Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Kenapa Susah Cari Jodoh?
Cerpen by Laras SR
Inggit harus mengalami patah hati hebat setelah hubungannya dengan Bara kandas. Tak main-main, hubungan keduanya telah terjalin selama 8 tahun lamanya, genap delapan tahun. Sampai Inggit berada diusia 28 tahun dan sekarang dia dibuat galau dengan usianya yang tak lagi muda.
Dari balik jendela Kafe, Inggit tengah memandangi turunnya hujan yang membasahi dedaunan di luar sana. Tak lama kemudian, bestienya datang sambil membawakan tray berisi dua cake rasa red velvet dan dua minuman dingin bersoda.
“Jangan ngelamun saja, Nggit. Ntar kesambet loh!” Ucap Rena, usil.
“Hem…” Inggit pun melepaskan lamunannya. Dia sedikit meluruskan kedua tangannya yang agak pegal, karena habis ikut pertandingan voli tingkat RT.
“Gue lagi galau nih, Ren.” Ucapnya, mengawali curhatannya.
“Palingan juga ngegalauin Bara. Kan cuma doi doang yang bikin lo kesal banget belakangan ini.”
“Bukan. Dia sih sudah hampir punah dari pikiran gue.”
“Bagus dong. Nah, terus, yang bikin lo galau sekarang tuh apa?”
“Nyokap gue.”
“Pasti nyokap lo nuntut lo biar cepat nikah?” Terka Rena, sambil memotong cake dengan garpu kecil. Begitu juga dengan Inggit, dan Inggit pun mengangguk, membenarkan terkaan Rena.
“Wsajar saja sih, Nggit. Soalnya, bukan lo doang yang ngalamin desakan suruh buru-buru nikah, gue juga. Kan kita sama-sama masih jomblo, sama-sama sudah mau kepala tiga, sahabatan pula. Eneg juga sih sama nih hidup. Kok kayaknya susah banget ya dapat jodoh? Perasaan, lihat orang-orang gampang banget dapat jodoh. Lah, kita? Sholat lima waktu sudah tepat waktu, rajin tahajud, rajin puasa sunah, nurut sama orang tua. Pokoknya, yang baik-baik sudah berusaha kita lakuin. Tapi, kenapa jodoh tuh masih belum juga datang? Menurut lo, kira-kira, kenapa ya sama kita?”
Inggit mengangkat tegak kedua bahunya. Pertanyaan Rena sama sekali ngga bisa Inggit jawab. Tapi, pastinya, dia juga ssudah ingin segera menikah. Dan, yang disesalkan oleh Inggit, papanya ssudah meninggal, jauh sebelum dia menikah.
Malam harinya, sepulang Inggit dari kongkow di Kafe dengan Rena. Inggit langsung mendapati mamanya yang sedang nonton acara TV kesukaannya bersama dengan adik bungsunya, Ikram.
“Ma,” Inggit mencium tangan mamanya, lalu dia duduk di samping mamanya dan menidurkan kepalanya di atas bahu kiri mamanya.
“Kamu kok baru pulang, Nggit? Bukannya pertandingan volinya sudah selesai sebelum maghrib ya?”
“Inggit habis ke Kafe sama Rena, ma.”
“Oh.”
“Kram, kamu sudah bikin surat lamaran buat ngelamar di SD, tempat rekomendasi kakak?”
“Sudah, kak. Besok tinggal aku antar surat lamarannya ke sekolah itu.”
“Hem, bagus kalau begitu.”
“Nggit, mama mau bicara.”
...