Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Misteri
Kemusnahan
0
Suka
808
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Svarloka, tempat suci yang selalu di selimuti oleh hiruk – piruk suara tawa itu terasa berbeda kali ini. Semuanya tetap berjalan seperti biasa. Para Fae beterbangan kesana kemari mengejar si kembar berang – berang. Dewi Nut yang bercengkrama di tepian kebun bunga dengan dewi bertelinga kucing, Bastet. Anubis yang beralarian mengejar kakaknya- Horus. Karena, lagi –lagi dirinya dicurangi dalam permainan dodgeball mereka bersama pamannya, Seth. Dewa Ra bersama istrinya Isis, bertegur sapa dan menanyakan apakah ada keresahan dari penduduk sekitar.

           Semuanya terlihat sama. Sama seperti hari – hari yang telah di lalui sebelumya. Tapi, entah mengapa. Dalam pandangan Faun terakhir itu semuanya terlihat berbeda kali ini. Ada yang janggal, suram, kelam, seperti Svarloka sedang di selimuti oleh chandrawama. Thoth – perawakan manusia berkepala elang itu menghampiri si Faun yang terlihat sedang ke bingungan.

           “Boleh ku tau maslah mu, Lorry ?” Tanya Thoth. Ia berdiri di samping Lorry dengan kedua tangan yang bertaut dibelakang punggungnya - ciri khas penasihat sekaligus tangan kanan dewa Ra itu. Lorry melirik sebentar ke arah Kakek tua di sampingnya itu, lalu mengembalikan arah pandangan seperti semula. “Tidak ada” Lorry menggeleng.

           “Kalau ada kejanggalan katakana saja. Osiris akan segela memperbaikinya, jangan biarkan semuanya terlambat.” Thoth merangkul Lorry dengan tangan kanan-nya. “Kau itu memng satu- satunya faun disini. Tapi ingat, bukan hanya kau saja spesies yang tinggal keturunan terakhir di tempat ini. Banyak dari mereka yang kehilangan keluarganya dan menjadi spesies terakhir juga. Jangan selalu menganggap bahwa kau sendirian. Mereka juga sama susahnya denganmu, tapi mereka bias berhasil” Setelah wejangan panjang yang diberikannya, si kakek tua berkepala elang itu menepuk pelan bahu Lorry dan pergi meninggalkannya.

           “Kak, oliii. Ayok main!” Ajak di berang berang kembar masing – masing menarik tangan si faun dan mengajak- menyeret- nya ikut bermain. Para Fae terkikik. Lorry di kenal ramah, baik, dan murah senyum kepada semua orang yang di temuinya. Tapi sebuah peringatan saja, terlalu banyak memendam semuanya sendiri dan terlarut dalam kepura – puraan akan membuat sesuatu yang sangat berharga dalam diri menjadi musnah.

 

           Malam hari tiba, sinar bulan purnama hari ini terlihat sangat indah. Bulan purnama , malam ini pasti para werewolf sedang berpesta karena full shiftingnya. Biasanya mereka meminjam balai pusat untuk pesta jamuan para werewolf setiap bulan purnama. Faun yang sedang berkeliling di mlama hari itu berhenti sejenak di pekarangan balai, melihat betapa meriahnya acara di dalam rumah para werewolf itu, sangat bahagia dan saling melolong bersama para kerabatnya.

           “Sudah purnama lagi. Para werewolf remaja sedang mengalami proses full-shifting pertama mereka. Orang tua mereka pasti sangat bangga, di tambah anak remaja werewolf tahun ini sangat banyak.” Ujar Birsha yang merupakan pembimbing para fae muda. Jalan – jalan malam memang sudah menjadi rutinitasnya. Selain membimbing para fae memastikan lampu minyak di setiap jalan menyala adalah tugasnya.

           “Hm, kau benar Birsha. Wajar para serigala itu terlihat sangat senang” Saut Lorry dengan senyum yang sangat lebar hingga matanya menyipit. “Baiklah, aku akan berkeliling lagi” faun itu berpamitan pada sang fae yang di tanggapi dengan anggukan. “Ledakan dalam hatinya tidak lama lagi, kesuraman itu semakin terpancar”

           Lorry berkeliling ke daerah pinggiran hutan. Melihat – lihat sekitar. Sesekali menendangi kerikil yang ada di dekatnya.

           Semakin jauh langkahnya, hampir ke tengah hutan langkahnya terhenti. Pohon besar yang biasanya di rawat oleh willow waiden - wanita berparas cantik dan berambut panjang berwarna merah itu kini hilang. Bukan hanya wanita itu yang menghilang, tetapi pohonnya juga. Terlihat sekali bahwa pohon itu telah di tebang. Pohon besar yang menjulang tinggi dengan gagah itu kini hanya tersisa bagian bawahnya yang dihiasi dengan bekas – bekas benda tajam di sisiannya dan pohon itu pun kini mengering seperti tak disiram puluhan –tahun. Seseorang duduk di tengan sisa potongan pohon itu.

“Kemana willow maiden nya? Kemana pohonnya?” Tanya Lorry dengan alur muka yang terlihat panik.

Seseorang yang duduk di tangah pohon itu mendongak, menatap mata sang faun dengan lekat. “Muka mu terlihat panic tapi suaramu terlampau datar” jawabnya acuh. Wajah sang faun terlihat semakin panik, lidahnya menjadi kelu dan tenggorokanya seketika terasa tandus. Bagaimana tidak, yang berdiri di hadapannya sekarang ternyata adalah Uranus, cucu dari Gaia – sang ibu bumi.

“Ti-tidak. Saya hanya, saya sering kesini untuk bercerita sekadar tentang keseharianku. Maaf menggangu anda, saya pamit dulu” baru si faun berbalik badan, Uranus memanggilnya dan mengajak manusia berkaki rusa itu untuk menjadi teman bincangnya malam ini.

“Yah, jadi seperti itu. Ayah ku tidak sudak jika aku dekat dengan sang maiden. Padahal aku hanya suka bicara padanya karena isi pikiran kita yang sama. Ayah sangat marah, dan menebang pohon ini. Kau pasti tau apa yang terjadi selanjutnya.” Uranus menceritakn apa yang terjadi dangan pohon tertua itu dengan jelas dan detail. Pohon tua yang memiliki maiden, jika sang maiden meninggalkan hutan ia akan melebur, menyatu dengan tanah dan tumbuh menjadi lili putih. Namun, jika pohonnya di tebang dia akan musnah bersama dengan pohon itu.

           Mereka berdua melakukan obroan yang sangat panjang sembari duduk di atas potongan pohon itu. Sesekali lolongan para werewolf mengiringi obrolah mereka tentang betapa Uranus sangat marah kepada ayahnya. Mungkin kini sudah jam 2 malam, entah lah mereka tidak mengenal jam secara angka jadi waktu akan terasa lebih lama. Sang faun dengan setia mendengarkan segala makian Uranus mengenai ayahnya.

           “Hmm, kalau itu membuat resah bukan kah lebih baik jika dihilangkan saja”

__________________________

           Pagi itu Svarloka kembali di selimuti kecerahan dan kebahagiaan seperti biasanya. Biasanya, setelah bulan purnama datang esok harinya para werewolf akan beristirahat seharian karena tenaga bereka yang habis. Hari ini Svarloka bebas dari penjagaan ketat. Lagi pula, siapa yang membutuhkan penjaga di tempat yang penuh ke damaian ini.

           “Ayo lempar bolanya. Lemparrrrr” si kembar kembali bermain dengan para fae. Kali ini Anubis ikut bermain bersama mereka. Yah meskipun ia dari tadi mendapati ejekan seperti di kata – katai bocil oleh Horus. Mereka bermain lempar bola. Hanya saling lempar, tangkap, lempar lagi tangkap lagi, lepar lagi.

           “Yahh, masuk hutan. Kak Nubis sih.” Rajuk salah satu dari si kembar. Padahal, ia yang melemparnya terlalu kemcang hingga Anubis tidak bisa menangkapnya. Dasar anak – anak.

           “Biar aku yang ambil” Teriak Lorry yang berlari menuju ke arah hutan. Ia masuk dan fokus mencari hutan. “ KETEMU!” saking fokusnya mencari, si faun baru menyadari bahwa bola yang ia temui berada persis di sekitar pohon tua yang baru saja terhenti umurnya semalam. Perasaan sedih mulai menyelimutinya. Namun, ketika mengedarkan pandangan ke sekeliling. Faun itu terkejut, sampai bola yang berada di genggamannya terjatuh.

Dia menemukan meliai, tumbuhan dengan bunga bebentuk kempompong dengan tinggi 3m. Ada banyak, bahakan sangat banyak mungkin puluhan. Berderet seperti perajurit yang membentuk benteng. Lorry tau itu bukan lah pertanda baik, ia segera meninggalakn tempat itu.

faun itu berlari tergesa – gesa menuju tempat mereka bermain tadi. Tak lupa, di genggamnya dengan erat bola yang ia bawa tadi agar tidak terjatuh. Sesampainya di tempat bermain tadi, ia tidak menemukan seorang pun. Dengan deru napas yang terus berpacu, ia mengedarkan arah pandangannya dengan panik. Sampai, ia menemukan kawan – kawannya yang kini sedang berkumpul di gazebo sambil menikmati es kelapa muda, di tengah mereka ada Thoth yang seperti biasa akan mendongeng tentang cara kerja alam semesta.

Enatah mengapa, melihat hal itu terdapat gejolak aneh yang berlomba – lomba ingin keluar dari dalam jantungnya. Ia melempar bola itu ke sembarang arah dan pergi mengurungkan niat awalnya. Jika ia pikir kan lagi, kalau mereka sampai tau alasan pohon itu tumbuh, pasti para warga akan menyalahkannya.

Waktu kini sudah hampir menjelang malam hari, langit yang tadinya pekat berwarna jingga kini mulai berubah agak ke unguan. Dewi nut kembali terbang ke langit untuk mengatur barisan para bintang. Penduduk Svarloka berangsur – angsur memasuki kediaman mereka. Para fae mulai berkeliling untuk menyalakan api pada lampu minyak sebagai penerangan jalan. Sampai…

Asap halus mulai muncul, serpihan – serpihan abu beterbangan menuju Svarloka. Para fae yang menghirup abu itu itu mulai tumbang, kepala mereka terasa pusing bahkan sayap mereka menjadi mati rasa, kecuali Birsha. Ia tersenym senang dan menghirup napas dengan panjang. Para fae yang tumabang itu, perlahan tubuh mereka mulai bergerak. Sayap mereka mulai bergerak kembali membuat meraka terbang, walaupun tubuh mereka masih terjatuh lemas. Tubuh mereka menhitam lebam. Bahkan sayap mereka menjadi rapuh dan memiliki lubang - luang di beberapa sisi.

“Bangkitlah para erinyes ku. Ini waktunya kita dan para saudara kita untuk bangkit” Titah Birsha yang kini memandu para fae yang kini sudah berubah menjadi para peri kemurkaan itu menuju rumah para penduduk.

Pohon itu – miliai, secara berangsur – angsur mulai melapuk. Serpihan lapukan pohon itu bagai abu yang terbang terbawa angin menuju pusat Svarloka. Abu pelapukan pohon semakin banyak dan mulai mengepung Svarloka. Para penduduk yang bingung mulai sembunyi di bagian terdalam rumah mereka. Berlarian ke sana kemari di dalam rumah mencari tempat aman.

Para petinggi yang menyadari situasi genting ini bersiap. Anubis melepaskan semua anjing berkepala tiga miliknya yang bertugas memakan makhluk yang penuh akan dosa. Horus bersiap dengan tombak andalannya, Osirir meminta pada isis – istrinya untuk sebisa mungkin menetralkan udara sekitar Svarloa. Mereka semua pergi menuju pusat Svarloka. Thot dan Bastet di tugaskan oleh Osiris untuk membuat jalur evaluasi bagi para warga. Sedangkan Seth menelusuri asal dari keributan ini.

Sesampainya di pusat Svarloka, mereka di sapa dengan para werewolf yang sudah siaga di tengah tebalnya abu yang semakin memudarkan pandangan. Yang mengherankan, sekumpulan itu di pimpin oleh Luna mereka.

“Dimana Alpa kalian?” Tanya horus kepada sang Luna.

Sang Luna menunduk, tanda memberi hormat kepada si putra sulung. Aura dominasinya sangat terasa, wajar serigala wanita satu ini di angkat menjadi luna mereka “Alpa kami bersama para sigma mencari sumber dari asap abu ini,” Laporan yang di berikan sempat membuat mereka terkejut. “Bahkan para sigma ikut bekerja sama ?”Tanya Horus. Luna itu mengangguk.

“Kami juga sudah membagi beberapa beta kami untuk - -”

AAAAWWUUUU

Sebuah lolongan terdengan. Seekor serigala beta berlari tergesega – gesa.

“PARA FAE. MEREKA. INI ULAH MEREKA” Semakin dekat serigala itu berlari. Mereka menyadari ekor dari serigala itu terbakar.

“SEMUANYA LAR--”

WUZZZZZ

Belum selesai kalimatnya terucap. Api yang membakar ekor beta itu dengan capat menyambar dan mebakar seluruh tubuhnya hingga hanya tersisa abu. Perlahan, percikan – percikan api mulai terlihat. Rumah para penduduk terbakar, warga berlarian kesana kemari. Bahkan, dewi Nut turun dari langit meliaht semua kekacauan ini.

“FOKUS PADA EVAKUASI WARGA. PRIORITASKAN YANG BISA DI SELAMATKAN” Teriak Osiris segera memberi perintah. Mereka semua langsung menjalankan tugas.

Isis berlari kedalam hutan untuk mencari pohon terbesar untuk mebantunya menetralkan udara Svarloka.

“Ayah, para fae itu terlihat berbeda” Lapor Anubis dengan kemampuan observasi tingginya.

Horus sibuk mebantu warga keluar dari rumahnya. Tak perduli kulit tangannya hangus karena menahan potongan dari reruntuhan rumah. Para werewolf omega memandu untuk menuju jalur evaluasi dari signal Thoth sedangan pata Beta menghanglai jalan erinyes.

“Mereka bukan lagi para fae. Jangan ragu, habisi mereka!” perintah Osiris yang sedang membantu Anubis mengeluarkan orang tua berang – berang kembar yang tertindih runtuhan pelapon rumah. Anubis dengan sangat putus asa berusaha mengeluarkan mereka. Ibu berang – berang meraih tangan Anubis, ia menggelengkan kepalanya. Jujur, itu rasa sakit yang sangat maat dalam yang pernah Anubis dapatkan. Ia memejamkan matanya dan menarik napas dalam.

“Nu, bawa merka terlebih dahulu. Sisanya serahkan pada ayah” Anubis menunduk dalam. Tidak, ia tidak suka semua ini. Dengan terpaksa, Anubis segera menggendong kedua berang – berang kembar itu dari sana. Dengan rengekan dan rontaan, tanda mereka tidak mau terpisah dari orang tuanya.

Osiris tetap berusaha mengangkat runtuhan itu meski kulit tanganya sudah hampir mengelupas semua.

“Sudah, lah. Lagi pula suamiku sudah tidak merespon sama sekali” ibu berang – berang itu menoleh kesamping di mana suaminya sudah terkulai lemah.

-------

           Suasana sudah tidak segenting sebelumnya. Para warga berhasil di evakuasi walau ada beberapa yang tidak selamat. Tapi, setidaknya masih banyak warga yang selamat.

           Sang Luna berlari menghampiri Osisris “Lapor. Para fae berhasil di leyapkan” ia kembali berlari untuk mengontrol para koloninya.

           Perlahan, kabut abu sudah mulai pudar, bunga merah yang mebakar tempat singgah para wrga itu berhasil di padamkan. Mereka yang berjasa dalam misi penyelamatan ini berkumpul di tangah Svarloka. Merebahkan diri mereka. Udara sejuk mulai terasa. Osiris perlahan tersenyum. Istrinya berhasil.

           Lolongan sergala mulai terdengan dari dalam hutan menuju. Para werewolf bangkit dari kegiatan mengambil napas sejanak yang mereka lakukan. Sang luma mulai melolong dan di saut oleh werewolf lainnya. Lolongan dari dalam hutan semakin terdengar dekat. Terkena musibah setelah bulan purnama berlalu sangatlah menguras banyak tenaga bagi para werewolf. Rasanya ingin cepat – capat istirahat dan bertemu pasangan masing – masing.

           Semakin terdengar dekat suara lolongan itu, sang luna berjalan kearah hutan.

           “LARI” terdengar teriakan dari dalam hutan.

           “Paman ?” Horus yang sangat akrab dengan suara itu segera berlari menghampiri.

           “LARI HORUS!” Perintah itu sontak membuat badannya terdiam kaku. Seth keluar dari dalam hutan dengan tubuh yang sudah tidak karuan. Darah menghiasi seluruh tubuhnya. Kaki kiri yang terseret kerena bengkok kesmping, kedua kelopak mata yang tertutup dengan darah yang mengalir deras bak menangis.

           Langkahnya semakin lama semakin melambat. Tangan kanan yang sudah entah dimana dan tangan kiri yang memegang potongan kepala-

           “OSIRIS, MEREKA MENGAMBIL BADAN ISIS”

           Setelah teriakan itu. Terdengar geraman dan suara hentakan kaki yang sangat besar dari dalam hutan. Terlihat bayangn – bayang makhluk besar yang keluar dari dalam hutan. Sementara itu, Seth yang sudah merasa di ambang nyawa merasa hanya tersisa satu tenaga lagi saja yang tersia pada tubuhnya. Percuma untuk terus berjalan.

           Ia, memilih menggunkan tenaga terakhirnya untuk melempar kepala Isis yang di tangkap telak oleh Horus.

           Grek

           Para makhluk besar yang keluar itu menginjak tubuh Seth bagai menginjak kumbang. Horus yang sudak tidak lagi menahan emosinya berlari membawa tombak di tangan kanan yang ia angkat tinggi. Tinggal beberapa langkah lagi hingga.

           Bugh

           Horus terpental. Karena Luna para werewolf menubruk dirinya hingga terpental kesamping. Ia paling tidak suka jika ada yang menghalanginya. Tapi, saat melihat kondisi Luna itu yang kini juga terbaring di sampingnya dengan kondisi parah Horus terkejut. Ia menatap tajam para giants.

           The giants tersenyum. Mereka mengeluarkan jasad para alpa dan sigma yang mengeras kaku. Di jadikannya oleh mereka bagai tongkat kasti. Para werewolf melolong dan mulai menyerang. Semua kondisi kembali kacau, hancur, berantakan, darah menggenang dimana – mana. Mereka semua bergantian menyerang para giants.

Nihil. Tak ada hasil apapu. Yang ada hanyalah bagian tubuh merka yang kini tidak biaa mereka gerakan. Tubuh mereka yang mulai mengucurkan darah disana sini membuat tenaga mereka ikut mengalir bersama darah yang keluar. Mereka bukannya pasrah, tapi sungguh tidak ada kekuatan lagi. Kini tubuh mereka yang di jadikan mainan oleh para giant hanya bias terkilau lemah. Di jadikan lempar tangkap, di banting, di pelintir. Sampai yang tersisa kini hanyalah bagian dari remahan tubuh mereka. Bahkan, mata kanan Osiris dijadikan bak cemilah oleh salah satu giant.

           “Ini sudah hampir petang lagi. Tapi mereka belum ada kabar. Aku kan menyusul” Ujar Anubis. Tapi, Thoth menghentikannya – lagi.

           “Siapa yang akan menjaga mereka disini, bodoh” Bastet menoyor pelan kepala Anibis.

           Mereka yang di tempat evakuasi sangatlah diam. Tapi bukan dalam artian ‘tenang’. Peristiwa yang sangat mendadak terjadi itu membuat bereka syok. Terutama para anak – anak. Si kamebar berang – berang yang masih menangis sampai saat ini di tenangan oleh Lorry.

           Kesunyian yang tercipta perlahan hilang saat suara dentuman langkah kaki terdengar. Semua arah pandangan beralih menuju arah dentuman besar itu. The giants berjalan menuju mereka. Anubis sangat geram saat menyadari salah satu dari makhluk besar itu membawa tombak milik kakaknya.

           Sayang, langkahnya untuk menghabisi the giants di hentikan oleh thoth.

“Ingat kata bastet. Lebih baik kita segera membantu mereka untuk segera pergi dari sini” Thoth menahan tangan Anubis.

           “Kalian pergi saja. Aku akan mehan mereka” Dengan sifat keras kepalanya, Anubis berusaha melepaskan cengkraman tangan thoth.

           Perdebatan itu terjadi sampai – sampai mereka melupakan para makhluk besar itu yang sudah semakin mendekat. Bastet berusaha mebantu thoth yang membujuk Anubis. “Nu, peranan kamu setelah semua ini selesai itu lebih penting”

           Para warga mulai gelisah dan panik. Sampai. Lorry, satu satunya faun di antara merka itu berdiri, semua atensi teralih kepadanya. Ia berjalan maju menuju gerombolan giants itu. Salah satu dari giant itu menarik sebelah bibirnya.

           “Terima kasih telah mebebaskan kami. Chronos, ayah dari sang terkuat Uranus. Telah tiada” Semua pasanga mata yang menatapnya terkejut. Lorry membalikan badan, melihat semua warga yang mentap ke dirinya seakan berteriak

‘INI SALAHMU’

‘DASAR PEMBUNUH’

‘CEPAT MATI, PENGGANGGU’

Giant itu melangkah semakin mendekat dan mencengkram badan Lorry dengan satu tangannya. Lorry memberontak merasakan badanya semakin remuk. Kalung berbentuk taring yang ia gunakan pun perlahan mulai menusuk dirinya dan mengeluarkan cairan hitam.

           Bumi seketika bergetar, seiring bertambahnya menit getaran itu juga semakin bertambah dahsyat. Tanah yang di jadikan tempat berpijaknya para giants mulai semakin rapuh dan seketika runtuh dengan cepat menjadi jurang yang sangat dahsyat. Angin kencang bertiup, bahakan melebihi badai. Semua para penduduk Svarloka mendadak di serang dengan rasa pusing yang sangat menyiksa. Satu persatu dari mereka mulai tumbang. Bahkan Anubis pun pingsan bersama yang lainnya.

           “Anubis, bangun. Nu!!” Merasa tubuhnya terguncang Anubis perlahan mulai membuka matanya. Mengerjapkan mata beberapa kali guna menyesuaikan pencahayaan yang mulai memasuki retinanya.

           Thoth, wajah yang pertama yang ia lihat ketika terbangun. dengan alir muka yang terlihat panik dan darah menghiasi wajahnya.

           “Lorry….” Baru mengucapkan sepatah kata, Thoht langsung mendekapnya erat.

           Thoht mencengkram bahu Anubis dan mentapnya tajam. “Semuanya sudah selasai. Sekarang waktunya kau menyelesaikan semua ini” Meyakinkan agar si putra bungsu harus tetap tegar dan melanjutkan tugasnya.

           Anubis menutup mata dan menarik napasnya dalam. Perlahan ia bangkit berdiri, melihat keadaan sekitarnya mebuat hatinya seakan tersayat buluh tak kasat mata. Ia berjalan ke arah jurang tempat para giants dan Lorry terjatuh. Di ambilnya sebuat batu kecil dan ia lemparkan ke dalamnya. 5 menit berlalu, bunyi benda terjatuh tidak tedengar sedikit pun.

           Anubis menatap langit yang terik itu dengat tatapan kosong. Sayap besar yang dihiasi dengan bulu hitam legam layaknya gagak itu tumbuh dan mengepak dengan gagah membuat sang pemilik tubuh terbang ke angkasa. Ia mulai menutup mata dan secara perlahan merentangkan tangannya. Awan kelabu dari berbagai penjuru mulai berkumpul menciptakan dunia yang gelap gulita. Para makhluk Svarloka yang terbaring tak berdaya satu persatu melawan hukum gravitasi. Mereka semua terbang di udara bersama Anubis terkecuali Toth.

           Tubuh para penduduk mulai bergerak. Secara bergantian mereka mulai tersadar. Osiris, Horus dan yang lainnya pun mulai tersadar. Tubuh mereka mulai memulih darah yang membalut tubuh mereka seakan terserap kembali melalui pori – pori kulit.

 

           Mereka semua sudah kembali berpijak pada tanah. Bercengkrama dan saling memeluk satu sama lain. Menyalurkan rasa cemas, gelisah, dan sedih yang menghantui mereka. Osiris yang bertemu kembali dengan istrinya dengan keadaan tubuh yang utuh hanya bisa menunduk. Salah satu matanya yang di jadikan cemilan oleh Giants tidak bias pulih kembali. Rasanya sangat tak pantas bagi pemimpin tempat suci memiliki kecacatan fatal.

           Isis menghampiri suaminya, menangkup wajah yang terlihat amat sedu itu. “Tidak apa, kau tetaplah pemimpin kami. Apapun itu kekurangannya.” Osiris mengelus tangan yang mengahangatkan wajahnya itu. Ia mengecup telapak kanan istrinya itu dan menggeleng.

           Sang pimpinan Svarloka itu kembali menegapkan tubuhnya, memancarkan aura kepemimpinan yang melekat pada darahnya. Ia berjalan menghampiri Thoth, menepuk pundak sang tangan kanannya itu.

           Osiris melepas mahkota yang di pakainya. Bertumpu menggunakan sebelah lututnya dengan tatapan mata tepat ke arah iris kelabu Thoth. “Tidak mungkin aku yang cacat dan hanya dapat melihat dengan satu mata ini dapat menjaga ratusan orang – orang baik hati. Untuk menjaga diriku sendiri saja aku tidak yakin mampu” Ujar Osiris.

           Thoth yang mendengar itu mebelalakan matanya. Ia bersujud sangat dalam di hadapan Osiris. Di rasakan kepalanya menopang sesuatu benda seperti ring yang mengitari kepalanya. Ia mengangkat keapanya, Osiris sudah berdiri di hapannya “Pengikut setiaku. Bahkan, sudah ku anggap sebagai saudara sendiri. Kini. Thoth. Otak dari kita semua, dengan segala ide cerdasnya, ia akan memimpin Svarloka menggantikan aku” Teriak Osiris dengan tegas dan lantang. Sorakan mulai terdengar dari para pednduduk Svarloka. Teriakan kemenangan disusul dengan penghormatan kepada Thoth yang di pimpin oleh sang jendral perang, Horus. Mereka semua bertekuk lutut dengan senyuman indah yang terpatri di ranum mereka.

           ------------

           “Halo, paman. Bagaimana kayu – kayu hari ini ?” Tanya salah satu berang – berang kembar kepada paman pemahat peti mati untuk para mumi di semayamkan.

           “ Akhir – akhir ini kurang bagus. Kalian mau minuman? istriku membuat es serut. Masuklah ke rumah” Ujar paman itu dan masuk kedalam rumahnya.

           “Kalau dipikir - pikir ini tidak adil bukan. Paman Osiris dipekerjakan sebagai pembuat peti mati utuk jasad para atasan hanya karena dia berdiri di hadapan paman Thoth saat penobatannya. Padahal paman Osiris yang mengajak semua warga untuk menghore – hore kannya.” Ujar salah satu berang – berang.

           Kebarannya merespon dengan kedua bahu terangkat “Entah. Aku ingin es serut bibi Isis kau mau tidak?” Dan mereka masuk kedalam gubuk tua yang terlihat kumuh itu.

TAMAT

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Misteri
Cerpen
Kemusnahan
godok
Novel
Ayah Dalam Kemelut 98
SATRIA SAMUDRA YOHANES
Cerpen
Bronze
Dua Sisi LainNya
godok
Novel
TIRAKAT
Mohamad Johan
Novel
Gold
KKPK Misteri Cermin Pengisap
Mizan Publishing
Cerpen
Bronze
Runtuhnya Ilmu Kualat
brobin
Skrip Film
INVESTIGATION OF LIARS
Safinatun naja
Flash
Petunjuk
Miss Rain
Cerpen
Bronze
Pesugihan
Iena_Mansur
Cerpen
Bronze
(Pintu) Surga Ada di Bawah Pohon Bambu
hyu
Flash
Menunggu
Ratna Dewi
Novel
Rawa Pasir
Ahmalia Azmi
Cerpen
Bronze
UTI PUTRI & BANJIR YANG MENENGGELAMKAN IBUKOTA
Sri Wintala Achmad
Novel
Bronze
Hitam Putih Wanasaba
Wulansaf
Novel
Bisakah Kita Melewatkan Perjumpaan
efde
Rekomendasi
Cerpen
Kemusnahan
godok
Cerpen
Bronze
Dua Sisi LainNya
godok
Cerpen
Bronze
Figure Skating
godok
Cerpen
Bronze
Tuan Kutukan dan Warisan Terakhir
godok
Flash
Candala
godok
Novel
HORNA
godok