Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Ari kembali ke taman kota itu seperti seseorang yang berjalan menuju sebuah ruang tempat waktunya pernah berhenti. Taman itu memang bukan tempat yang istimewa bagi sebagian besar orang karena hanya lapangan rumput biasa dengan beberapa bangku tua yang catnya mulai terkelupas, kios es krim yang jarang buka, serta jalur setapak melingkar yang dipenuhi dedaunan kering. Namun baginya, tempat itu adalah sisa kecil dari masa lalu yang masih bisa disentuh menjadi satu-satunya tempat yang tidak berubah ketika segalanya runtuh
Ia menghempaskan tubuh ke bangku kayu yang sudah mulai retak, membiarkan udara sore yang lembap mengisi dadanya. Tidak ada tujuan.maupun alasan lain selain sebuah kebutuhan untuk duduk—hanya itu. Duduk dan membiarkan dunia lewat tanpa menuntut apapun darinya. Di hari-hari seperti ini, rasanya lebih mudah untuk diam daripada menjawab pertanyaan yang terus datang dari orang-orang: “Kau baik-baik saja?” atau “Jika butuh teman cerita, bilang saja.” Padahal mereka tidak pernah mengerti betapa obrolan kecil saja bisa menjadi beban ketika seseorang sedang berusaha memungut pecahan dirinya sendiri.
Sudah tiga minggu sejak kecelakaan di tol 70 itu terjadi, tetapi bagi Ari, waktunya tidak bergerak. Hari-harinya justru terasa seperti satu hari panjang yang tidak kunjung selesai. Kecelakaan itu terjadi pada malam yang seharusnya biasa saja—hanya hujan, lampu-lampu kota yang redup, dan jalan bebas hambatan. Hanya satu malam biasa yang tidak punya tanda apa-apa, kecuali satu hal: pertengkaran yang tidak pernah ingin ia kenang.
Bayangan itu datang lagi, tentang adiknya, Raga, yang pergi dengan wajah kesal setelah pe...