Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
I
Suasana sore sedang mendung. Jalanan raya yang lurus itu juga sepi. Hanya ada beberapa mobil dan sepeda motor yang melintas. Kiri kanan jalan tampak pemandangan sawah yang menguning. Di kejauhan, di tepi sawah, tampak juga orang berlari kucar-kacir dari bangunan besar di tepian sawah.
Sementara itu seorang pengendara motor berhenti di tepi jalan raya. Nana dengan seragam perawatnya sedang pulang kerja dari rumah sakit. Ia menghentikan motornya ketika teleponnya berbunyi. Telepon dari ibunya.
"Ada apa, Mak? Nana lagi di jalan," Nana langsung bertanya ke ibunya yang dipanggil "Mak".
Ibunya hanya menitip pesanan untuk membeli gula dan kopi bubuk. "Mak baru sadar, gula dan kopi habis di rumah. Bapakmu minta dibikin kopi," kata ibunya.
Tanpa bicara panjang lebar lagi, Nana langsung mengiyakan akan membeli yang diminta ibunya. Ia langsung mematikan telepon. Ia harus buru-buru karena khawatir hujan turun.
Ketika Nana hendak menyalakan starter motor, sosok laki-laki ganteng tapi tampak tegang mendadak menghampirinya. Laki-laki itu erat memegang setang motor Nana.
Laki-laki itu meminta tumpangan. "Kak, aku boleh minta tumpangan, ya?" Ia bicara cepat dan muka memelas.
Nana tentu sedikit terkejut. Nana merasa tidak nyaman dan sedikit takut. Ia tidak gampang memberi tumpangan kepada orang asing, apalagi pada saat jalanan sepi seperti ini. Meskipun lelaki ganteng, tentu tak mudah percaya memberi tumpangan padahal angkutan umum ada. Aneh! Muka tegangnya pun aneh buat Nana.
Nana menolak. "Maaf, aku sedang terburu-buru. Nggak bisa, " jawab Nana sambil menyalakan starter. Namun, laki-laki itu tetap berdiri di depan motornya dan memegang setang. Menahan Nana pergi.
Nana merasa tidak nyaman dengan tindakan pemuda itu. Ia berusaha melepaskan tangan pemuda dari setang, namun laki-laki itu dengan kuat memegangnya.
"Tunggu dulu. Aku nggak akan menyakiti kamu. Aku cuma butuh tumpangan," ujar laki-laki itu dengan suara memelas dan tegang.
Nana tidak terpengaruh. Ia tidak percaya dengan muka memelas pria tampan. Ia pernah trauma dengan mantan tampannya yang lelaki buaya dan bajingan. Jadi laki-laki tampan ini pun sama di mata Nana. Pura-pura butuh bantuan tapi ujungnya penjahat wanita.
Makin keras Nana mencoba melepas tangan si lelaki itu dari setang, makin keras lelaki itu memegang setang.
Lelaki itu tampak emosi. Hilang muka memelasnya dan menatap tajam Nana.
Nana makin takut. Ia berusaha melawan dan menendang lelaki itu tapi tidak bisa karena memakai rok seragam perawat.
Lelaki itu makin kesal. "Hei, kalau aku penjahat, aku nggak minta tumpangan tapi langsung merampok motormu. Gampang buat aku lakukan. Tapi nggak," agak keras lelaki bicara.
Nana yang bisa responsif dan susah mengalah, membalas. "Hei, kalaupun kamu bukan penjahat, tapi kalo orang nggak mau kasih tumpangan, ya nggak boleh maksa," naik suara Nana. Ia kemudian menyesal dalam hati bicara keras. Ia takut makin membuat lelaki itu makin marah dan kalap.
Nana merasa serba salah harus bagaimana sementara melawan pun tidak bisa. Tapi sorot mata lelaki itu dilihat melemah. Tak lagi setajam tadi.
Ia memandang lelaki itu yang sedang menoleh ke sawah, ke sebuah bangunan jauh di tepi sawah. Tampak orang-orang berlari keluar dari bangunan itu. Sebagian membelah sawah menuju jalanan. Lainnya masuk ke hutan.
"Kamu lihat. Itu napi kabur. Mereka penjahat sebenarnya. Di antara mereka ada perampok, pencuri, pembunuh, dan pemerkosa. Kamu kalau nggak kasih tumpangan, kutahan sampai mereka datang ke mari perkosa kamu!"
"Maaaaak!!!!!" Nana mendadak menjerit dan menangis takut.
"Udah cepat. Mundur dikit kamu. Aku bawa motornya!" perintah lelaki itu.
Nana seperti terhipnotis, reflek turun dari motornya dan memberi setang untuk dikendarai ke lelaki itu.
"Aku Arief," lelaki itu menyebut nama dirinya. Nana mengangguk takut dan tak peduli.
Arief langsung meraih setang dan duduk di jok, menyalakan starter motor. Gerimis mulai turun dan angin pun bertambah kencang.
Nana masih berdiri menangis dan bingung dengan situasi dihadapinya. Takut dengan napi-napi itu, dan takut dengan lelaki tampan yang bisa saja penjahat juga.
"Oi, cepat!" Arief berteriak. Hujan mulai rintik. Nana terkejut. Seperti perasaan terhipnotis, Nana menurut dan duduk menyamping di belakang motor. Arief langsung tancap motor skutik Nana dengan kencang.
Nana tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Nana berdoa semoga penumpang gelap ini tidak menyakitinya atau menculiknya.
Sempat pikiran aneh melintas, kalau lelaki ini ternyata baik, Nana mau jadi pacar atau suaminya. Nana terkejut dengan lintasan pikiran konyolnya di saat tegang begitu. Ia sempat menepuk pipinya yang membuatnya sedikit tidak imbang di motor. Nana pun terpaksa merangkul pinggang Arief supaya tidak jatuh.
"Pegang yang kuat. Angin kencang bisa mendorong badanmu," teriak Arief di sela-sela angin. Sempat Nana risih tapi nyaman saat merangkul pinggang Arief yang ramping. Nana tidak tahu bahwa Arief juga salah seorang napi yang kabur dari penjara.
II
Bersama ratusan lelaki lain, ia berlari membelah persawahan dalam guyuran hujan. Berpencaran. Menjauh dari rumah tahanan.
Ia sampai di pinggir jalan raya. Dicegatnya pengendara motor. Motor yang dikendarai seorang gadis nyaris terpleset karena rem mendadak. Lelaki itu minta menumpang.
Pengendara itu, si gadis itu menolak, "Tak boleh!"
Lelaki itu melotot dan geram padanya. Terbersit mengaku dirinya napi yang lagi kabur, tetapi urung. Ada kasihan ia pada gadis yang masih remaja itu.
Saat sekilas memandang ke belakang, ke hamparan sawah, kepada para tahanan yang kabur dan sedang mengarah mendekatinya, masih sempat ia terpikir akan keselamatan gadis itu.
"Kau lihat kerumunan orang yang lari itu. Mereka baru saja kabur dari penjara. Di antara mereka ada pemerkosa dan pembunuh. Mereka pasti akan berebutan merampas motormu. Mungkin kau diperkosa dan dibunuh dulu.
Sekarang, dengarkan aku!! Jangan lama-lama lagi!! Cepat duduk ke belakang!! Kau kubonceng! Sampai jauh nanti, kau bawa motor lagi!" Lelaki itu bicara dengan nada tinggi dan meyakinkan akan ancaman yang datang.
Gadis itu seolah terhipnotis. Ia langsung duduk ke belakang. Motor skutik itu langsung ditancap lelaki itu. Mengebut. Menembus hujan yang jarum, angin yang jala. Menusuk dan menarik-nariknya.
Perempuan itu menjerit saat nyaris jatuh. Ia merangkul pinggang lelaki itu. Dilintasi jalan raya yang lurus itu. Melewati beberapa pertokoan, rumah, dan selebihnya hamparan persawahan.
Lelaki itu tak tahu hendak ke mana. Ke mana pelarian terbaik? Ke mana seharusnya sembunyi? Ke mana seharusnya napi kabur?
Ia tidak pernah berpikir hendak kabur. Ia telah terima hukumannya gara-gara menghisap dan menjual ganja. Namun, beberapa tahanan paling bengis memaksa dan mengancam tahanan lain termasuk dirinya agar kabur. Maka ia terpaksa kabur.
"Bang, aku mau sampai rumah?! Pas di pertigaan di depan!" teriak gadis itu mengalahkan suara hujan dan angin. Ia rem mendadak. Belum sampai di pertigaan jalan. Masih di depan sekitar 500 meter. Ia tak mau turun di pertigaan keramaian itu. Merasa aman di tempat sepi ini, yang dikelilingi sawah. Hujan menggigilkannya diterima begitu saja.
"Kenapa turun di sini, Bang?! Mana ada tempat teduh di sini?! Turun depan sana lagi aja! Ada warung di sana!" Gadis itu mulai terbuka pikirannya meski masih gigil. Sudah merasa bebas dari ancaman. Berdua dengan lelaki itu telah membuat dirinya merasa lebih aman. Ia sudah bisa mulai memusatkan perhatiannya pada lelaki itu.
"Gak apa-apa! Aku di sini aja!"
"Kenapa di sini?!" Mobil melintasi mereka dengan kencangnya. Mencipratkan air pada mereka. Si lelaki memaki.
"Aku nunggu tumpangan mobil. Sudah pergi saja kamu!" kata Laki itu kemudian.
"Kenapa gak berteduh di warung aja?! Hujan ini. Mau ke mana Abang sebenarnya?"
Lelaki itu menatap lama gadis itu. Kenapa menjadi perhatian dan seakan-akan menjadi penolong baik hati yang iba padanya? Gadis itu tak melihatnya dia sebagai napi. Apa gadis itu kabur membaca kejadian yang baru dialaminya atau gadis itu suka padanya?
Menyadari statusnya sebagai napi kabur di mata si gadis, ia pun berpikir bisa menyamar. Ia bisa membersihkan kekaburan itu menjadi lelaki tampan baik hati yang sedang menderita dan ketimpa sial. Si gadis akan menjadi iba. Lalu ia akan ditolong, diberi makan, dan diberi inap di rumahnya. Seperti cerita di film-film. Aha! ****