Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Arifin Shuji sudah menghilang selama sepuluh hari. Istrinya melapor kepada polisi setempat setelah ia menunggu selama dua puluh empat jam. Di tempat SPKT[1] dia menangis tersedu-sedu, "Pak, tolong cari suami saya ...." omongannya terhenti karena tidak kuat menahan air mata.
Kekhawatiran istrinya itu sangat berdasar. Akhir-akhir ini, di kota itu, tengah terjadi kasus kematian beruntun yang menimpa penulis. Sudah ada lima orang yang meninggal. Belum ada kejelasan pasti dari pihak kepolisian. Kepolisian menduga bahwa ke lima orang itu bunuh diri. Namun, masyarakat berasumsi bahwa kematian itu adalah kasus pembunuhan beruntun.
"Terakhir suami saya pamit mengantarkan naskah yang baru diselesaikannya ke penetbit lokal, Pak. Namun, sampai sekarang dia tidak kunjung pulang. Saat bepergian, suami saya selalu menggunakan kendaraan umum. Saya semakin khawatir, karena ponselnya tidak bisa dihubungi," terang sang istri setelah merasa tenang. Matanya masih merah dan dia menyekanya sisa tangis dari sudut matanya yang lentik itu dengan tisu.
Atas laporan itu dan juga desas-desus yang beredar di masyarakat, pihak kepolisian langsung menindak lanjuti kasus ini dengan serius—tidak ada yang bilang bahwa institusi polisi itu takut kehilangan muka, ya. Kapolres setempat, AKBP Irwandi, menyuruh bahawannya untuk menyewa seorang detektif swasta secara diam-di...