Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Apartemen itu berbau apek. Bau lembap dari kayu tua yang keropos dan debu yang berterbangan di udara seolah menjadi salam pembuka bagi Arion. Ia menghela napas panjang, koper di tangannya terasa berat, sama beratnya dengan hatinya yang terasa lesu. Setelah berminggu-minggu mencari, akhirnya ia menemukan tempat ini. Sebuah apartemen studio di lantai lima sebuah gedung tua yang tersembunyi di sudut kota. Harganya murah, lokasinya strategis, dan pemiliknya tidak banyak bertanya. Sempurna untuk seseorang yang ingin menghilang dari keramaian, seperti dirinya.
Arion menarik koper ke dalam, lalu menutup pintu di belakangnya dengan bunyi 'klik' yang keras. Ia meletakkan kunci di atas meja, lalu mengamati sekeliling. Ruangan itu kecil, hanya cukup untuk satu orang. Jendela besar menghadap langsung ke jendela apartemen di seberangnya. Melalui kaca yang kotor, ia bisa melihat seorang gadis sedang menari-nari dengan headphone di telinganya, rambutnya yang panjang bergerak mengikuti irama. Arion buru-buru memalingkan muka, perasaannya tidak enak. Ia membenci kontak mata. Ia tidak suka ada orang yang tahu ia ada di sini.
Ia meletakkan koper di sudut ruangan, lalu mulai membongkar barang-barangnya. Pekerjaannya sebagai desainer grafis tidak membutuhkan banyak perabotan. Satu laptop, satu tablet gambar, dan satu monitor besar. Selama bertahun-tahun, ia telah membangun karier yang sukses di bidang itu, tetapi di saat yang sama, ia juga membangun tembok yang tebal di sekelilingnya. Ia jarang keluar rumah, lebih suka menghabiskan waktunya sendirian, tenggelam dalam warna dan garis-garis di layar komputernya. Dulu, ia pernah punya teman. Dulu, ia pernah punya kehidupan sosial. Tapi itu dulu. Sekarang, hanya ada dirinya, kesunyian, dan pekerjaan.
Saat ia sedang mencoba mengangkat lemari buku tua yang reyot, ia melihat ada sesuatu yang aneh. Sebagian dinding di belakang lemari itu tampak lebih gelap dari yang lain. Ia mendekat, lalu menyentuhnya. Dinding itu terasa kopong. Arion mengambil obeng dari tas peralatannya, lalu mulai mencungkil bagian dinding itu dengan hati-hati. Setelah beberapa saat, ia berhasil membuat sebuah lubang kecil. Di dalamnya, ada sebuah bungkusan yang dibalut kain lusuh. Arion mengambilnya, lalu meletakkannya di atas lantai. Ia membuka bungkusan itu dengan penasaran. Di dalamnya, ada sebuah jurnal kulit yang sudah usang dan sebuah pisau dapur kecil yang berkarat.
Jantungnya berdegup kencang. Ia mengabaikan pisau itu, lalu membuka jurnalnya. Halaman pertama penuh dengan tulisan tangan yang rapi dan terkesan terburu-buru. Tulisan itu menceritakan tentang seorang penghuni apartemen itu sebelumnya. Ia menceritakan tentang tetangganya, seorang psikopat yang tinggal di seberang unitnya. Penghuni itu menulis tentang bagaimana ia selalu merasa diawasi, bagaimana ia menemukan hal-hal aneh di depan pintu apartemennya, dan bagaimana ia merasa bahwa psikopat itu sedang bermain-main dengannya.
Arion merasa merinding. Ia membalik halaman demi halaman, tenggelam dalam cerita yang semakin mengerikan. Penghuni itu menjelaskan bahwa ia mulai merasa tertekan, lalu paranoid. Ia mulai ragu pada pikirannya sendiri, dan ia mulai merasa bahwa psikopat itu mencoba untuk membuat ia menjadi gila. Arion merasa familiar dengan perasaan itu. Ia pernah merasakannya dulu, sebelum ia memutuskan untuk mengasingkan diri.
Saat ia sampai di halaman terakhir, jantungnya terasa seperti berhenti berdetak. Ada tulisan tangan yang berbeda di sana. Tulisan itu berbunyi: "Jangan percaya apa pun yang kau baca. Ini semua adalah permainan. Jangan biarkan dia menang. Dia tahu kau ada di sini. Dia tahu kau adalah aku. Aku adalah dia. Aku adalah kau."
Arion buru-buru menutup jurnal itu, napasnya tersengal-sengal. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ia melihat ke seberang jendela, ke apartemen gadis itu. Gadis itu sudah tidak ada di sana. Ia merasa seolah-olah mata gadis itu sedang mengawasinya dari dalam kegelapan. Ia buru-buru menjauh dari jendela, lalu meletakkan jurnal itu di bawah tempat tidur. Ia memutuskan untuk tidak memikirkannya lagi. Ini hanyalah sebuah cerita fiksi, sebuah lelucon. Ya, hanya sebuah lelucon. Ia berusaha meyakinkan dirinya sendiri.
Keesokan harinya, Arion mencoba untuk melanjutkan hidupnya seperti biasa. Ia menyalakan laptopnya, lalu membuka program desain grafis. Tetapi pikirannya tidak bisa fokus. Kata-kata dari jurnal itu terus terngiang-ngiang di kepalanya. "Aku adalah dia. Aku adalah kau." Suara ketukan di pintu me...