Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Slice of Life
Kado Terindah untuk Nesya
3
Suka
66
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Rio melangkah perlahan ke tempat tidur yang dihuni adik kesayangannya. Ia menatap wajah lugu, tanpa dosa yang tengah terlelap. Rio menitikan air mata seraya mengusap kening adik kesayangannya itu perlahan. “Mimpi indah Cha, kakak bakalan tetep di sini buat jagain kamu.” Ucap Rio lirih. Ia menggenggam tangan Nesya, sembari mengelus-eluskan tangan sang adik yang tengah terbaring lemah tak berdaya. Sementara itu, di tengah keterlelapannya Nesya bermimpi buruk. Ia bermimpi bahwa dirinya akan meninggalakan Rio dan kedua orang tuanya yang kini tengah jauh. Sungguh mimpi itu membuat Nesya begitu panik, hingga berteriak dengan begitu histerisnya. “Nggak, Nesya nggak mau pergi kak. Kakak, jangan lepas Nesya kak. Kakak. !” Teriak Nesya tanpa membuka kedua kelopak mata indahnya. Teriakan itu membangunkan Rio dari keterlelapannya, ia begitu panik melihat kondisi adik satu-satunya itu. “Cha, kamu kenapa Cha? Cha bangun.....!” Rio menggerak-gerakkan sebelah lengan Nesya, berharap Nesya segera tersadar. Namun suhu tubuh Nesya yang saat itu begitu tinggi membuat Rio bertambah panik. Ia terus berusaha membangunkan adik semata wayangnya itu. Rio sadar semenjak ia menjadi pelajar SMA, Ia kini sudah mulai menjauh dari adiknya. Bahkan Ia kini sering menghabiskan waktunya bersama teman-teman sebayanya. Hal itu yang membuat Rio begitu merasa bersalah pada Nesya kecil yang kini tengah terbaring lemah.

Namun tiba-tiba, Nesya perlahan mulai membuka kelopak matanya “Kakak, Nesya takut kak. Kakak jangan tinggalin Nesya! Hiks..hiks.” Nesya tak dapat menahan bendungan air matanya. “Iya, kakak di sini Cha. Kakak nggak akan pernah ninggalin kamu, kakak janji.” Ucap Rio sambil merangkul Nesya. “Ya udah, sekarang kamu tidur lagi ya, kakak nggak bakal ke mana-mana Cha. Kakak bakal tetep jagain kamu.” Rio kembali mencoba menenangkan Nesya. “Em’ee Nesya tidur dulu ya kak, kakak jangan pergi!” ucap Nesya penuh permohonan. “Iya, tidur dulu ya Cha.” Balas Rio sambil tersenyum menghantarkan Nesya agar cepat terlelap. Keesokan harinya, Nesya terbangun kemudian langsung ke kamar mandi. Tak lama kemudian ia berteriak dengan suara yang begitu lantang. “Kakak....hhhh...kakak....kakak.” Rio langsung terlonjak dari tempat tidurnya kemudian segera menuju ke sumber suara. Rio begitu panik dan hancur menyaksikan kondisi sang adik yang berlumuran darah. Darah yang terus mengalir dari mulut dan telinga. Rambut yang sudah mulai berguguran sekepal demi sekepal tangan, hingga hampir tak tersisakan. Rio langsung mendekap Nesya erat-erat. Nesya terisak dengan begitu histeris namun di tengah ketidakberdayaannya. Nesya terus bertanya pada Rio “Kak,Nesya kenapa? Nesya pus....” Belum saja kalimat itu terselesaikan, tubuh Nesya sudah hampir tumbang. Bersyukur kala itu ia tengah berada dalam dekapan sang kakak. “Cha, Cha bangun....!! Nesya, kakak sayang sama kamu. Bangun Cha..” Rio begitu terkejut, namun ia tak hanya tinggal diam menyaksikan sang adik yang tengah rapuh, ia segera membopong tubuh Nesya yang lemah ke dalam mobil lalu membawanya ke Rumah sakit. Rio begitu sadar bahwa besok adalah hari ulang tahun Nesya yang ke empat belas, dan Rio juga tahu betul keinginan terakhir Nesya adalah bersatu kembali dengan sang ayah yang lama menghilang dan ia juga ingin sekali sang ibu tak lagi berpergian ke mana pun seperti saat ini. Saat terakhir ia kan menjemput maut. Nesya begitu ingin keluarga yang utuh, sama halnya dengan Rio. Rio juga berharap keluarganya tak lagi terpecah belah seperti ini. Bahkan ia sendiri tak yakin sang ayah yang telah lama meninggalkannya masih ingat dengan wajahnya. Sebab Rio begitu ingat di saat usianya menginjak sembilan tahun sang ayah pergi meninggalkanya dengan kondisi Ibunya yang saat itu tengah mengandung Nesya. Ibu Rio begitu terpuruk dengan hal itu hingga sempat mengalami pendarahan hebat, namun bersyukur Nesya dapat terselamatkan. Jika mengingat hal itu, Rio pasti akan begitu geram dan terkadang menyesal terlahir sebagai anak seorang laki-laki yang seperti itu. Namun Rio hanya bisa menerima hal itu. Ia dan Nesya juga harus menerima kenyataan, bahwa semenjak kejadian itu sang ibu sudah sangat jarang sekali berada di rumah, karena lebih banyak menghabiskan waktu utuk bekerja dan bekerja. Rio mengerti Ibunya berkerja untuk dirinya dan Nesya. Namun Rio merasa hal ini tak adil, bagaimana tidak. Rio dan Nesya kecil harus rela di tinggal pergi sang ibu berhari-hari selama hampir delapan tahun setelah kepergian sang ayah. Beruntung Rio tetap tegar dan menjadi anak yang berprestasi di sekolahnya. Beberapa kali mengikuti lomba bernyanyi dan mendapat juara umum di sekolah tentu saja harusnya menjadi suatu kebanggaan untuk setiap anak. Namun tak begitu dengan Rio, sebab hanya ia dan Nesya yang tahu tentang prestasi itu sementara kedua orang tua yang harusnya memberi motivasi dan penghargaan terhadap anaknya sama sekali tak melakukan hal itu. Rio terus merenung, hingga dokter datang menghampirinya.

“Adik kamu menderita Leukimia atau kanker darah stadium akhir, jadi kemungkinan untuk sembuh dan bertahan hidup sangat kecil.” Ucap sang dokter pada Rio. Ucapan itu selalu terngiang dalam ingatan Rio. “Tidaaakkkk.  ” Rio berteriak sekeras mungkin di tengah hamparan pantai yang kini tanpa penghuni. Ia lalu membalikkan badan, masuk kedalam kemudi mobilnya lalu iapun memacu kecepatan mobilnya hingga mencapai batas akhir. Ia meninggalkan sang adik yang tengah berjuang untuk hidup di rumah sakit demi menjemput kado terindah yang ia janjikan dan Rio tahu betul apa kado terindah buat sang adik. Matahari hampir tenggelam di penghujung hari ini, akhirnya satu poin yang ia caripun dapat ditemukan. Ia menyeret laki-laki yang tengah dikeroyok itu masuk ke dalam mobil yang ia bawa. Kemudian Rio memacu kembali mobilnya dengan kecepatan yang tinggi. Laki-laki yang dibawanya itu hanya terdiam tanpa kata menyaksikan sederet kejadian yang tadi dialaminya.”Kamu siapa, ngapain kamu bawa saya pergi? Mau apa kamu datang ke sini?” Laki-laki itu begitu kerasnya memarahi Rio di dalam mobil. Namun Rio hanya terdiam dan sangat jelas tersirat kebencian dalam tatapan Rio pada laki-laki itu. “Kenapa diam?apa maumu?”. Dengan ketusnya laki-laki itu berbicara pada Rio. Hingga akhirnya, dengan tiba-tiba Rio memberhentikan mobilnya di tengah kecepatan yang tinggi. “Saya ingin anda ikut dengan saya” Rio tak kalah ketusnya menjawab laki-laki itu. Lalu seketika ia kembali memacu kendaraannya menuju kota dan memecah kepadatan lalu lintas di kota, namun bukan kota tempat ia tinggal melainkan kota seberang.

Di tengah dinginnya malam dan padatnya lalu lintas, Rio hanya terfokus pada jalan dan tak sekalipun menatap mahluk di sampingnya. Ia bahkan tak menyadari sedari tadi mahluk itu menatap dirinya dengan tatapan heran dan bertanya-tanya. Rio tak peduli, yang ia peduli kini hanya menghantarkan kado yang Nesya minta tepat di hari esok, ulang tahun ke delapannya. Dua jam telah berlalu. ”Sebenarnya kamu siapa, kamu mau membawa saya ke mana? Saya pikir saya tidak pernah bertemu dengan bocah kayak kamu dan sekaya ini, lalu kenapa kamu membawa saya pergi seperti ini?” Lagi-lagi laki-laki itu bertanya tak puas, sebab kini rasa penasaran telah merayap penuh dalam benaknya. Namun Rio tetap mempertahankan keterdiamannya. Hingga ia merasa telah sampai di tempat tujuan. Ia langsung turun lalu mengunci otomatis mobil itu, sehingga laki-laki yang di dalamnya tidak dapat keluar, tentunya dengan terlebih dahulu menyalakan AC mobil hingga urusannya telah selesai.

Rio berhenti di sebuah kantor dan mampu menemukan sesosok wanita karier nan cantik dan mempesona. Masih terlihat awet muda dan modis. “Apaan sih Yo? Ini urusannya belum selesai”. Berontak wanita itu ketika Rio mencoba membawanya keluar. “Ayo, ikut Rio!” Rio sedikit memaksa hingga wanita itu mau menuruti keinginannya. Ia segera membereskan berkas-berkasnya dan mengikuti Rio menuju mobil. Rio kemudian membukakan pintu belakang, serentak Rio duduk manis di daerah kekuasaannya. Karena ia yang berperan sebagai promotor dari permainan ini. Setelah wanita itu masuk, Rio langsung menancap gas dengan kencang. “Kamu...?” laki –laki itu terkejut melihat sosok wanita yang kini di sampingnya. “Kamu...? ngapain kamu kembali lagi ke kehidupan kami? Bukannya kamu sudah puas melihat kami menderita?” Ucap wanita itu tegas dan dengan getirnya. “Aku juga tidak mengerti kenapa bisa ada disini dan bertemu lagi dengan wanita yang egois seperti kamu.” Laki-laki itu tak tinggal diam. Ia menimpali setiap ucapan sang wanita. Namun rio hanya diam sambil sebelah tangannya mencoba menggapai headset. Setelah didapati kemudian ia memasangkan pada ke dua telinganya, berharap tak mendengar lagi apa yang menjadi santapannya sehari-harinya dulu. Namun percuma, suara-suara itu mampu menembus gendang telinganya. Telinga pemuda tujuh belas tahun yang tengah labil.

“Stoooppppp....bisa nggak sih kalian nggak mementingkan ego kalian sendiri demi anak kalian yang kini tengah berjuang untuk hidup? Apa kalian pikir dunia ini tidak lelah menyaksikan semua neraka yang kalian ciptakan sendiri?” Rio tak dapat lagi menahan lupan emosinya. Kedua orang dewasa itu terdiam, mereka memandang Rio heran dan malu. “Maksud kamu, siapa yang tengah berjuang melawan maut nak?” Ucap sang wanita yang ternyata adalah Ibu kandung Rio. “Jadi kamu anak ku?” Tanya laki-laki lagi yang ternyata juga adalah ayah kandung Rio. “Besok adalah hari ulang tahun Nesya, sekarang sudah tidak ada harapan lagi untuk Nesya bisa bertahan lama. Saya hanya ingin adik saya mendapat kado terindah di hari ulang tahunnya dan yang Nesya inginkan adalah kalian. Kalau bukan karena Nesya, saya pasti berharap buat nggak ketemu kalian lagi”. Ucap Rio ketus, dingin namun begitu dalam dan syarat akan kekuatan juga perjuangan. Begitu labil, namun berani. Kedua orang tua Rio terdiam. Mereka menitikkan air mata dan saling menyalahkan diri sendiri. Hingga tepat pukul dua belas malam, di rumah sakit tempat Nesya dirawat kedua orang tuanya tak pernah melepaskan pandangan mereka pada Nesya sembari tersenyum hangat pada anak bungsu mereka itu. Bulir-bulir air mata tak henti menetes dari pelupuk mata merek. Riopun begitu, walau masih belum percaya penuh pada kedua orang tuanya, namun Rio tak mau menyakiti hati adik tercintanya. “Happy b’day, hapy b’day, hapy b’day to Nesya.” Mereka menyalakan lampu kamar rumah sakit sambil membawakan kue untuk Nesya dengan lilin yang bertuliskan angka delapan. Nesya terbangun dan begitu bahagia, ia sampai melupakan sakitnya walau saat itu tubuhnya tengah lemah dan wajahnya pun pucat pasi. Nesya tersenyam begitu bahagia. “Mama, papa? kak Rio. Nesya seneng banget kalian ada di sini. Nesya nggak nyangka bakal dapet kado seindah ini. Ini hari paling bahagia untuk Nesya. Makasih ma, makasih pa, makasih kak Rio” Ucap Nesya terbata-bata.

“Ya sayang, mama sayang kamu.” Ucap sang ibu dengan penuh kasih sayang merangkul Nesya dari sebelah kiri tempat tidur sambil menitikan air mata. “Papa juga sayang kamu.” Ucap sang ayah dengan ekspresi yang sama, dengan air mata yang membasahi pipi dan merangkul Nesya dari sebelah kanan tempat tidur. Rio begitu bahagia, ia memotret pemandangan luar biasa itu dalam memori otak dan kamera digitalnya. Penuh cinta dan kedamaian. “Happy b’day ya Chaca Cayang” Ucap Rio seraya mengucek bagian depan rambut Nesya penuh kasih sayang. “Makasih kak Yoyo.” Balas Nesya setengah meledek dengan begitu cerianya. “Yeee kakak sendiri dikatain yoyo. Awas ya ntar kalo udah sembuh” ancam Rio setengah bercanda. “Udah-udah....Rio, Nesya, mama sayang banget sama kalian. Mama nggak akan menyia-nyiakan kalian lagi sayang.” Ucap ibu mereka dengan haru. “Papa juga nggak bakalan nakal lagi, nggak bakalan

ninggalin kalian deh pokoknya.” Ucap sang ayah penuh penyesalan. Rio terharu dengan semua ini dan dengan apa yang dialaminya sekarang. Namun siapapun juga pasti menginginkan kebahagiaan sejati, dan kebahagian sejati adalah ketika kita bersama orang yang kita cintai dan kebahagiaan sejati seorang anak adalah ketika ia bersama kedua orang tua dan keluarganya.

Begitu yang di rasakan Nesya kini. Ia begitu merasa bahagia, ia tenang menyaksikan kedamaian yang kini tengah dialaminya. Walau harus melepas semua, iapun akan tersenyum bahagia. Malam kini telah begitu larut, hingga mereka semua terbenam dalam pulau kedamaian. Keesokan harinya ketika ingin membangunkan Nesya, Rio seketika berteriak histeris, karena ia mendapati denyutan nadi sang adik kini tak berfungsi lagi, Nesya telah tiada. Ia meninggalkan dunia ini dengan senyum penuh kedamaian yang terlukis di bibir mungil indahnya yang kini hanya mampu membisu. “Nesya. Tidak. . .Hiks hiks hiks.” Mereka menghantarkan jenazah Nesya ke tempat peristirahatan terakhirnya, di iringi doa dan sejuta kenangan indah gadis mungil periang yang menghadap kepada_Nya tepat diulang tahunnya yang ke delapan. “Selamat jalan Nesya, rindu kami kan selalu di hatimu, doa kami kan selalu terkirim untukmu. Tak kan pernah kakak melepas kado terindah yang kakak persembahkan. Tenanglah selalu dalam kedamaian.” Gumam Rio dalam hati. Semenjak hari itu, keluarga Nesya tak pernah terpisahkan lagi, semua yang dijalani kini sesuai dengan apa yang impikan Nesya, Rio terus melatih dan mengembangkan bakat bernyanyinya, karena ia yakin Nesya akan bahagia di sana melihatnya sukses. Sang ayah juga kini sudah mulai mencari pekerjaan, sebab ia yakin Nesya akan sangat sedih di sana jika melihat sang ayah hanya berdiam diri. Sementara sang ibu tak lagi menyibukkan dirinya berhari-hari dan sudah mulai fokus pada rumah tangga dan anak-anaknya. Berharap Nesya pun mampu tersenyum indah di alam sana.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Slice of Life
Cerpen
Kado Terindah untuk Nesya
SITI RAHMATIKA FEBRIANI
Cerpen
-2. Rumpang
Rumpang Tanya
Cerpen
Bronze
Tidak Benar Benar Terlihat
Shinta Larasati Hardjono
Cerpen
Bronze
Benang Merah Kehidupan
Larasatijingga
Cerpen
Retak Dinding Rumah Petak
Duwi Rachmawati
Cerpen
Mekarnya Mahkota Anggrek Larat
Angelica Eleyda Hitjahubessy
Cerpen
Hanya Sebatas Kerikil Kecil
Rein Senja
Cerpen
Obrolan di Malam Hari
Hai Ra
Cerpen
Bronze
Kenapa Tak Ingin ke Kota?
Anggrek Handayani
Cerpen
Bronze
Kok Bisa?
Defania
Cerpen
Bronze
Selimut Tidak Pernah Kering
Titin Widyawati
Cerpen
Tantangan
Cassandra Reina
Cerpen
Bronze
Harapan dari Sepiring Nasi
Saifoel Hakim
Cerpen
Waktu yang Tak Pernah Padam
Meliawati
Cerpen
The Supposer
Lail Arahma
Rekomendasi
Cerpen
Kado Terindah untuk Nesya
SITI RAHMATIKA FEBRIANI
Cerpen
Pelangi Impian
SITI RAHMATIKA FEBRIANI