Bu Rofiq dan segera menjawabnya.
“Huruf Lam dan Ra,”
“Benar!”
“Berarti juara satu ialah Dea, juara dua Intan, dan juara 3 Keysha! Silakan Bu Rofiq untuk menyerahkan pialanya pada juara pertama. Juara dua dan tiga hanya mendapat penghargaan sertifikat dan ijazah saja, terima kasih. Bu Rofiq, ayo naik ke panggung dan memberikan piala, sertifikat, dan ijazah mereka."
Turun panggung, Keysha menangis tersedu-sedu sambil memeluk Ibunya.
“Bu, kenapa aku dinomorkan 3? Padahal sudah nilai tertinggi, hiks..” tangisnya pecah dan seakan tidak rela jika piala itu diberikan pada Dea yang nilai sebelumnya jauh lebih rendah dari Keysha.
Sang Ibu mengelus punggung dari Keysha dengan pelan.
“Cup cup, sayang. gak apa-apa ya, kamu tetap juara kok, kan udah dapat sertifikat,”
“Bu, tapi pertanyaannya berbeda dengan yang Bu Rofiq berikan padaku,”
“Benarkah?”
“Iya, Bu,”
“Yaampun ternyata memang ada ketidakadikan disini,” sahut Ayahnya Keysha.
"Pasti suamiku, mereka guru mengaji, tapi berani melakukan tindakan seperti ini, apa gak takut dengan karma Allah nantinya?"
"Sudahlah, ayo kita pulang saja daripada makin emosi disini." Ketika Sang Ayah akan mengambil motor, tiba-tiba ada salah seorang Ibu-Ibu yang berjalan melewati Keysha.
“Wah mbak Keysha tidak memberikan parcel untuk Bu Gurunya ya? Pantesan disingkirkan.” Dari situ kedua orang tua Keysha saling memandang. Langsung tahu kalau guru ngaji itu tidak adil dan pilih kasih terhadap muridnya. Ternyata selama ini yang sering memberikan parcel lah yang diberikan nilai tertinggi, bukan dari kepintaran murid itu sendiri.
.
Tamat