Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Romantis
Jus Apel
0
Suka
712
Dibaca

“Jadi?”

“Kau sudah memutuskan seharusnya tidak ragu lagi dan aku hanya bisa mengantarmu sampai di sini ”.

“Ya”.

“Apa yang akan terjadi di sana akan mengubah segalanya di masa depan. Dan segala perubahannya hanya kau yang tau”.

“Bahkan kau tidak?”.

“Ya, bahkan aku tidak akan mengenalmu”.

“Maksudmu?”.

“Kau ingat pertama kali kita berjumpa?”.

“Tentu, saat itu genting sekali”.

“Hmmm, tapi bagiku sangat berkesan, seharusnya saat-saat kritis sifat asli manusia akan muncul, tapi pada saat itu kau justru tetap baik padaku, ditengah dukamu”.

“Jadi maksudmu kejadian itu tidak akan pernah ada?”.

“Apapun yang kau ubah akan mempengaruhi semua hal yang bersinggungan dengannya. Mengembalikan pot bunga yang kau curi, itu otomatis tidak akan membuatmu bertemu dengan perempuan yang kau panggil monster itu, istrimu. Lalu tidak akan pernah ada anakmu, mereka tidak akan mengalami kecelakaan, kau tidak perlu ke rumah sakit, sehingga kita tidak akan bertemu.

“Dia berkali-kali mencoba melukai anakku, kecelakaan itu adalah puncaknya, dia membawa kabur anakku dalam keadaan mabuk, wajar kupanggil monster. Tapi bagaimana dengan memori di kepalaku?”.

“Hanya diingatanmu kau memiliki anak”.

“Apakah aku akan masih mencintainya?”.

“Tentu, tapi aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya mencintai sesuatu yang sebenarnya tidak pernah ada”.

“Bagaimana bisa kau bilang tidak pernah ada”.

“Kuulangi sekali lagi, setelah nanti kau kembalikan pot bunga itu, maka segalanya yang ada sekarang akan hilang. Berganti dengan hal-hal baru yang bisa jadi lebih baik atau lebih buruk”.

“Semua akan kembali ke dalam kerangkeng ketidakpastian, aku mengerti. Tapi tekad untuk mengakhiri penderitaan anakku jauh lebih penting dari semua itu”. 

“Ya, jauh lebih penting dariku juga bukan? Aku mengerti, jika jadi kau, aku juga akan melakukan hal yang sama”.

“Baiklah, saatnya berpisah, aku tidak akan mengucapkan selamat tinggal”.

“Memang tidak perlu”.

“Bagaimana dengan sebuah pelukan?”.

“Sudahlah, kita tak butuh adegan melankolis”.

“Baiklah…jaga dirimu…”.

Hanya lambaian tangan, tidak lebih. Bahkan seharusnya aku bisa saja mengucapkan bahwa aku akan mencarinya kelak, hal yang tentu saja akan kulakukan, tapi kupilih untuk tidak mengucapkannya.

Melangkah ke dalam terowongan yang dingin ini, hal yang tak pernah ada dalam rencanaku, apalagi mencari mata air keramat takhayul yang sama sekali tidak kupercayai itu di dalamnya. “Tenggelamkanlah dirimu sedalam-dalamnya, jaga pikiranmu tetap tenang selama mungkin, hingga setelah melewati titik puncak kesakitan, kau akan terdampar kembali ke masa lalu yang kau inginkan, lalu perbaikilah semuanya”. Hanya kata-kata itulah peganganku, kata-kata dari mimpi yang sama dan terus berulang-ulang kualami. Seolah-olah adalah jawaban atas doaku yang menginginkan akhir penderitaan untuk putriku yang terbaring koma di rumah sakit sejak setahun yang lalu. Sesekali jarinya bergerak, hanya itu, hal yang tentu saja membuat runtuh segala pengharapan. Dan lagi, kalaupun siuman, hidupnya tidak akan sama lagi.

Ting! sebuah pesan masuk memecah lamunanku, bagaimana bisa di tempat seperti ini ada sinyal. “Apa kau sudah menemukan mata airnya?”. Andrea, apa dia masih di luar menungguiku?. Aku tidak membalas pesan itu malah melempar telepon selularku kesembarang arah, lalu segera setelah itu kuceburkan tubuhku sebelum berubah pikiran, kuayunkan tangan dan kaki menuju kegelapan yang semakin pekat. Hingga letih, hingga tenaga terurai habis, hingga tak sanggup lagi bergerak, kubiarkan tubuhku melayang bebas. Kuingat masa-masa kecil nan bahagia dulu, masa-masa tanpa kesakitan, masa-masa hening di kampung halaman yang tak pernah lagi kusinggahi, aroma masakan yang kurindukan, embun pagi, derik serangga, siulan burung, auman serigala, hujan yang memekaki genteng lengkap dengan sekumpulan ayam kuyup yang bersedekap kedinginan. Semua itu membuatku tenang, sehingga tak kurasakan puncak kesakitan yang dimaksud mimpi itu. Namun dalam hati aku berucap, apakah benar apa yang kulakukan ini, Tuhan?

“Jreng…jreng…gadis body gitar espanyola…..lalalala….lalallala….”.

“Datang-datang otak lu langsung mesum aja bangsat! hahaha”.

“Hahaha.Eh, si Daniel, dia masih tidur jam segini? super sekali, hahaha”.

“hahaha”.

“Siram saja pakai ember, pengangguran dan malas adalah penyakit-penyakit yang harus dimusnahkan, mau jadi apa bangsa kita ini, hahaha”.

“Hahaha, lu aja yang siram bro, gue kagak berani, terakhir kena usili dia mengamuk sejadi-jadinya, masih terasa panas bogem mentahnya di pipi gue”.

“Hahahaha”.

“hahahaha”.

Aku tiba-tiba terbangun dengan menderita, krasak-krusuk, seperti tidur yang terombang-ambing, di tambah suara makhluk-makhluk bedebah yang sangat kukenali itu. Kos an sumpek plus sempit dan harus berbagi dengan 2 orang lainnya dalam satu kamar, sama sekali tidak ada privasi.

Tapi? hah..kosan? aku segera melompat dari kasur dan melongo keluar jendela, hap! tanganku reflek menangkap sebuah bunga lengkap dengan potnya yang nyaris jatuh tersenggol tubuhku.

Tidak salah lagi, aku benar-benar sudah kembali ke masa lalu, mimpi itu tidak salah, sama sekali tidak salah, ini ternyata berhasil, tapi lihatlah, mengapa aku malah tidak senang? Dan pot yang barusan ku tangkap adalah pot yang kucuri dulu, yang kemudian kukembalikan karena penyesalan namun malah mempertemukanku dengan monster berwujud manusia. Tololnya lagi aku malah jatuh cinta dengan kecantikannya, rela mati-matian entah mengejar apa, hatiku buta. Hal yang tentu takkan kuulangi lagi sekarang.

Seperti yang sudah dijelaskan Andrea sebelum melakukan ini bahwa aku tidak akan pernah bertemu dengan putriku lagi. Sejak menceritakan tentang mimpi itu, dia melakukan riset sejadi-jadinya tentang mesin waktu. Ia menyimpulkan, aku kembali ke masa lalu adalah untuk memutus sebuah peristiwa buruk, akibatnya, aku harus rela dan ikhlas hidup merindui putriku selamanya. Sebuah kesimpulan yang masuk akal.

Setidaknya tekad itu masih bulat hingga sebuah iklan di potongan surat kabar bekas bungkusan gorengan yang tergeletak di depan mataku memberiku sebuah ide gila! sangat gila!

5 tahun kemudian…

“Tuan Daniel?”.

“Selamat pagi dokter”.

“Ini adalah kontrol ke sekian yang sudah kubilang tidak perlu dari awal, putrimu tidak apa-apa. Lihatlah dia dengan sangat lincahnya berlari kesana kemari, tak ada yang perlu kau khawatirkan. Oh, dia sangat menyukai taman rumah sakit ini”.

“Tidak bolehkah aku menghilangkan kekhawatiran, hanya itu”.

“Tidak ada yang melarang, aku hanya takut ada hal lain. Bahkan lihatlah saking seringnya kau kesini kita jadi sangat akrab, seperti sudah saling mengenal lama”.

“Maksudmu hal lain apa”.

“Sebelumnya lagi-lagi aku minta maaf.”

“Maaf?”.

“Kami tidak berhasil menyelamatkan istrimu waktu itu, kepalanya mengalami pendarahan hebat”. tapi untungnya anakmu baik-baik saja, hanya sedikit luka lebam”.

“Jadi maksudmu hal lain itu aku mengalami trauma kehilangan?”.

“Ya, semacam itu, apa kau butuh sesuatu mungkin?”.

“Semua orang juga akan mati bukan? hanya cara dan waktunya saja yang berbeda-beda, aku tidak apa-apa”.

“Bolehkah kutanyakan sesuatu yang agak personal?”.

“Go a head!”.

“Kau tidak terlihat berduka sama sekali”.

“Benarkah? ah, yang penting bagiku anakku selamat, hanya itu yang terpikirkan, luka tertutupi rasa syukur.

“Tidak mungkin hanya itu. Satu lagi, kau bahkan tidak menuntut polisi untuk mencari siapa pelakunya”.

“Mobil yang dikendarai istriku ditabrak oleh seorang profesional”.

“Maksudmu itu direncanakan?”.

“Ya, aku mengamati rekaman CCTV itu dengan teliti, jelas dia mengincar istriku dan aku tidak mau orang yang sama kelak melukai anakku, jadi sebaiknya kudiamkan. Orang-orang dunia malam memiliki musuh dimana-mana”.

“Kau seorang pembalap andal, tentu mengerti”.

“Pembalap iseng, terpengaruh iklan bungkus gorengan, hahaha”.

“Hahaha, gorengan, entah mengapa hal itu selalu saja lucu setiap kau ceritakan”.

“Btw, apa kau suka jus apel dok? aku beli dua, satu untukmu”.

“Eh, selera kita sama?”.

“Oh…Tidak juga, aku baru-baru ini saja menyukainya”.

“Karena?”.

“Cerita konyol, menyelamatkan seorang gadis lugu yang frustasi karena patah hati, hampir bunuh diri. Ia menjual rumah demi melunasi hutang judi pacarnya kemudian ditinggalkan. Dia sangat menyukai minuman ini, dan selalu membaginya denganku ketika kami bertemu disaat-saat genting”.

“Hahaha…benar-benar konyol”.

“Hahaha, perempuan sepintarmu tentu saja tidak akan melakukan hal itu, bukankah begitu dokter Andrea?”.

“Hahaha…tentu saja tidak”.

“Hahaha…”

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Romantis
Cerpen
Jus Apel
Adel Romanza
Novel
Kembali kepadamu
Hani nikita br perangin angin
Novel
Gold
Sorry, Tryphosa!
Bentang Pustaka
Flash
Bait baru
Kirana Putri Vebrianti
Novel
Bronze
Dan Ada Cinta Yang Membunuh
Mikhael Dwi Arolly Putra Kufa
Novel
Bronze
SOMEONE
SOS (Share Our Story)
Novel
Fortuna Untuk Arya
ribatolinda
Cerpen
Bronze
Kekasih Diam-Diam
Sulistiyo Suparno
Novel
Bronze
Starlight di Bulan April
Iin Ardiyanti
Flash
Aku
Rizky Kurniawan
Novel
Bronze
SEVENTH
Xchalant
Novel
Friendzone {RANS}
untukbesok
Novel
Ruang Lain
tukang sedih
Novel
Salvatrice
Billy Yapananda Samudra
Novel
Unwanted Princess Diary
innaya amalia
Rekomendasi
Cerpen
Jus Apel
Adel Romanza
Novel
Supermoon
Adel Romanza
Flash
Elezier
Adel Romanza
Cerpen
Sesal
Adel Romanza
Flash
Hati si Penyendiri
Adel Romanza
Flash
Yellow #1
Adel Romanza