Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Slice of Life
Janu Kara
1
Suka
2,005
Dibaca

“Lo tahu kenapa lo kayak gini terus, sadar Nu, sadar,” ucap Kara sambil menepuk-nepuk punggung Janu karena Janu terlihat linglung. 

Janu hanya terdiam tak bisa berkata-kata dengan apa yang dialami semenjak saat itu.  

“Gua gak mau lo jadi kayak gini terus, Gua mau lu punya harapan biar lo gak kayak gini,” ucap Kara yang kebingungan dan prihatin dengan keadaan Janu yang sekarang. 

Beberapa bulan yang lalu memang Janu sempat kehilangan apa yang menjadi cahaya kehidupannya. Kejadian itu telah merenggut apa yang Janu punya dan andalkan dalam kehidupannya. 

Beberapa bulan yang lalu pun, Janu sempat memenangkan turnamen basket yang tropinya dia perebutkan sudah dari lama. Janu memang seorang kapten tim yang handal, bertanggung jawab dan rela dengan apapun yang terjadi. Berbagai turnamen telah dia menangkan dengan susah payah sampai-sampai karena prestasinya ini dia menjadi siswa populer di sekolahnya. 

Sedangkan Kara hanya bisa melihat bangga saat kembarannya bisa se-berprestasi itu. Tidak seperti dirinya yang gemar skip kelas hingga membuatnya selalu terkena dispensasi dari sekolah. Sengaja Kara seperti itu karena tak mau di bandingkan-bandingkan dengan Janu yang lebih unggul di mata orangtua bahkan teman terdekatnya. 

Namun semenjak kejadian itu keadaan berubah. Dari biasanya Janu dan Kara ini tak saling menyapa menjadikan Kara sadar diri bahwa Janu butuh support darinya. Meskipun awalnya gengsi, tapi Kara sadar bahwa Janu yang sekaranglah yang harus dia jaga saat ini. Support Kara sangat berarti dalam hidup Janu walau terkadang Kara juga jealous dengan perlakuan orang-orang pada Janu. 

“Nu, lo masih inget gua kan?” ucap Kara mencoba berkomunikasi dengan Janu. 

Janu pun hanya diam di atas tempat tidur sambil terduduk dan sama sekali tak merespons apapun. 

“Nu, lo respon gua kek, jangan diem terus kek gini. Lo sebenernya bisa denger gua kan, gua yakin Nu, yakin.” Ucap Kara mencoba menyadarkan Janu walau sedikit geregetan. 

“Iya kali ini gua denger lu, Ra.” Ucap Janu yang kali ini merespon Kara. 

“Okelah. Sekarang lo jangan diem mulu, ada gua disini. Gua sengaja gak masuk sekolah karena gua males aja sama kelasnya, gak ada yang peduli juga sama gua, tapi gua juga pengen nemenin lo biar gak sendirian disini.” Ucap Kara sambil gengsi dekat dengan Janu. 

“Lo ga usah sok peduli sama gua Ra, gua juga sebenarnya gak pengen kayak gini. Gua pengen kayak dulu. Gua pengen SEMUANYA. Gua…” Jawab Janu sambil meneteskan air mata dan tiba-tiba seperti emosi dengan keadaanya. 

Eitss.. stop Nu, stop. Gua tau lo pasti nyalahin keadaan kayak gini. Tadi lo harus sadar Nu, kalau takdir lo kayak gini.” Jawab Kara sambil menenangkan. 

Janu kemudian terdiam kembali. Rasa frustasinya memang sering hilang timbul seiring dengan keadaan yang merubah takdirnya sekarang. Kara hanya bisa membantu menyadarkan kembarannya itu dengan bersikap tenang dan sadar diri supaya emosi Janu tetap stabil. 

Sambil melihat-lihat kamar Janu, Kara kemudian mencari banyak kenangan yang bisa dia perlihatkan pada Janu untuk membuka sedikit-demi-sedikit cerita masa lalunya. Dan Kara pun tertarik dengan headband yang biasa Janu pakai saat turnamen basket. Kemudian Kara pun memperlihatkannya pada Janu. 

“Nu, lo inget ini?” tanya Kara pada Janu sedikit demi sedikit

“AHHH… gua muak!! Benda itu, lo buang aja.” Jawab Janu yang tiba-tiba emosi kembali. 

“Enggak Nu, ini kan benda kesayangan lo. Gua tahu karena sebenernya gua suka merhatiin lo saat itu. lo bangga-kan punya benda ini?” Ucap Kara sambil memperlihatkan headband itu terus pada Janu. 

“ENGGAK.. gua Muak. Gua gak mau benda itu ada disini. Benda itu yang bikin gua kayak gini. Benda itu bikin sial hidup gua, gua muak, Ra. MUAK… “ Jawab Janu sambil tak bisa menahan amarahnya saat headband itu Kara perlihatkan padanya. 

Kara sebenarnya tahu dengan respon yang akan Janu lakukan. Dia sengaja memperlihatkan headband itu untuk tahu seberapa kesalnya Janu dengan keadaanya. Kemudian Kara mengambil kembali benda-benda mengenai basket yang Janu punya. Namun respon Janu malah menjadi-jadi seakan dia tak mau kalau barang-barang itu ada di dekatnya. Kara semakin yakin kalau sebenarnya Janu seperti ini pasti ada kaitannya dengan basket. 

Tiba-tiba, Janu berteriak dengan keras hingga ibu mendengarnya. Ibu pun kemudian terdengar berlari menuju ke kamar Janu. 

“Udah Nu jangan teriak, sorry Nu gua gak niat bikin lo kayak gini lagi,” ucap Kara sambil berusaha menenangkan Janu. 

“KARA.. Kamu apakan kakakmu itu?” Ucap ibu sedikit marah melihat Kara sedang memegang headband Janu. “Kata ibu, kamu jangan perlihatkan itu semua pada Janu, termasuk itu yang kamu pegang. Simpan rapat di lemari. Kamu bisanya bikin ulah saja.” Ucap ibu sambil memarahi Kara. 

Kara pun kemudian menuruti perkataan ibunya sambil berusaha seperti cuek kembali dengan keadaan. Dia hanya terdiam saat ibunya memperhatikan Janu dengan sangat baik. Memang seperti biasa keadaan ini Kara rasakan dalam kehidupannya. Ibu sangat membanggakan Janu, tapi Kara sadar diri, kalau dirinya memang tak sebaik Janu. Apalagi melihat kondisi Janu saat ini, ibu pasti lebih memperhatikan Janu dengan maksimal di bandingkan kepada dirinya. 

“Gua sadar diri, gua emang gak sebaik yang ibu harapkan seperti pada Janu. Gua suka bikin onar, kerjaannya nyusahin orang. beda sama Janu semuanya dia terima. Sedangkan gua? Kayak gini sampai-sampai gua sekarang pengen ada di kondisi seperti Janu. Walau kaki gua di amputasi tapi seenggaknya gua pengen ngerasain kasih sayang itu lewat kesakitan seperti yang Janu terima pun gak apa-apa.” Kata Kara dalam hatinya walau tak bisa dia ungkapkan pada ibunya.

“Bu, Kara ke kamar dulu ya bu,” Kara kemudian memutuskan untuk meninggalkan kamar Janu dengan sedikit jealous dan cuek karena perlakuan ibu pada Janu. 

“Iya. Sana. Bisanya nyusahin terus ini anak. Keadaan begini dia perlihatkan apa yang jadi traumanya Janu. Ya begini jadinya. Janu semakin jadi lagi emosinya.” Ucap ibu kesal kepada Kara. 

Kemudian ibu mengusap-usap Janu sambil menenangkan keadaan. 

“Sudah-sudah Nak, kamu istirahat saja. Benda-benda itu sudah disimpan rapat jadi kamu coba tenangkan dirimu. Kemudian tidur dengan nyenyak ya, Nak.” Ucap ibu pada Janu sambil menenangkannya. Tak berselang lama, Janu pun kembali tenang dan berusaha untuk beristirahat dengan nyenyak. 

Keesokan harinya. 

Kara siap-siap mencari tahu penyebab keadaan Janu seperti ini. Kakinya diamputasi, traumanya semakin menjadi-jadi saat benda-benda basket di dekatnya. Pertama dia berencana menyelidiki satu per satu teman di kelasnya untuk mengetahui apakah ada hubungannya dengan kejadian yang Janu terima. 

Kara dengan semangat pagi hari menuju sekolahnya. Hingga terlihat oleh ibu saat akan berangkat. 

“Tumben kamu rajin, pagi-pagi begini ke sekolah?” sapa ibu pada Kara dengan sedikit heran pada sikap Kara. 

“Iya bu, Kara hari ini gak akan skip kelas soalnya banyak kehadiran yang bolong nanti kalau terus terusan, Kara bisa di drop out, bu.” Jawab Kara dengan beralasan. 

“Ah.. kamu ujung-ujungnya ibu juga nanti yang dipanggil ke sekolah kalau kamu di drop out. Nah, gitu dong, kamu berangkat, tapi jangan bohong ya. Jangan nyusahin ibu terus.” Jawab ibu sambil memperingati Kara. 

“Iya bu, kali ini Kara janji gak bakalan bolos lagi,” ucap Kara meyakinkan ibu dan heran dengan perlakuan ibu padanya hari ini. “Yasudah, Kara berangkat dulu ya, bu.”Ucap Kara sambil berlari meningalkan rumah. 

“Eh.. sarapan dulu,” teriak ibu. 

“Gak usah bu,” teriak Kara sambil berlari. 

“Anak itu ya, seperti biasa gak nurut apa kata ibunya. Tapi, maafkan ibu yang kurang memerhatikanmu Nak. Ibu tahu kamu pasti merasakannya tapi harus ibu lakukan karena ibu mau kamu mandiri gak bergantung pada keadaan. Semoga dia selalu selamat dalam setiap langkahnya.” Kata ibu dalam hatinya mendoakan Kara. 

Di perjalanan Kara heran dengan sikap ibu pada dirinya. 

“Gua heran deh sama ibu, napa dia baik banget hari ini sama gua? ah udahlah selesaikan misi hari ini biar tahu siapa pelaku yang tega mencelakai Janu.” Kata Kara dalam hatinya sambil berlari menuju sekolah. 

Sesampainya di sekolah. 

Di kelas Kara memperhatikan satu per satu temannya. Tapi, kemungkinan besar gak ada yang terlibat dalam kejadian itu karena teman sekelasnya gak ada yang ikut ekskul basket seperti Janu. Tapi, Kara menaruh penasaran pada sahabat Janu yang selalu ada disamping Janu. 

Namanya Oky, sahabat Janu kelas IPA 2. Meskipun tak sekelas dengan Janu tapi Oky Janu kenal lewat ekskul basketnya. Kara pun berusaha memata-matai Oky saat itu sampai bertemu titik terang siapa sebenarnya yang mencelakai Janu. 

“Hai, Ky udah lama gak ketemu” sapa Kara pada Oky. 

“Lah, Janu? Lo udah sembuh?” jawab Oky

“Iya, setelah sekian lama gua di rawat akhirnya gua bisa sekolah lagi,” jawab Kara yang saat itu Oky tak mengetahui dirinya adalah kembaran Janu. Memang Kara gak seterkenal Janu. Hanya segilintir orang yang tahu kalau Kara adalah kembaran Janu jadi terkadang banyak mengganggap Kara adalah Janu. Untuk itu, Kara menarik diri dari lingkungan sekolah biar tak disangka bahwa dirinya adalah Janu. 

“Lo udah sembuh total Nu?” tanya Oky pada Kara.

“Udah. Nih gua bisa gerak lagi.” jawab Kara sambil menggerakan-gerakan tubuhnya. 

“Syukurlah, maaf nih gua gak sempet jenguk lo pas di RS, gua ngurusin juga basket kita biar gak keteteran kalau ada apa-apa.” Jawab Oky.

“Iya deh, gapapa gua paham kok. Ngomong-ngomong kapan nih kita bakalan latihan lagi, udah kangen nih pengen basket. Badan gua pegel kalau gak digerakin lama” Jawab Kara sambil memancing Oky. 

“Serius lo udah siap latihan lagi?” tanya Oky sedikit khawatir dengan keadaan.

“Serius gua. Gak bercanda.” Jawab Kara sambil tetap tenang dengan penyamarannya. 

“Ya udah nanti sore ada jadwal, gua tunggu nanti di lapang, oke. Seperti biasa.” Ucap Oky

“Siap, siap. Gua nanti kesana.” Jawab Kara

Sore harinya. 

“Hai bro, dah sembuh lo? Sorry kita gak kesana. Sorry ya” ucap salah satu anggota tim basket. 

“Santai bro..” Jawab Kara 

“Ngomong-ngomong, lo liat Oky? Kemana ya Oky, belum muncul dari tadi biasanya dia yang paling on time. Lo beneran mau ikut latihan Nu ?” tanya anggota tim basket 

“Oky di jalan mungkin, tadi gua juga ketemuan siang, tenang bro aman, ni badan pegel kalo gak digerakin makanya gua kesini.” Jawab Kara. 

“Oh gitu, jangan dipaksain ya bro. Kalau udah cape langsung istirahat aja bro.” ucap anggota tim basket. 

“Okey bro, santai aja. Sekalian gua ngumpul juga disini ada yang mau gua tanyain sama kalian.” Ucap Kara sambil tetap menyamar menjadi Janu. 

Tiba-tiba Oky pun datang dengan terburu-buru. 

Sorry bro, gua telat. Ada yang harus gua kerjain tadi.” Ucap Oky sambil ngos-ngosan.

“Santai bro.. kita juga baru mau pemanasan. Btw, lo gak biasanya telat kalau ada yang lo kerjain palingan lo udah prepare sebelumnya, napa sekarang lo telat? Ada Janu ya?” Jawab anggota tim basket sambil memanas-manasi Oky. 

“Enggak kok, gua lupa tadi gak ngabarin kalau bakalan telat. Emang kenapa kalau ada Janu? Kan happy, right bisa main bareng lagi.” ucap Oky sambil santai. 

“Iya, katanya santai aja kalau telat, udah telat dikomporin lagi. Emang dasar kalian ini.” Jawab Kara. 

“Yaudah kita mulai aja mainnya, gimana kalau sebelum main bareng tim kita liat dulu pertandingan antara kapten tim yang comeback dari sakitnya melawan Oky sang asisten kapten yang selalu ada buat backup sang kapten, gimana, guys setuju?” ucap salah satu anggota tim basket. 

“Setujuuu..” teriak anggota tim basket lain. 

Right, kita fight tapi bentar aja, biar fair lo yang mulai duluan ya.” Ucap Oky menantang Janu. 

“Okay.” Jawab Kara yang harus siap melawan Oky. 

Permainan pun berlangsung sengit. Kara yang saat itu tak mampu melawan Oky membuat anggota tim kebingungan dengan performa Janu yang menurun karena kalah saing dengan Oky. Lambat laun permain Janu terlihat tak biasa, salah satu anggota tim basket yang baru datang mengetahui bahwa itu bukanlah Janu yang mereka maksud melainkan Kara, kembarannya. Sontak saja dia langsung menghentikan permainan dengan berteriak.

Stop. Lo salah duel, dia bukan Janu tapi Kara, kembarannya.” Teriak salah satu anggota tim basket yang baru datang itu. 

“Kara? Ngaku siapa lo.” Tanya Oky.

“Lo yang ngaku, lo sengaja kan nabrak kakak gua pas hari itu?” Tanya Kara pada Oky sambil emosi dan gak canggung dengan yang lainnya karena Kara biasa dengan keadaan seperti ini.

“Lo jangan asal nuduh gua, gak ada bukti kalau gua yang nabrak Janu.” Ucap Oky sambil emosi

“Halah jangan banyak bacot. Lo udah ngerusakin mimpi kakak gua. Dasar gak punya hati bisa-bisanya lo nyuruh orang buat nyelakain kakak gua. Lo mau tau gara-gara lo, kakak gua kakinya diamputasi, puas lo. PUAS..” Ucap Kara sambil emosi dan memukul Oky. 

“Mana buktinya? Lo jangan asal nuduh gua.” Jawab Oky sambil kesakitan karena dipukul Kara. 

“Gua punya, nanti lo bakalan kaget sama apa yang lo lakuin. Liat baik-baik nanti. Bro, bawa tasnya Oky, bawa flashdisk disana terus puter isinya. Cepett..” Ucap Kara menyuruh orang yang ada di dekatnya. 

Suasana semakin kacau, para anggota tim basket berusaha melerai keduanya. Dan orang suruhan Kara pun mengambil bukti yang dimaksud Kara kemudian menyerahkan pada Kara. 

“Kalian coba play rekaman ini. sampai si Oky paham kalau dia yang udah nyelakain kakak gua. Hanya karena pengen posisi kapten tim aja lo bisa-bisanya nyuruh orang buat bikin trauma dan celaka. Dasar biadab lo. Sengaja gua kayak gini biar tau rasa.” Emosi Kara saat itu meluap-luap. Sedangkan para anggota tim basket yang berada disana kebingungan dan berusaha menenangkan keadaan. 

Oky pun kesal dengan sikap Kara padanya karena bukti itu terekam jelas di kamera CCTV jalan dan Oky berusaha menutup-nutupinya dengan berdalih bahwa dia bukan pelakunya dengan menyimpan bukti itu ke dalam flashdisk pribadi dan menghapus data yang sebenarnya terjadi. 

Kara yang cerdik dan brutal kemudian berjanji akan membalas kelakuan Oky di kemudian hari. Walau begitu, Kara sudah tahu siapa pelaku sebenarnya dengan tidak memberitahu kejadiannya pada Janu serta ibu sampai Janu benar-benar siap nantinya menerima keadaan yang sebenarnya. *** 

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Slice of Life
Cerpen
Janu Kara
rdsinta
Cerpen
Hari Kepulangan
Rinona
Cerpen
Bronze
Coba Kau Lihat ke Arah Ban, Nak!
Nuel Lubis
Cerpen
Ibu dan Segala Kompleksitasnya
Siti Aminatus Solikah
Cerpen
Bronze
Buah Mangga
Semmy Rajita
Cerpen
Bronze
Utas Rupa Manusia
Shinta Larasati Hardjono
Cerpen
Perhatikan Rani
Cassandra Reina
Cerpen
Diari Raka
zain zuha
Cerpen
Bronze
LANDAK MINI SANG PENOLONG NAN PEMBERANI
Olaf A Gerrits
Cerpen
Opini Abnormal
Nazila
Cerpen
Tentang Teman dan Waktu
Aura R
Cerpen
Kisah Aksara
Alda Kusmono
Cerpen
Bronze
Masakan Ibu
Noveria Retno Widyaningrum
Cerpen
CALON MANTU
Ani Hamida
Cerpen
The Untold Truth
blank_paper
Rekomendasi
Cerpen
Janu Kara
rdsinta
Cerpen
Refleksi
rdsinta
Novel
Bronze
Lost In Escape
rdsinta
Cerpen
Tandang
rdsinta