Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Self Improvement
Kehilangan Diri
0
Suka
452
Dibaca

Kehilangan Diri

Pecahan kaca tersebar di sekitar mejanya. Tubuhnya bergetar memeluk lututnya sendiri, menundukkan kepalanya yang terus memutar suara orang-orang seperti kaset yang rusak. “Tidak,” dia kembali bergetar membayangkan keadaan tubuhnya pada saat itu. “Kamu adalah barang rusak Kat,” suara itu, terus mengerayangi tubuhnya seolah ada yang mendekapnya erat, menenggelamkan dirinya ke dalam lautan tak berdasar. Tubuhnya kalah, Katya kembali menarik jiwanya untuk beristirahat sejenak.

Katya melangkahkan kakinya ke dalam ruang kelas yang belum berpenghuni. Ini adalah harinya yang ke lima sebagai murid baru di sekolah ini. Dia menyandarkan kepalanya di meja sembari mendengarkan lagu yang dia dengarkan dari earphone pemberian kakaknya yang sedang bekerja di luar kota. Katya memejamkan matanya, menunggu suasana kelas menjadi ramai dengan sendirinya untuk membangunkan dirinya.

Kelas perlahan menjadi ramai, menjadi tempat bagi semua cerita yang belum sempat diceritakan kemarin. Katya membuka matanya, merasa terusik akan keributan yang ada di sekitarnya. Dia menolehkan kepalanya melihat teman sebangkunya yang kini tengah mempelajari materi yang akan dibahas hari ini. “Pagi Arya,” sapa Katya. Arya hanya mengangguk, merasa bahwa bukunya lebih penting dibanding membalas sapaan Katya barusan. Merasa tidak ditanggapi, Katya kembali melihat suasana kelas yang tengah bersorak gembira akan adanya kabar bahwa guru sedang tidak masuk hari ini.

“Arya, aku boleh bertanya?”

Arya menoleh menatapnya, “Apa?”

“Tentang pekerjaan kelompok di pelajaran bahasa Indonesia kemarin, aku boleh berkelompok denganmu?” Katya bertanya cemas, dia takut ditolak untuk kesekian kalinya.

“Bahasa Indonesia?

“Bahasa Indonesia? Boleh, bentar kutambahkan dalam grup obrolan,” jawab Arya yang kemudian mengembalikan fokusnya kepada buku yang dia baca sebelumnya .

Katya merasa sangat bersyukur akan hal ini, dia berulang kali mengucapkan terima kasih kepada Arya, walau hanya dibalas dengan anggukan singkat. Dia akan berusaha maksimal di tugas kelompok ini, supaya dia tidak diremehkan kembali di pekerjaan kelompok selanjutnya. Ditemani dengan kebahagiaan di hatinya, dia kembali menidurkan kepalanua di meja, jam kosong adalah waktu yang tepat untuk tidur, pikirnya.

Bel berbunyi. Mendatangkan bunyi sepatu yang saling bersahutan di koridor sekolah, berlomba-lomba untuk mencapai tempat parkir dan pulang dengan cepat. Katya berdiri setelah merapikan barangnya, dia menoleh sejenak kepada Arya, dia bimbang untuk mengucapkan salam perpisahan atau tidak. Ia menggelengkan kepalanya singkat, “Untuk hubungan yang lebih baik mari kita sapa dia,”

“Duluan Arya, sampai jumpa sebentar di Kafe Kreny,” Katya akhirnya mengeluarkan suaranya.

“Ya, sampai jumpa Katya,” Arya membalas sapaannya, bahkan dia tersenyum dan menatap matanya .

Katya mengangguk dan mulai berjalan meninggalkan ruang kelasnya untuk segera pulang. Arya masih menetap di ruang kelas itu, dia menatap handphone nya dengan tersenyum aneh dan kembali menatap pintu kelas yang baru saja dilalui oleh Katya. “Katya..... Katya....” dia menggumamkan nama tersebut sembari beranjak meninggalkan ruang kelas dengan memainkan handphone yang ada di tangannya.

Katya adalah orang pertama yang sampai di Kafe Kreny, tempat teman kelompoknya berjanji untuk mengerjakan tugas Bahasa Indonesia. Dia memesan minuman hangat untuk menemaninya menikmati cuaca dingin pada malam hari ini. Dia merasa menggunakan rok pendek adalah pilihan yang salah, karena sekarang dia merasa kedinginan, juga dengan bajunya yang hanya berlengan pendek.  Lonceng kafe berbunyi, menandakan adanya orang yang masuk, Katya menoleh, dia melihat Arya masuk bersama dengan Dirga, teman kelompoknya yang lain.

“Halo Katya, maaf lama menunggu, kami ada urusan bersama tadi,” sapa Dirga ramah dengan senyum di wajahnya. Arya langsung saja duduk di hadapan Katya dengan Dirga yang menyusul setelahnya. “Siti belum ada kabar?” tanya Dirga menanyakan kabar teman kelompoknya yang belum datang. Katya melihat handphone nya sejenak, dia menggeleng, “Belum ada.”

Arya sedari tadi hanya diam melihat Dirga dan Katya berbincang, membahas mengenai pengerjaan tugas kelompok mereka. Dia kembali memainkan handphone nya, dengan gerakan yang tidak disadari siapapun, dia menurunkan handphone nya ke bawah meja yang membatasi dirinya dan Katya. Dia tersenyum dengan aneh. Seakan mendapatkan kepuasan yang tidak bisa digambarkan oleh orang lain. Dia lalu menyimak kembali pembahasan antara Dirga dan Katya, seolah tidak terjadi apapun.

Keesokan harinya, Katya memasuki sekolah dengan berbagai tatapan yang diterimanya. Dia mengernyitkan dahinya, merasa bingung dengan situasi yang terjadi saat ini. Bisik -bisik terdengar, membicarakan tentang dirinya yang dikatakan ‘kotor’ oleh orang-orang di sekitar. Katya memasuki kelasnya, dengan situasi yang ternyata lebih parah dari sebelumnya. Mereka dengan terang-terangan menunjuki dirinya, memberikan pandangan menilai yang terkesan merendahkan dirinya. Katya hanya berharap akan ada satu orang yang menjelaskan mengenai situasi ini.

Siswi atas nama Katya Mardina, diharapkan ke ruang Kepala Sekilah sekarang.”

Pengeras suara milik sekilah bergetar menghadirkan suara Wakil Kepala Sekilah bagian Humas dari sekolahnya. Katya sangat terkejut ketika namanya diumumkan di pengeras suara sekolah untuk datang ke ruangan kepala sekolah. Dia lalu berlalu begitu saja, meninggalkan tas di mejanya sembari kelasnya yang makin riuh membahas tentang dirinya.

Layar-layar yang menampilkan situasi kelas juga setiap sudut sekolah menjadi pemandangan matanya saat ini. Di seberang meja yang cukup besar ini, ada Kepala Sekolah yang sedang menjawab telfon sembari melihat layar-layar tersebut. Beliau sudah selesai, memperbaiki posisi duduknya sejenak, lalu melihat ke arah Katya yang sangat gugup dari raut wajahnya.

“Katya. Apakah kamu tahu apa yang sedang orang bicarakan tentang kamu?” suara Kepala Sekolah, yang akhirnya memecahkan kondisi canggung tadi.

“Tidak Pak. Saya tidak tau, dan tidak ada orang yang bisa saya tanyakan tentang ini.,” ucap Katya sembari memainkan tangannya. Dia sangat ketakutan saat ini.

“Di grup angkatan kalian, yang mungkin kamu tidak bergabung di dalamnya, tersebar foto tidak pantas di mana objek dalam foto tersebut, adalah kamu Katya,” Kepala Sekolah memajukan handphone nya di meja agar Katya dapat melihar dengan jelas apa yang sedang dibicarakan.

Terjawab.

Pertanyaan yang ada di kepala Katya akhirnya terjawab.

“Tapi saya tidak pernah melakukan hal-hal seperti ini Pak,” ucap Katya melihat foto di mana bagian bawahnya terlihat ketika Dia sedang menggunakan rok pendek, “Lagipula untuk apa saya menyebarkan foto saya sendiri yang seperti ini?” Katya tidak habis pikir akan semua foto yang ada di layar kaca di hadapannya ini.

Kepala sekolah mengangguk, pelan. Ia menyatukan dua tangannya di atas meja yang memisahkan mereka lalu berkata, “Apakah kamu mencurigai seseorang di balik hal yang menimpa kamu?”

Katya terdiam. Dia berpikir, berusaha mengingat kembali apa saja yang dia lalui selama 1 minggu ini. “Ada Pak,” Katya mengangkat kepalanya, yakin, “Arya. Saya punya kecurigaan terhadap Dia,” Dia mengucapkan dengan nada yang lantang, seakan-akan lautan bahkan bisa runtuh mendengar nadanya tersebut.

Kepala Sekolah terdiam. Dia tidak menyangka akan nama itu yang akan disebutkan sebagai orang yang dicurigai. “Kamu yakin, dia orangnya? Saya dengar Arya adalah orang yang begitu pendiam, dan jarang berkumpul dengan teman-temannya.” ucap Kepala Sekolah mengeluarkan keraguannya.

“Saya yakin Pak, karena dalam satu minggu ini Saya sering bersama Dia untuk membahas tugas kelompok kami,” Katya berbicara dengan sedikit tergesa, merasa bahwa dia hendak dicurigai melakukan tuduhan tidak berdasar pada Arya. “Bapak bisa tanya pada Dirga, Dia merupakan salah satu teman kelompok saya yang lainnya.” tawar Katya, memberikan nama saksi baru untuk memperkuat argumennya.

Pengeras suara sekolah kembali mengeluarkan suaranya, memanggil nama Arya dan Dirga untuk segera beranjak menuju ruangan Kepala Sekolah. Mereka berdua memasuki ruangan Kepala Sekolah dengan raut wajah yang berbeda. Arya dengan tampang datarnya yang biasa, dan Dirga dengan tampang bingung yang tidak dapat disembunyikan.

“Ada apa Pak memanggil kami?” tanya Dirga, seusai sampai di depan meja Kepala Sekolah, di samping Katya.

“Saya sedang membicarakan kasus yang menyangkut Katya tadi, dan Dia menyebutkan nama kalian berdua bersangkutan dengan kasus ini,” ujar Kepala Sekolah menjelaskan secara singkat situasi yang terjadi.

Dirga menoleh sejenak ke arah Katya yang duduk terdiam dengan kepala tertunduk, “Keterlibatan apa Pak, kalau boleh tau?”

“Kalian berdua dalam seminggu ini sering bersama untuk mengerjakan tugas kerja kelompok, apakah benar?” tanya Kepala Sekolah menggerakkan matanya ke arah dua anak lelaki yang masih berdiri di depannya.

“Iya Pak benar, kami memiliki tugas kelompok bersama selama satu minggu ini,” ujar Dirga membenarkan pertanyaan dari Kepala Sekolah.

Arya hanya terus terdiam, sesekali melirik ke arah Katya yang masih menunduk menatap tautan tangannya. Namun, hanya Dia yang mengetahui ke arah mana pandangannya memandang ke arah Katya. Kepala Sekolah melihat pandangan Arya yang tidak biasa itu, Dia sepertinya mengerti tentang ucapan Katya tadi, yang mengatakan Dia mencurigai Arya. Bahkan dari tempat duduknya, Dia bisa merasakan tatapan yang tidak biasa dari Arya ke arah Katya.

“Katya dan Dirga silahkan keluar dari ruangan saya. Arya tetap di sini, saya mau bicara,” Kepala Sekolah mengintrupsi ketiganya untuk segera melaksanakan apa yang Dia katakan. Katya dan Dirga segera beranjak meninggalkan ruangan Kepala Sekolah, menyisakan Arya dan Kepala Sekolah di ruangan itu.

Katya berjalan lurus ke arah kelasnya dengan pandangan kosong. Dia tidak menyangka akan mendapat perlakuan seperti ini, satu minggu setelah Dia baru saja masuk ke sekolah ini. Perkataan orang-orang di sekitarnya yang tadi hanya sekadar bisikan semakin menjadi, menembus pikiran terdalam mengganggu pikiran positif yang sedang berusaha untuk menekan bisikan jahat tersebut.

Arya mengaku, Dia adalah pelaku dari kejadian yang menimpa Katya dalam beberapa hari ini. Namun wajahnya tidak merasa bersalah sama sekali. Dia tetap memasang tampang datar, bahkan dengan nada bicara yang tenang Dia menjawab semua pertanyaan dari Kepala Sekolah dengan ekspresinya yang kadang berubah seakan menertawakan sesuatu yang lucu di pikirannya. Kepala Sekolah merasa aneh dengan siswanya yang satu ini, maka Dia diberikan hukuman skors selama satu minggu, dan Kepala Sekolah melakukan klarifikasi mengenai kasus Katya di depan para siswa yang dikumpulkan dalam satu ruangan.

Katya harusnya lega dengan semua kebijakan yang telah diberikan oleh Kepala Sekolah. Namun, pikiran positif yang ada di kepalanya sudah dilahap habis oleh perkataan orang-orang di sekitarnya, bukan Dia yang salah di sini, tapi Dia yang masih saja disudutkan hingga hari ini.

“Coba saja kalau Dia tidak menggunakan pakaian yang pendek, Laki-laki itu pasti juga tidak akan menyebarkan foto seperti itu”

“Mungkin memang Dia saja yang sengaja untuk memamerkan dirinya sendiri”

Haha. Katya hanya bisa tertawa miris. Dia adalah korban di sini, Dia tidak tahu kalau dengan menggunakan pakaian yang biasanya Dia gunakan sehari-hari, bisa dijadikan bahan pelecehan terhadap dirinya seperti ini. Dia semakin menunduk setiap harinya, dan ketika Arya kembali memasuki sekolah, tubuhnya bergetar seakan merespon hal-hal yang dia hadapi selama ini diakibatkan oleh orang tersebut.

Dia melangkah masuk ke dalam rumah yang sepi seperti biasanya. Menggunakan baju berlengan panjang, celana yang panjang, dan rambut yang diurai, Katya memasukkan makanan yang tersedia di hadapannya. Mengunyah makanannya dengan pelan, merasakan rasa makanan yang hanya terasa hambar di lidahnya. Televisi di depannya menayangkan kartun, namun seperti hanya Katya yang ditonton sejak tadi oleh televisi tersebut.

Dia memasuki kamarnya, ruangan pribadi miliknya, ruangan di mana Katya menjadi dirinya sendiri. Dia menulis di jurnalnya, hal apa saja yang dia lalui hari ini. Namun tulisannya hanya seperti memindahkan tulisan di hari kemarin. Sama dan tidak ada yang berubah. Dia turun mengambil air minum untuk menemani dirinya malam ini di kamarnya untuk mengerjakan tugasnya.

Pecahan kaca tersebar di sekitar mejanya. Tubuhnya bergetar memeluk lututnya sendiri, menundukkan kepalanya yang terus memutar suara orang-orang seperti kaset yang rusak. “Tidak,” dia kembali bergetar membayangkan keadaan tubuhnya pada saat itu. “Kamu adalah barang rusak Kat,” suara itu, terus mengerayangi tubuhnya seolah ada yang mendekapnya erat, menenggelamkan dirinya ke dalam lautan tak berdasar. Tubuhnya kalah, Katya kembali menarik jiwanya untuk beristirahat sejenak.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Self Improvement
Cerpen
Kehilangan Diri
Fata Raya
Flash
Kesunyian mawar merah
sk_26
Cerpen
Bronze
Akshara
Riyan Iyan
Cerpen
Senyum Syukur
Adam Nazar Yasin
Cerpen
Bronze
Bunga Busuk yang Mekar di Bibirmu
Titin Widyawati
Cerpen
Bantu Aku Mengeja "Tuhan"
dari Lalu
Flash
Menikmati Takdir
Husein AM.
Flash
Bronze
Sang Penulis
AndikaP
Cerpen
Bronze
Memahami
Daud Farma
Novel
Kamus Keluarga Gatotkaca
saachii
Cerpen
Hadiah Dari Nirwana
Sucayono
Cerpen
Kisah Simsim yang Pemarah
Lia
Cerpen
Bronze
(this pain wouldn't be for) EVERMORE
Firlia Prames Widari
Cerpen
Bronze
Pendakian yang Tak Terlihat
SILVIA INDONESIA
Novel
Skenario Tuhan (Gadis 12 Kali Operasi)
Mega Kembar
Rekomendasi
Cerpen
Kehilangan Diri
Fata Raya
Cerpen
Penyebab
Fata Raya