Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Horor
Kereta Kuda Bersayap dan Pengikutnya
0
Suka
343
Dibaca

Waktu itu malam jum’at, malam yang menjadi pengingat bahwa ia datang.

Momentun ini langka, bahkan sulit direka ulang karena tidak ada yang dapat menyamakan langkah langkah ia datang.

Malam itu aku bersama saudara di kamarku. Kami mengobrol banyak hal-hal ringan sembari memakan kudapan.

Obrolannya sederhana, juga diselipkan satu cerita yang membuat kami menutup selimut rapat-rapat.

“Ibunya Risda, tadi sore habis kesurupan,” kata Ulfa, saudaraku dari ayah. Aku mendengarkannya sembari menelungkup.

“Kejadiannya tiba-tiba, Bil, sore waktu kamu masih di sekolah. Aku dengar dari lolongan nangisnya yang masuk dari celah-celah rumahku.”

Ada jeda napasnya yang teratur. Ia serius menceritakan kejadiannya.

“Ibunya minta kopi panas. Katanya itu almarhumah dari leluhur mereka yang masuk. Bilangnya sih, kangen mau temui anak-anak dan cucu-cucunya yang sudah besar.”

“Waktu itu bukannya juga sama? Malam jum’at juga kejadiannya. Katanya, gak boleh berisik, ini jalananku, tempatku.” Aku ikut menyahuti. Karena perasaanku malam jum’at sebelumnya pernah begitu.

“Aku kurang tahu kalau malam jum’at kemarin. Soalnya lagi di luar.”

“Ibunya ....” Belum sempat kalimatku keluar, suara teriakan di tengah-tengah kami terdengar agak samar dari rumah tetangga. Kami langsung terhenyak di atas ranjang bersama-sama.

Tatapan mata Ulfa terlihat sama denganku, merasa ngeri.

“Tuh, baru dikata,” bisik Ulfa. Suaranya mirip cicitan tikus. Sambil jari telunjuknya menempel ke mulut.

“Ssstt...”

Di malam jum’at itu akhirnya tak jadi kami membicarakannya. Suara ibunya Risda telah mengantarkan kami pada puncak cerita yang menggantung. Ceritanya dilanjut pada realita yang kami dengar malam itu.

Suara jeritan terdengar lebih memekik, kadang tertawa membahana hingga bulu kudukku meremang. Serta kadang menangis menyayat hati. Ulfa menutup selimutnya hingga penuh.

“Aku mau tidur,” ujarnya tanpa menunggu kalimatku yang tertunda sejak tadi. Ia langsung memunggungiku.

Akhirnya aku merebahkan kepalaku menatap langit-langit, dengan suasana tegang mendengarkan teriakan. Nyatanya malam yang tadinya sunyi, jadi mendebarkan mirip nonton film horor live action.

Posisi tidurku berada di pojokan dekat tembok, sementara Ulfa tidur di sebelah kiriku. Kami berbagi ranjang ukuran sedang berdua.

Tepat pukul setengah sepuluh, teriakannya mulai mereda dengan sendirinya. Walau demikian, kedua mataku tetap membuka mirip orang yang insomnia.

Ingin kugapai gawaiku di atas meja, sayangnya tubuhku menolak untuk berpindah karena di sekeliling kamarku sengaja dimatikan lampunya. Hanya ada lampu samar-samar dari luar kamar. Jadilah perasaan takut memakan keberanianku.

“Ulfa,” bisiku. Tapi tak ada jawaban yang datang darinya. Ternyata ia betul-betul ketiduran karena ketakutan.

Kubawa mataku untuk ikut terlelap, dengan terpaksa, dipaksa atau benar-benar harus memaksa sampai aku terlelap dengan sendirinya karena tegang.

Pukul satu dini hari, aku mulai membuka mata di keheningan.

Aku kira, Ulfa sudah bangun terlebih dahulu dari tidurnya. Karena, suasana di kamarku mendadak ada cahaya kecil mirip ponsel yang menyala.

Aku menengok ke arah Ulfa dan ia masih tiduran di samping, bedanya ia sudah tidak memunggungiku. Ia tidur menghadap langit-langit, sehingga aku mencari asal cahaya itu yang tiba-tiba datang.

Cahayanya bergerak ke kanan-ke kiri. Berakhir cahaya itu tepat di atas kepala Ulfa.

Mataku melotot melihat pantulan cahayanya. Tanpa bisa mengeluarkan sebuah suara atau gerakan jika aku telah bangun dari tidur.

Ini bukan mimpi!

Sumpah demi Tuhan, aku melihat sendiri cahaya itu bergoyang goyang. Dan begitu kutegaskan, kedua mataku mulai mendapatkan objeknya.

Kuda kecil mirip miniatur, memiliki cahaya yang terang benderang di dalam gelapnya kamarku. Kudanya juga mempunyai dua sayap dengan bulu-bulunya yang banyak.

Kuda itu juga tengah membawa kereta yang sama-sama mirip miniatur. ia melayang mengelilingi tubuh sepupuku. Tapi, tanpa adanya awak yang membawa kereta tersebut.

Lidahku kelu, tak dapat menggerakan tanganku untuk membangunkan Ulfa. Apalagi berkata; Cahaya apa itu?!

Aku mirip manekin hidup yang tak bisa melakukan sesuatu. Jantungku berderu-deru, berpacu seperti habis berlari kencang.

Ia berhenti beberapa saat di atas kepala Ulfa, yang artinya, ia juga berada di dekat kepalaku. Jaraknya melayang hampir rendah. Itu mengapa aku dapat mendeskripsikan benda apa di cahaya putih gading itu.

Tak tinggal di atas kepala, kereta kuda itu perlahan bergerak menuju tembok lalu berakhir menembusnya secara mudah.

Huuup!

Kereta kuda itu menghilang! Dalam kesenyapan dan ia benar-benar tak meninggalkan cahayanya lagi di kamarku. Akhirnya menjadi gelap gulita.

Kamu tahu?

Seperti senter yang mengikuti pemiliknya ke mana pun di tempat kegelapan? Cahaya tak akan bertahan di situ sehingga di kamarku nampak seperti sedia kala saat tak ada cahaya dari kereta kudanya.

Pooof! Pikiranku tak normal haha! Itu apa ya? Kenapa ia tiba-tiba masuk ke dalam kamarku yang sempit ini?

Baru saja aku belum selesai tegang, belum dapat mencerna, dan belum bisa berpikir jernih, kedua mataku menatap langit-langit kamarku yang seolah ramai.

Hilir mudik kulihat melesat bagaikan angin, warna putih-putih berlarian seolah menyusul kereta kuda yang tadi melintasi rumahku. Bukan hanya satu warna putihnya, tetapi banyak. Ingat, banyak!

Tidak seperti sebuah kereta kuda. Semua objeknya tidak berbentuk dan tidak beraturan. Sehingga aku tak dapat menyimpulkan sosok apa di atas langit kamarku. Jika itu asap, bukankah asap akan terbang perlahan-lahan?

Ini mengerikan!

Aku tak bisa meminta bantuan, mulutku tercekat. Bahkan tubuhku kaku tak bisa digerakan sampai suara di masjid datang, tubuhku baru dapat digerakan.

Kengerian ini langsung kukatakan pada Ibu tanpa ditunda. Ibuku sudah bangun setelah mendengat lantunan dari masjid. Kuceritakan dari awal kedatangan kereta kuda itu, bagaimana melayang-layangnya sehingga aku heboh sendiri.

Ibuku hanya dapat mengangguk-angguk tanpa berkomentar. Akhirnya pagi itu kugunakan dengan berdoa tanpa menutup diri menyentuh selimut lagi.

Beberapa hari kemudian ibuku mulai bercerita padaku, dengan perasaan dan kondisiku yang sudah tidak lagi dalam ketegangan.

“Kamu mau tahu kenapa tiba-tiba kamu bisa melihat mereka melewati rumah kita?”

“Memangnya kenapa bisa kereta kuda tanpa awak itu datang ke kamarku? Lagipula, aku juga bukan indigo, lho, Bu.”

“Secara kebetulan sepertinya mereka kelihatan. Gak sengaja.”

“Lho, tapi kan seram sekali, Bu. Apalagi dia melayang di atas kepala Ulfa agak lama.”

“Entah kalau itu, Ibu gak tahu. Tapi, yang jelas rumah kita ini adalah jalan rayanya mereka untuk melintas. Dan tahu gak? Rumah ibunya Risda itulah perempatan jalan lintasan mereka.”

Seketika aku tercengang mendengar kalimat ibuku. Padahal Ibu tidak pernah meladeni cerita-cerita seram ataupun meladeniku jika sudah menyangkut gaib. Namun, kali ini ia menjelaskan sendiri tentang rumah kami.

Pantas, bukan? Mengapa ibunya Risda itu mudah dirasuki. Alasan yang tak logis di kepala, namun logis di alam gaib sana. Aku pun terpaksa bungkam, sampai kami pindah dari rumah tersebut.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Horor
Cerpen
Kereta Kuda Bersayap dan Pengikutnya
Wafa Nabila
Novel
Bronze
Petaka Tambang Emas Berdarah
Achmad Benbela
Novel
Bronze
Deso pager lawang
Ciplukzz
Cerpen
Bronze
Lorong di Atap
Johanes Gurning
Cerpen
Bronze
Warung Mie Ayam
Bagas prakoso
Novel
BEAUTY BLOOD
quinbbyyy
Novel
Mereka di Sini
Jasma Ryadi
Novel
Bronze
Dongeng Tengah Malam
Maghfira Izani
Komik
Antu Ayek
Mariel Botarino
Cerpen
Bronze
Berbagi Rumah
Jasma Ryadi
Novel
PERJANJIAN
Tira Riani
Flash
Bronze
Makhluk Bertaring di Bibir Sumur
Abdi Husairi Nasution
Novel
Bronze
MALDEVIR
Okhie vellino erianto
Novel
Bronze
AFTER DUSK HAS COME
Tara Abdi
Novel
Tales From the Beyond
Adri Adityo Wisnu
Rekomendasi
Cerpen
Kereta Kuda Bersayap dan Pengikutnya
Wafa Nabila
Cerpen
Bronze
SATU TITIK: TANPA BERTANYA NAMA
Wafa Nabila
Novel
PERSETAN: PERJANJIAN MAMA
Wafa Nabila
Cerpen
Bronze
Kodok Jantan Yang Tak Diundang
Wafa Nabila
Cerpen
Bronze
PASAR SLOKEN
Wafa Nabila
Novel
PENCABUT MATA
Wafa Nabila
Cerpen
DUA GELAS DAN PROFESI MAMA
Wafa Nabila