Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Jaket dan Kenangan
Rio, seorang pemuda berusia awal tiga puluhan, bukanlah tipe yang suka menjadi pusat perhatian. Namun, ada satu hal tentang dirinya yang selalu menjadi bisikan penasaran di warung kopi langganan. Ia gemar mengoleksi jaket dan tak pernah melepaskannya. Rio adalah penjual ayam potong. Pekerjaannya menuntutnya berada di pasar sebelum subuh, berhadapan dengan dinginnya dini hari dan bau anyir yang tak terhindarkan. Logikanya, ia hanya butuh satu atau dua jaket kerja. Tapi bagi Rio, jaket adalah perpanjangan jiwanya.
Pagi yang dingin menusuk, siang yang terik membakar, bahkan malam hari saat ia sekadar membeli rokok di warung depan, sehelai jaket selalu membalut tubuhnya yang kurus namun tegap. Bagi orang lain, jaket hanyalah pakaian untuk melindungi dari cuaca. Namun bagi Rio, setiap helai kain adalah sebuah monumen; harta karun yang tidak terbuat dari emas atau uang, melainkan saksi bisu dari setiap tetes keringat dan setiap pergumulan luka yang pernah dia lalui.
Lemari kayu mungil di kamarnya, yang usianya mungkin lebih tua dari Rio, dipenuhi hingga sesak oleh koleksinya. Rio menghitungnya, ada hampir dua puluh jaket yang terlipat rapi. Ada jaket parasut tebal berwarna biru dongker, yang menemani perjalanannya dengan motor butut saat musim hujan badai. Ada pula hoodie lusuh berwarna abu-abu, yang menyimpan sejarah saat ia pertama kali belajar memotong ayam, takut-takut, dengan tangan gemetar.
Beberapa jaketnya sudah termakan waktu. Warnanya mulai pudar. Di beberapa bagian, serat kainnya sudah menipis, seperti kenangan yang mulai terkikis oleh rutinitas. Namun di baliknya, setiap jaket masih menyimpan aroma unik: campuran antara sabun cuci yang khas. Rio selalu memilih deterjen paling wangi untuk 'menghormati' keringatnya dan sedikit bau ayam yang melekat. Bau perjuangan yang tak pernah benar-benar bisa ia hilangkan.
Suatu sore yang tenang, ketika matahari mulai condong ke barat, melemparkan warna jingga ke dinding kamar, Rio duduk di lantai. Di depannya, teronggok tumpukan jaket yang harus ia putuskan nasibnya. Ia harus membuang beberapa. Tapi...