Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Lorong 4 selalu terasa lebih sunyi daripada lorong-lorong lain di perpustakaan itu.
Pencahayaannya redup, bahkan sejak lampu diganti bulan lalu.
Rak-raknya lebih tinggi, dan buku-bukunya jarang disentuh.
Barangkali karena judul-judul di sana bukanlah novel populer, bukan juga referensi pelajaran melainkan arsip puisi tua, kumpulan artikel investigasi, dan buku harian para penulis yang sudah dilupakan.
Reksa tahu itu. Ia sendiri yang menatanya.
Sejak pensiun dari dunia penyidikan lima tahun lalu, perpustakaan ini adalah tempatnya berteduh dari dunia yang terlalu gaduh.
Ia bekerja sebagai pustakawan lepas menyortir buku masuk, mengarsip koleksi lama, dan… kadang sekadar duduk diam memandangi rak.
Hingga suatu sore, ketika ia sedang memindahkan beberapa bundel buku puisi ke rak bawah, sesuatu jatuh dari sela halaman.
Bukan penanda buku.
Bukan kertas catatan siswa.
Tapi… sebuah foto polaroid tua.
Ia mengambilnya.
Warnanya mulai pudar, sudut-sudutnya melengkung.
Tapi wajah di dalamnya masih tampak jelas: seorang anak laki-laki berusia belasan, mengenakan seragam sekolah yang tidak asing.
Latar belakangnya tembok merah dan papan pengumuman.
Tapi yang membuat Reksa membeku bukanlah tempatnya melainkan wajah anak itu.
Itu wajah korban.
Korban dari kasus hilang yang ia tangani delapan tahun lalu.
Korban yang... jasadnya tak pernah ditemukan.
Kasus yang akhirnya ditutup atas nama “bunuh diri tidak lengkap,” dan membuat Reksa mengundurkan diri dalam diam.
Ia memejamkan mata sejenak, merasakan napasnya berubah ritme.
Tangannya menggenggam foto itu erat.
Tidak ada tanggal.
Tidak ada coretan di belakang.
Hanya potret diam yang tidak pernah sempat bicara.
Keesokan harinya, ia memeriksa kembali rak tempat foto itu jatuh.
Tidak ada t...