Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Bang Juna akan berangkat sift malam. Lelaki itu sedang sibuk mengenakan seragam kebanggannya. Sedangkan istrinya, Nia, sibuk di dapur menyiapkan perbekalan. Nia memasak sambal ikan tongkol dan berlanjut menggoreng tahu isi yang sehari sebelumnya ia simpan di dalam lemari es. Wangi makanan yang sudah matang tercium hidung Bang Juna yang membuatnya semangat berangkat kerja.
“Beruntungnya abang ini. Punya istri yang rajin masak dan masakannya pun selalu enak. Tengah malam sampai pagi tidak akan kelaparan.” Senyum Bang Juna mengembang sambil tangannya memeluk sang istri yang sedang menata perbekalan.
“Abang bisa aja.” Balas Nia malu – malu. Kotak bekal ditutup rapat dan Bang Juna segera memasukkan bekal itu ke dalam tas ranselnya. Nia kemudian mencium kedua pipi Bang Juna dan menyalami tangan suaminya itu. Bang Juna membalas dengan memeluk erat dan mengecup ubun – ubun istrinya. Lalu, Nia pun menutup pintu dan menguncinya setelah Bang Juna pergi dengan motor kreditnya.
Di dalam rumah, Nia merasa bebas. Setelah dua hari lamanya ia gelisah menahan rindu, akhirnya jadwal yang ditunggu- tunggu datang juga. Kalau Bang Juna sedang di rumah, rasanya lama sekali akan datang hari yang dinanti. Apalagi jadwal sift malam Bang Juna sering berubah – ubah. Yang paling membuatnya menderita, ketika suatu kali Bang Juna kebagian sift siang selama satu bulan. Nia rasanya ingin menjerit keras karena tak bisa berjumpa dengan lelaki istimewanya. Satu bulan yang terasa seperti sepuluh tahun lamanya. Nia hanya bisa menangis di kamar mandi sambil menyamarkan suara isakannya dibalik air keran yang mengalir deras.
Kekasih tengah malam akan segera datang. Hanya tinggal beberapa jam lagi. Nia bisa menghabiskan waktu bersama lelaki istimewanya sepanjang malam hingga pagi hari, tepat sebelum suaminya pulang. Ia akan mengisi hati dengan momen – momen indah percintaan bersama lelaki istimewa, untuk kembali beraktivitas sebagai istri kesayangan di siang hari. Tanpa momen indah bersama kekasih tengah malam, rasanya ada yang hilang saat menjalani hari – hari.
Nia mandi sambil bernyanyi. Sesuatu yang jarang dilakukannya jika ada Bang Juna. Karena nyanyian merdunya hanya untuk menyambut kekasih tengah malamnya saja. Juga kegiatan mandinya yang tidak sekadarnya. Dan berpakaian indah melebihi saat bersama Bang Juna. Hanya untuk sang lelaki istimewa. Bang Juna tidak boleh diperlakukan sama.
Seperti suatu kali saat suaminya meminta Nia mengenakan gaun khusus untuk kekasih tengah malam. Nia menangis sepanjang siang, menyesali pengkhianatan yang tidak sengaja dilakukannya. Padahal gaun itu sudah disimpan dilipatan paling bawah dan bagian lemari paling pojok. Tapi, dasar Bang Juna suka memeriksa barang – barang istrinya, maka didapatlah olehnya gaun indah itu yang kemudian Bang Juna minta dengan mata berbinar untuk Nia kenakan dalam ritual sebelum mereka bertempur di ranjang.
Setelah hari itu, Nia lebih berhati – hati. Bagaimanapun caranya, Bang Juna tidak boleh tahu tentang barang – barang khusus miliknya dan sang kekasih tengah malam. Hingga malam ini, suaminya tidak pernah lagi memeriksa gaun – gaunnya dan meminta hal macam – macam. Nia pun lega karenanya. Kesibukan Bang Juna membuat lelaki itu tidak lagi rutin melakukan inspeksi pada barang – barang sang istri.
Selesai mandi, Nia berdandan secantik mungkin. Senyumnya yang tersungging bersama polesan lipstik merah muda terlihat merona bahagia di depan cermin rias kesayangannya. Kekasih tengah malam tidak mungkin kecewa. Lelaki itu selalu puas dan bahagia. Nia tidak perlu berpura – pura di hadapannya. Nia adalah dirinya sendiri dan sepenuh hati menikmati waktu singkat mereka.
Dua tahun yang lalu, sebelum ayahnya memaksakan perjodohan yang sangat dibencinya, Nia harus menangis pilu karena kehilangan tunangannya. Kecelakaan tragis itu merenggut nyawa sang calon suami dengan sangat sadis. Nia yang baru saja akan bahagia karena dicintai lelaki baik hati, harus menelan pil pahit kehilangan untuk selamanya. Sang tunangan meninggal saat akan menuju rumah Nia. Pertemuan yang dinantikan wanita itu berubah menjadi duka yang tak pernah diduga – duga.
Belum genap setengah tahun kepergian sang calon suami, ayah Nia yang pemarah dan ringan tangan tanpa bertanya langsung saja memutuskan Nia akan menikah dengan anak teman baiknya. Nia tentu sangat terkejut dan berusaha keras menolak. Namun, lelaki yang dipanggilnya ayah itu tidak bisa dibantah. Apalagi ada keluarga besar yang siap membela lelaki itu dengan dalil agama. Nia tidak punya suara. Ia hanya seonggok wanita yang harus menurut. Taat adalah harga mati. Dan menikahlah Nia dua bulan kemudian dengan Bang Juna yang sangat dibencinya.
Di awal – awal pernikahan, Nia setengah mati menahan rasa benci. Karena suaminya cukup mengerti dengan kesedihan yang Nia alami, dan tidak memaksa untuk segera dicintai. Ibu juga berpesan pada Nia agar pelan – pelan membuka hati. Meski saat itu Nia belum rela menjadi istri secara paksa, tapi lewati saja keadaannya. Karena ibu juga dulunya dipaksa menikahi ayah Nia tanpa pernah ditanya kesediaannya.
Nia tahu ibu tidak pernah bahagia. Begitu juga dengan anak – anak perempuannya. Nia dan saudari – saudarinya adalah korban kekerasan sang ayah. Lelaki itu kecewa karena sang istri tidak bisa memberi anak lelaki. Dan kekerasan yang Nia juga saudari – saudarinya alami, membentuk mereka tumbuh menjadi wanita yang tidak bahagia dan hilang kepercayaan diri. Beruntung, saudari – saudari Nia dinikahi lelaki pilihan mereka. Dan beruntungnya lagi, pernikahan mereka terlihat penuh cinta.
Nia menepis pikiran meratapi nasibnya. Setidaknya, Bang Juna tidak kasar seperti ayahnya. Nia mungkin akan jatuh cinta pada lelaki itu, kalau saja ia diberi waktu untuk berkenalan lebih dulu dan telah ikhlas melepas tunangannya yang mati mendadak. Selain itu, hanya sifat posesif Bang Juna saja yang membuatnya terkadang jengah. Dan perlakuan manis Bang Juna membuat Nia lebih santai menjalani hidup, juga lebih tenang tanpa tekanan. Namun begitu, ia masih belum bisa mencintai suaminya.
Bukan salah Bang Juna jika Nia tidak bisa mencintai. Nia menyadari kalau dirinyalah yang bermasalah karena enggan melepaskan masa lalu. Juga dendam lamanya pada sang ayah yang pemaksa dan telah membuatnya menderita. Hanya perjodohan Nia dan Bang Juna saja satu – satunya hal terbaik yang dilakukan ayahnya. Nia mendapat lelaki baik hati lagi, meski bukan pilihannya. Itu pun Nia harus berdamai dulu selama satu tahun lamanya, sebelum bisa menerima kehadiran Bang Juna seutuhnya. Syukurnya, Bang Juna dengan tabah menunggu tanpa protes sedikitpun.
Nia tidak tahu kapan hubungannya dengan sang lelaki istimewa akan berakhir. Kemungkinannya sangat kecil suaminya akan tahu tentang kekasih tengah malamnya. Apalagi Nia pandai bersandiwara. Ia bisa berpura – pura menikmati dan bahagia ketika sedang bersama Bang Juna. Sementara di dalam hatinya kosong dan hanya melanjutkan hidup saja. Lelaki istimewa menjadi satu – satunya alasan Nia masih bertahan dan ingin hidup lebih lama.
Jam dinding menunjukkan pukul dua belas malam kurang lima menit. Nia merasakan debaran jantung kasmaran dan hasrat tiada tertahankan. Lelaki istimewanya akan datang, ia sudah dekat. Nia perlahan bangkit meninggalkan meja riasnya dengan anggun untuk segera menyambut kekasih tengah malam yang sudah menunggu di balik pintu kamar. Sang tunangan yang tampan juga lembut perkataan, hidup dalam pikiran Nia dan berjalan masuk ke dalam kamar untuk memeluk wanita kesepian menuju mimpi indah di malam lengang.