Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Kesuksesan Anak Pertama
1
Suka
6,712
Dibaca

“Halo, Kak! Udah sampai mana?”

Seorang gadis 20-an tahun terlihat kesal saat menghubungi seseorang via telepon. Berkali-kali dia menanyakan keberadaan orang tersebut, tapi jawaban yang dia peroleh tidak pernah membuatnya puas. Dia adalah Kayla Rinjani, anak bungsu dari pasangan Nastiti dan Hardi. Saat ini, Kayla sedang menempuh pendidikan di salah satu universitas ternama di ibukota. Dia dikenal sebagai pribadi yang aktif, kritis dan bisa dibilang pintar. Ya…meskipun tidak banyak penghargaan yang dia raih, tapi setidaknya dia selalu bisa memecahkan soal matematika yang menyulitkan Nastiti.

Nastiti adalah seorang guru matematika di sebuah Sekolah Dasar, sedangkan Hardi menjabat sebagai staf bagian Quality Control di sebuah perusahaan food and beverage. Selain orang tua yang lengkap, Kayla memiliki seorang kakak laki-laki. Namanya Hendra. Dia adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) sekaligus anak yang selalu ayah dan ibu bangga-banggakan.

Ck! Lama banget, sih?” gerutu Kayla begitu Hendra tiba.

“Namanya juga Jakarta,” ucap Hendra singkat, padat dan jelas. Kekacauan ibukota sudah cukup membuatnya lelah. Dia tidak ingin energinya semakin terkuras dengan mendebat sang adik, meskipun ada banyak argumen yang dapat memenangkannya.

“Udah?” tanya Hendra, memastikan Kayla sudah mengenakan helm dan duduk di jok motor dengan nyaman.

“Udah," jawab Kayla.

Motor pun melaju, perlahan meninggalkan kampus Kayla yang belum juga sepi meskipun matahari sudah mulai tenggelam.

Bagi sebagian orang, keindahan senja dapat menjadi obat setelah seharian bekerja ditambah dengan suasana jalan yang padat dan kacau. Namun, tidak untuk Kayla. Gadis itu memilih tenggelam di sebuah room chat untuk membicarakan persiapan Lustrum Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya, fakultas Kayla. Kebetulan, dia didapuk sebagai koordinator divisi humas pada acara tersebut.

Namun, perhatian Kayla teralihkan begitu sebuah chat masuk dari grup keluarga.

“Udah sampai mana, Kak, Kay? Ibu udah masakin rendang kesukaan kalian.” Kayla membaca chat yang dikirim oleh Nastiti. Bukannya senang, dia justru tersenyum sarkas dan berkata, “Giliran Kakak pulang kampung, setiap hari masak enak.”

“Kebanyakan makan rendang nggak sehat, Kay.”

“Terus menurut Kakak, mi instan sehat?”

Hendra berfikir sejenak. Dia sempat kesulitan menangkap maksud perkataan Kayla sebelum akhirnya dia sadar...Kayla baru saja mengaku bahwa dia sering mengonsumsi mi instan yang jelas-jelas sangat ditentang oleh Nastiti dan Hardi.

“Kamu sering makan mi instan?”

“Lagian siapa suruh masak itu-itu terus?” celetuk Kayla. Nada bicaranya mulai getir. Bukan karena rahasianya terungkap, tapi karena dia sudah muak dengan unek-unek yang selama ini dia pendam.

“Kay…kamu nggak ngehargain Ibu?!” Hendra kehilangan kontrol. Bahkan, dia sampai dilirik oleh pengendara lain karena berbicara terlalu keras.

“Tapi seenggaknya Kayla ngelakuin itu di belakang Ibu! Nggak kayak Ibu yang sering terang-terangan nyakitin perasaan Kayla!”

“Jangan kayak anak kecil deh, Kay!” Emosi Hendra semakin meletup-letup.

“Anak kecil mana yang bisa nahan diri saat tempat dia belajar dianggap remeh?! Alih-alih ngasih motivasi, Ibu selalu ngeraguin masa depan Kayla. Kayla tahu, Ibu cuman takut Kayla nggak bisa kayak Kakak. Tapi Ibu lupa, masa depan yang cerah nggak cuman bisa didapetin pakai cara Kakak. Kayla punya cara Kayla sendiri. Semua orang di dunia ini punya cara mereka sendiri.” Ucapan itu Kayla ucapkan sambil berderai air mata. Hendra terdiam dan hanya menatap Kayla melalui spion. Dia takut semakin menyakiti Kayla jika bicara.

“Turunin Kayla di sini, Kak. Kayla nggak mau pulang,” lanjut Kayla, memecah keheningan di antara keduanya.

“Kay…apa kata Ibu kalau Kakak pulang tanpa kamu?”

“Bilang aja urusan di kampus belum selesai. Ibu pasti ngerti.”

Hendra menghela napas, entah sudah yang ke berapa. Kemudian, dia teringat kisah masa lalunya yang mirip dengan keadaan Kayla saat ini. Hendra harap, kisah itu dapat sedikit menenangkan Kayla dan menyadarkannya bahwa dia pun pernah ada di posisi ini.

“Dulu, waktu Kakak masih SMA, Ibu selalu cerita tentang anak temannya yang juga seorang PNS. Meskipun Kakak belum pernah ketemu orang itu, cerita Ibu udah cukup bikin Kakak kenal sama dia.”

Kayla terdiam. Dia menunda rencana ‘pemberontakannya’ untuk mendengarkan cerita Hendra yang sebenarnya tidak asing di telinganya. Namun, tetap saja, keadaan dapat membuat sebuah cerita terdengar berbeda. Setidaknya, itu yang Kayla yakini.

“Telinga Kakak panas tiap kali Ibu ngasih motivasi supaya Kakak bisa ngikutin jejak dia. Kuliah gratis…lalu setelah lulus, diangkat jadi PNS. Bahkan, Kakak nggak sekuat kamu untuk nahan emosi Kakak. Sesekali Kakak ngelawan dan negasin ke Ibu kalau Kakak bisa sukses tanpa harus jadi PNS. Kakak bertekad untuk memutus harapan Ibu. Sayangnya…tekad itu nggak pernah terwujud. Entah doa Ibu yang terlalu kuat, atau usaha Kakak yang kurang besar."

“Kak…” Kayla memeluk Hendra. Hendra membalas pelukan itu dengan mengusap tangan Kayla. Dia lega, Kayla menjadi lebih tenang setelah mendengar ceritanya. Dia juga senang Kayla memeluknya setelah sekian lama. Rasanya seperti menemukan kekuatan yang telah lama hilang.

“Kita punya luka yang sama. Luka yang nggak sengaja digoreskan oleh seorang Ibu yang hanya berharap yang terbaik buat anak-anaknya. Cara Ibu mungkin salah, Kay. Tapi kamu harus percaya, Ibu selalu belajar dari kegagalan yang dia dapat dari cara-cara sebelumnya.”

Kayla mengangguk. Hendra bisa merasakan itu karena kepala Kayla menempel di punggungnya. Pelukannya baru dia lepas setelah ponselnya berdering.

Tuuut…

Tuuut…

Tuuut…

“Kamu nggak balas chat Ibu, ya?” tanya Hendra, sadar Kayla tidak membalas pesan Ibu sampai Ibu harus menelponnya.

“Lupa belum di-send hehe…” jawab Kayla diikuti dengan menempelkan ponsel ke telinganya setelah menekan tombol ‘jawab’.

“Udah sampai mana, Kay?” tanya Ibu.

Kayla mengedarkan pandangannya, lalu berkata, “DTC Mall.”

“Ya udah. Bilang sama Kakak, nggak usah ngebut-ngebut.”

“Ya.”

“Kalau Ibu nge-chat, dibalas.” Nada Ibu sedikit meninggi.

“Ya.”

“Ya udah, Ibu tutup.”

Ibu mengakhiri telepon.

“Ibu marah?” tanya Hendra retoris.

“Kakak pasti tahu jawabannya.”

Hendra tertawa lalu berkata, “Ya…begitulah Ibu. Panik setengah mati kalau udah menyangkut keselamatan anaknya."

Benar. Itulah Ibu. 'Keselamatan' dirinya tergantung 'keselamatan' anaknya.

"By the way, soal masakan Ibu yang itu-itu terus..."

“Soal itu...Kayla bohong, Kak," potong Kayla.

"Ibu sering nanya Kayla mau dimasakin apa, tapi jawaban Kayla selalu sama. Kayla ikut Ibu. Makanya kadang masakan Ibu nggak sesuai sama selera Kayla. Ujung-ujungnya, Kayla masak mi instan diam-diam. Maaf ya, Kak." aku Kayla. Dia pasrah dan siap jika akan dimarahi Hendra.

"Astaghfirullah, Kay. Selain nyakitin Ibu, kamu juga nyakitin badan kamu."

"Iya, tahu."

"Kalau tahu, kenapa dilakuin?"

"Ya...soalnya...enak. Kakak pasti juga sering makan, 'kan, di sana?" Kayla melancarkan serangan balik. Dia tidak mau kalah dengan Hendra, apalagi membiarkan Hendra melaporkan tindakannya.

"Ya...kalau kepepet." Hendra mulai gentar.

"Ya udah, impas!"

Selesai

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Novel
RAYGA
ANNISA
Skrip Film
Perfect Strangers - Script
Elvira Natali
Cerpen
Kesuksesan Anak Pertama
cia
Novel
Sayang Abang
Rissa Sahara
Skrip Film
Happy = Hari ini, esok atau nanti.
Yohanna Claude
Novel
Untuk Kamu
Sucayono
Novel
Berkah Tersembunyi
Siti Fatimah
Novel
Bronze
Odik Teros
Yesno S
Cerpen
Without You
lidia afrianti
Cerpen
Bronze
Mengampuni Maling
Sulistiyo Suparno
Novel
Kepang Dua
Hary Silvia
Skrip Film
Taksa
M Tioni Asprilia
Novel
RUMAH UNTUK BAPAK
SISWANTI PUTRI
Skrip Film
We Were Ship In The Night
Lilly Amundsen
Novel
My Dignity
Retno Dinartini Rahayu
Rekomendasi
Cerpen
Kesuksesan Anak Pertama
cia