Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
"Jangan pernah kamu dekati anak saya lagi!" hardiknya.
"Ayah ... beri kesempatan padanya untuk menunjukkan kalo dia bisa sukses!"
"Sukses?? Mau sampai kapan? Dua puluh tahun sekalipun, ia dan ibunya nggak bakalan sukses!!"
Sekarwati memandang iba pada pemuda yang sedang bersimpuh di hadapannya, yang kini tengah menerima hardikan dan hinaan dari suaminya. Sebenarnya ia tak tega padanya, apalagi pemuda itu adalah sahabat sejak kecil putri semata wayangnya, Dellia.
Pemuda itu memang baik, tapi apalah daya ... baik saja tak cukup untuk menjadi syarat seorang menantu keluarga Haryokusumo, seorang pengusaha tekstil ternama yang sudah sering menjual kainnya hingga ke luar negeri.
Randu, nama pemuda itu. Dialah yang sering menemani Dellia bermain semasa mereka duduk di bangku sekolah dasar. Saat masih sama-sama ingusan, Dellia sering mengikuti Randu kemana saja saat setelah pulang sekolah.
Padahal, kehidupan Randu sangatlah tak indah. Sepulang sekolah, Randu harus pergi mencari dedaunan untuk makan kambingnya yang cuma seekor. Kemudian membantu ibunya menimba air di sumur yang tidaklah dekat dari rumahnya. Jika kedua tugas itu sudah dilaksanakannya, barulah ia bisa bermain bersama teman-temannya, juga Dellia.
Entahlah, ia sendiri tak tahu mengapa Dellia suka mengekor padanya. Padahal ia dari keluarga berkecukupan, rumah yang nyaman, semua serba ada. Tapi ada satu hal yang tak dimiliki Dellia, yaitu indahnya masa kanak-kanak. Bebas seperti kelinci saat keluar dari kandangnya.
Orang tua Dellia, Haryokusumo dan Sekarwati sudah mengetahui kedekatan mereka, namun tak masalah karena mereka adalah sahabat.
Seiring berjalannya waktu, mereka tumbuh bersama. Randu kini berumur 23 tahun, dan Dellia 22 tahun. Tak ada yang berubah dari mereka, Dellia masih suka main ke rumah Randu, membantu ibunya Randu, lalu setelah itu pergi bersama Randu dengan motor bututnya. Semua masih sama, kecuali perasaan mereka berdua. Mereka tak cuma bersahabat, tapi kini ... mereka saling menyukai. Benar kata pepatah Jawa, Witing tresno jalaran soko kulino.
Pernah suatu hari, Randu berbicara pada Dellia. "Pergilah, mainlah bersama temanmu yang sefrekwensi denganmu! Sudah saatnya kamu berkembang, melihat dunia luar yang semakin maju, mengejar teknologi seperti yang lainnya. Tempatmu bukan di sini, Dellia!"
"Lantas? apa aku nggak boleh berada di sini?" tanya Dellia memandang punggung kekar lelaki yang di sebut idamannya itu yang kini ada di hadapannya.
"Ya!" jawab Randu tegas.
"Lalu, bagaimana dengan ucapanmu waktu itu? Kau bilang ..." belum selesai Dellia berbicara, Randu membalikkan badan dan ..."lupakan ucapanku yang dulu! aku hanya menyayangimu sebagai adik!"
"Kamu bohong Randu! Aku tahu kamu mencintaiku! Kamu begitu menikmati saat bibir kita bertaut dibawah derasnya hujan di tengah savana kala itu!" kini mata Dellia mulai dipenuhi cairan bening yang siap menetes.
Randu mendekat, kedua telapak tangannya kini berada di kedua pipi Dellia. "Mulai sekarang, lupakanlah aku! Lupakan semua kenangan tentang kita! Dan .... lupakan ciuman itu!" bisiknya lirih.
Randu tak peduli lagi jika harus disebut lelaki brengsek, pengecut, pecundang, tukang mainkan hati perempuan, oleh Dellia. Yang pasti ia hanya ingin menyelamatkan masa depan Dellia. Ia menghempas rasa cintanya yang mungkin jauh lebih besar dari cinta Dellia.
***
Akibat sakit hati karena ucapan Randu, Dellia kini sering terlihat murung. Ia tak percaya bahwa semua yang dikatakan Randu itu benar.
"Itu bukanlah Randu ku. Aku tahu persis seperti apa dan bagaimana dia. Lebih dari satu dekade aku bersamanya, ia tak pernah sekalipun berkata kasar dan menyakitiku. Aku yakin, semua itu ia katakan semata agar aku mau meninggalkannya dan mendapatkan pendamping yang selevel denganku. Dasar bodoh!" Dellia tersenyum kecut.
Melihat putrinya bertingkah aneh dan melakukan aksi mogok makan. Sekarwati akhirnya tau bahwa Dellia sedang patah hati. Yang dikarenakan oleh Randu. Pemuda miskin yang mereka kenal sebagai sahabat Dellia sejak kecil.
Kecurigaan Haryokusumo ternyata terbukti. Ada gelagat tak biasa yang di tangkap oleh ayah Dellia itu. Mereka akhirnya tahu bahwa Dellia dan Randu berpacaran. Tentu hal itu membuat ayah Dellia tidak tinggal diam.
Haryokusumo diam-diam menjodohkan Dellia pada anak rekan bisnisnya. Rivaldo nama pemuda itu, lulusan pesantren terbaik dengan prestasi islami yang membanggakan. Belakangan pemuda itu sedang belajar menjalankan bisnis bersama ayahnya. Tentunya menjadi poin penting dalam menentukan bobot, bibit dan bebet menjadi seorang menantu.
Tentu saja hal itu membuat Dellia mendelik. "Apaaa? hari gini ayah masih melakukan perjodohan? Ini bukan lagi jaman Siti Nurbaya, ayah!"
"Sudah diamlah, turuti saja kata ayahmu ini jika kamu ingin hidup bahagia dunia akhirat, makmur sentosa hingga tujuh turunan. Kamu harus menikah dengan Rivaldo, titik!" kata Haryokusumo memutus perdebatan antar anak dan ayah. Lalu turun ke lantai bawah meninggalkan Dellia berada di pelukan sang ibu sambil tersedu.
Dellia tidak menyerah begitu saja, keesokan harinya ia menemui Randu di rumahnya yang hampir seluruhnya hanya terbuat dari kayu.
"Ngapain kemari lagi?" tanya Randu kaku tanpa menatap Dellia terlebih dulu. Ia menyibukkan diri mengangkat kayu-kayu kering untuk dijadikan kayu bakar. Sementara Bu Arifah, ibunya bersiap menyalakan kayu itu hendak memasak.
"Randu ... bisa kita bicara sebentar?" ucap Dellia pelan.
"Katakan saja, aku mendengarnya," Randu masih saja acuh dan sibuk. Dellia terlihat memelas, Bu Arifah pun tak tega, ia menyuruh Randu menuruti keinginan Dellia. Randu pun akhirnya pergi bersama Dellia setelah dibujuk oleh ibunya.
"Katakan, apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Randu memulai dengan malas.
"Randu ... aku dijodohkan oleh ayahku," ucap Dellia sedih.
"Baguslah! Mungkin itu yang terbaik," demikian kata Randu.
"Iya, terbaik menurut ayah. Tadi tidak untukku."
"Mana kamu tahu? Kamu aja belum ketemu orangnya. Siapa tahu nanti kamu cocok dengannya."
"Tapi Randu ... nggak ada laki-laki lain yang kuingini! Aku hanya ingin kamu Randu, aku maunya kamu yang jadi jodohku!" dengan mantap Dellia mengutarakan keinginannya.
"Tidak semua yang kita mau harus kita dapatkan. Berpikirlah secara dewasa Dellia!"
"Nggak ... pokoknya aku nggak akan diam begitu saja dengan perjodohan itu! Aku nggak akan nyerah, Randu. Akan aku buktikan pada orangtua ku kalau kamu pantas jadi pendampingku!"
Randu hanya bisa mendesah kesal menasehati Dellia yang keras kepala. "Dellia, aku mohon untuk kali ini kamu harus nurut dengan kemauan orang tuamu, demi kebaikanmu, masa depanmu. Aku nggak bisa memberikan masa depan yang baik buatmu! Jika bersamaku kau hanya akan menderita!"
"Aku nggak peduli Randu, cukup cintai aku, aku pasti bahagia."
"Dasar kekanakan! Pulanglah, pikirkan baik-baik. Kamu belum cukup tau tentang makna cinta." Randu berdiri dan berlalu meninggalkan perempuan yang terlanjur mengisi hatinya selama ini. Sesungguhnya, ia pun begitu pedih mendengar tentang perjodohan itu.
"Randu ... tentu saja aku tau makna cinta! Kau yang telah mengajarkannya!" seru Dellia mengikuti langkah Randu. "Jujurlah Randu, kau masih mencintaiku kan?"
"Itu dulu, Dellia. Sekarang ... " Randu berbalik dan berdiri tepat dihadapan Dellia. Kini, empat mata saling bertemu, deru detak jantung serasa bergetar. Kedua tangan Randu meremas kencang bahu Dellia.
"Sekarang ... aku resmi melepasmu Dellia. Suka atau tidak suka, kau harus terima! Ini kulakukan karena rasa cintaku padamu. Mengerti sekarang?" ujar Randu dengan sangat berat.
Wajah Dellia memerah, matanya berkaca-kaca. Gadis dengan sifat keras kepala itu kini tengah sedih tak terkira. Hatinya begitu hancur.
Hari berganti hari, bahkan hampir memasuki bulan baru. Dellia akhirnya menerima keputusan Randu untuk tak saling bertemu. Serasa banyak yang sirna.
Tak ada lagi senyuman manis pria berkulit sawo matang, berlesung kembar di kedua pipinya dan bermata syahdu. Tak ada lagi genggaman kuat si tangan besar yang selalu menjaganya. Tak ada lagi panggilan cantik yang selalu ia dengar. Tak ada lagi bunga Daisy yang selalu dia sematkan diantara rambut dan telinganya.
Jika bisa memilih, ia akan memilih untuk dilahirkan dari keluarga sederhana. Sebab telah tergambar jelas kebahagiaan yang ada di sana.
***
"Bu, Randu ingin ke kota!" ujar Randu tiba-tiba mengutarakan niatnya pada ibunya siang itu.
"Mau ngapain nak di sana? Kita tidak punya saudara di kota."
"Randu ingin kerja Bu. Percuma saja, punya ijasah sarjana tapi cuma di kampung."
"Kerja di sini kan juga bisa Randu, justru malah sangat dibutuhkan di sini."
"Tapi semua sekolahan di sini sudah tak membutuhkan pengajar lagi Bu. Dan ... penghasilannya juga sangat kecil. Tidak akan bisa memperbaiki kehidupan kita." Randu adalah lulusan sarjana Pendidikan dengan beasiswa dari Bapak Bupati. Namun setelah lulus, ia belum punya kesempatan untuk bekerja sebagai pengajar.
"Apa karena Dellia?"
"Nggak Bu, Randu ingin ke kota ... karena Randu ingin kerja Bu. Randu ingin sukses!"
"Ya sudah, terserah kamu saja nak. Ibu hanya bisa mendoakan kamu dapat kerjaan yang sesuai cita-cita kamu, bisa sukses. Dan kelak bisa melamar wanita pujaanmu."
"Bu ... bukan itu yang kuinginkan. Yang kuinginkan adalah membahagiakan ibu terlebih dulu. Syukur-syukur bisa membuatkan istana untuk ibu, membawa ibu ke tanah suci," ujar Randu dengan mata berkaca-kaca.
"Amiin, semoga cita-cita mu terkabul nak. Tapi bagi ibu, bisa melihatmu menikah, punya anak, itu sudah kebahagiaan ibu. Bukankah orang tua itu kewajibannya membesarkan anak hingga ia menjalani kehidupannya sendiri alias menikah."
"Makasih Bu," Randu memeluk ibunya, harta yang ia miliki satu-satunya di dunia ini. Tanpa ayah, tanpa saudara.
***
Di kediaman Haryokusumo sedang kedatangan tamu, Lukman Sarjo. Rekan bisnisnya yang tak lain adalah ayah dari Rivaldo. Bahkan, mereka juga berencana mengikatkan Dellia dan Rivaldo dalam ikatan pertunangan. Mengingat usia anak-anak mereka masih sangat muda. Hari dan tanggal sudah ditentukan. Kedua ayah inipun merasa sangat mantap dan bahagia jelang hubungannya sebagai calon besan.
Dellia tak terima dengan pertunangan itu. Bukan saja karena ia sama sekali tak mengenal pria itu, tapi juga karena hatinya telah tertambat pada Randu.
Pada malam menjelang pertunangan yang sudah di tentukan, Dellia dan sang ayah bertengkar hebat.
"Ayah tak berhak mengatur hidupku, apalagi tentang pendamping hidupku!. Aku paling tahu, dengan siapa aku bahagia!" ujar Dellia berlinang air mata.
"Tahu apa kamu tentang bahagia? Kau pikir menikah dengan anak penjual pecel aja bisa bahagia?" emosi sang ayah meledak-ledak.
Dellia hanya bisa menangis, perempuan keras kepala dan semanja Dellia tak juga bisa melawan kerasnya adab sang ayah. Sementara, ibunya tak bisa berbuat apa-apa, ia tak punya wewenang apapun dalam hal itu. Ia hanya pasrah jika Dellia harus dijodohkan dengan lelaki yang tidak dicintainya.
Tepat di hari pertunangan, saat pagi buta ... Dellia kabur dari rumah. Ia menemui Randu.
"Randu, bawa aku pergi ke manapun. Ayo kita keluar kota!" bujuk Dellia dengan tergesa-gesa.
"Dellia ... apa yang kamu lakukan? Mengapa kamu kabur dari rumah?"
"Sstt ... tolonglah Randu, ayo kita pergi dari sini. Cepat!!"
"Tapi Dellia, tindakanmu ini salah! Bagaimana jika ayahmu tahu dan menemukan kita? habislah kita!" ujar Randu
"Aku nggak peduli! Apa kamu tidak ingin memperjuangkan cinta kita?" tanya Dellia semakin menyudutkan Randu.
Randu membuang nafas kasar, ia tak bisa menolak keinginan Dellia. Ia pun membawa pacar kecil nya itu pergi kemanapun kaki berlari. Menyibak cakrawala pagi, membelah gerimis.
Haryokusumo meradang, atas kaburnya Dellia. Ia tahu dengan siapa putrinya pergi. Ia menyuruh para utusan untuk mencari mereka berdua.
***
Sudah kepalang basah, Randu dan Dellia sudah memutuskan untuk lari berdua. Tentunya mereka tahu betapa besar resikonya jika mereka tertangkap oleh utusan Haryokusumo.
Dellia kelelahan, ia tak kuat berlari lagi. Bahkan hampir pingsan. Tak mungkin jika mereka berhenti sejenak apalagi kembali ke rumah.
"Randu ... aku nggak kuat lagi," ucap Dellia terengah-engah. Wajahnya begitu pucat, rambutnya basah oleh keringat. "Kenapa kita tadi nggak bawa motor bututmu?"
"Kalo bawa si butut, bisa kedengeran orang sekampung! Kita tidak bisa lewat jalan setapak ini. Kita akan mudah ketahuan mereka, Dellia"
"Terus sekarang kita bagaimana? Aku capek banget!" tanya Dellia hampir menyerah.
"Sudah kubilang, jika bersamaku ... kau hanya akan menderita! Ya sudah, ayo aku gendong!" ujar Randu memberikan punggungnya untuk Dellia naik.
"Serius??" tanya Dellia ragu.
"Iya, buruan naik!" jawabnya. Dellia pun akhirnya menerima tawaran Randu untuk naik ke punggung lebarnya. Meski gontai, merekapun melanjutkan perjalanannya kembali tanpa tujuan yang jelas.
***
Mereka berdua tampak kelelahan, hingga tergeletak di pinggir sungai dan tertidur di sana. Hingga beberapa jam.
Dellia yang pertama membuka matanya karena terasa silau oleh terik matahari yang tepat berada di atas wajahnya. Namun, alangkah terkejutnya ia saat melihat empat orang laki-laki berwajah sangar berdiri mengelilingi mereka berdua.
Ia menggoyang-goyangkan tubuh Randu, agar segera bangun. Saat Randu mengangkat kepalanya hendak bangun ...
BBUUGGK!! ...
Tendangan salah satu pria tepat di wajahnya. Ternyata mereka berempat adalah utusan ayah Dellia. Tak sempat melawan, Randu dan Dellia akhirnya di seret menuju mobil. Dan di bawa ke rumah untuk di serahkan pada sang pengutus, Haryokusumo.
Sesampainya dirumah, pria-pria itu menyerahkan Dellia pada sang ibu, Sekarwati. Namun, bagaimana dengan Randu? Tentunya ialah yang harus menanggung semua resikonya. Di hadapan Dellia, ia di pukul habis-habisan, di tendang oleh para pria itu atas perintah Haryokusumo.
Dellia menjerit, menangis, tak tega melihat Randu hampir mati di tangan sang ayah oleh karena kesalahannya. Sang ayah tersenyum puas saat melihat si poorman berlumur darah. Berkali-kali Dellia berteriak, "cukup ayah, berhenti!" Tapi tak dihiraukan sang ayah, bahkan untuk menyeka darah di wajahnya saja, ia tak di ijinkan. Hingga pria pujaannya itu tak berdaya.
Lalu ke empat orang utusan itu membawanya ke mobil dan mengantarkannya pulang ke rumahnya.
***
Beberapa hari setelah peristiwa itu, Dellia kembali melakukan aksi mogok makan. Sebagai bentuk protes pada sang ayah dan demi menghukum diri sendiri. Walau dibujuk sang ibu, ia tetap tak mau menelan makanan apapun yang di suapkan kepadanya. Apalagi dengan sang ayah, ia sama sekali tak ingin melihat wajah keji itu. Hanya air mata yang terlihat menetes sesekali, dan kini malah tak terlihat lagi. Wajah putih pucat pasi, bibir tipis yang semakin membiru menandakan kondisinya makin parah.
Akibatnya, Dellia jatuh sakit. Penyakit maaq yang ia miliki semakin akut. Bahkan ia tak peduli. "Lebih baik aku mati," pikirnya.
Kedua orang tuanya pun mulai kebingungan, takut nyawa putri semata wayangnya tak tertolong. Beberapa dokter sudah datang, bahkan kamar Dellia sudah disulap layaknya rumah sakit. Selang infus juga sudah terpasang di tangannya. Kondisi Dellia melemah, mereka tahu obat yang sebenarnya. Namun harga nyawa sang putri tidak melebihi mahalnya harga diri seorang Haryokusumo. Kini, Dellia justru tengah menikmati tidur panjangnya.
Mendengar Dellia sakit sekian Minggu, membuat Randu gelisah meski ia sendiri baru saja sembuh dari luka hajaran kala itu. Ingin rasanya ia datang menemui Dellia, menghiburnya, membantunya makan bahkan memeluknya barang semenit. Tapi tentu saja itu dilarang.
Haryokusumo terpaksa meninggalkan sang putri yang sedang sakit. Ia harus ke kota untuk mengekspor kain-kainnya ke luar negeri setidaknya selama lima hari. Kesempatan emas ini tak di sia-siakan oleh Sekarwati.
"Assalamualaikum ..." sapa perempuan anggun nan elegan dengan suara lembut saat bertamu di rumah Bu Arifah. Namun sayang, Bu Arifah sedang pergi berjualan pecel di pagi hingga siang hari. Hanyalah Randu yang ada di rumah kala itu.
"Wa'allaikum salam," jawab Randu dengan ekspresi sedikit terkejut dengan kedatangan ibunda Dellia. Kemudian wanita itu menyampaikan maksud kedatangannya. Randu sangat menghargai niat Bu Sekar dan ia pun menuruti permintaan wanita itu.
Sampailah Randu ke rumah Dellia atas permintaan Bu Sekar. Ia langsung di antar menuju kamar Dellia. Bu Sekar meninggalkan mereka berdua di kamar. Hati Randu perih seperti tercabik-cabik tatkala melihat wanita yang di cintainya sedang menderita.
Tangannya tak sabar untuk meraih tangan lentik Dellia yang makin kurus. Digenggamnya tangan itu seerat mungkin, dan menciuminya sambil menangis di samping ranjang. Dadanya terasa sakit, lehernya serasa begitu tercekat.
Mata Dellia perlahan membuka, ia tahu persis sentuhan yang tengah ia rasakan saat ini. Genggaman si tangan besar yang selalu menolongnya.
"Randu ... inikah kau, Randu ku?" sapa Dellia lirih membuat Randu terkejut dan tersenyum, "Dellia ... " Mereka berdua saling tersenyum dan menangis bersama.
"Dasar kekanakan! Untuk apa pakai acara mogok makan segala?. Jadi sakit kan?" tanya Randu disertai candaan demi menghibur Dellia.
"Aku menghukum diriku, karena membuatmu terluka. Maafkan aku Randu."
"Baiklah, akan kumaafkan. Tapi jangan pernah kamu ulangi lagi. Kamu harus nurut dengan ayahmu, untuk kebaikan kita berdua. Mengerti?" ujar Randu seraya membantu Dellia untuk duduk. Dellia menggeleng,"aku tetap nggak mau di jodohkan!"
"Apaaa?"
"Ya, aku nggak mau nikah sama orang lain. Sudah kubilang, aku maunya sama kamu Randu, aku menunggumu." Meski masih lemah, Dellia tetap bersikeras.
"Menungguku? Untuk apa? Sampai kapanpun kita nggak bisa bersama Dellia!"
"Bisa, aku yakin bisa. Tapi .. kau harus sukses dulu Randu. Kau harus kerja, kau harus sukses pokoknya, setelah itu baru kau lamar aku." Keduanya terdiam, saling pandang. Kedua bola mata mereka membulat memancarkan satu harapan besar.
"Baiklah, aku janji. Aku akan kerja dan sukses dulu. Setelah itu aku akan melamarmu. Sekarang kau harus makan, agar cepat sembuh." Dellia terlihat senang mendengarnya, wajahnya berseri-seri. Tubuhnya menghangat dan merona. Bahkan senyumnya tak henti-hentinya mengembang. Berkat obat mujarab yang datang untuknya.
Kondisi Dellia lambat laun makin membaik, berkat Randu. Apalagi setelah adanya janji Randu yang mengiang manis di telinganya membuat ia bersemangat untuk hidup.
Haryokusumo tahu, pemuda miskin itulah yang menyembuhkan sakit putrinya. Dan akhirnya ia memberikan kesempatan Randu untuk bisa menikahi Dellia dengan satu syarat, bahwa ia bisa sukses terlebih dahulu.
Meski harus dicaci, di hina dan di hardik terlebih dahulu, Randu pun dengan penuh kejantanan menerima syarat itu agar bisa menikahi Dellia. Ia berjanji di hadapan Haryokusumo, Sekarwati dan juga Dellia untuk menunjukkan kesuksesannya kelak.
Sementara, demi memenuhi janjinya pada Dellia ... Randu mantap memulai langkahnya untuk bisa sukses. Tak ragu lagi, Minggu depan ia akan pergi ke kota untuk mencari pekerjaan. Tentunya, hal itu membuat mereka tak akan bertemu untuk sementara waktu.
***
Dellia kini sudah pulih sepenuhnya, ia berpamitan untuk pergi ke pasar sebentar membeli buah kesukaannya. Bukan tanpa sengaja, memang itulah rencananya. Ingin menemui Bu Arifah di pasar. Dellia menyampaikan pesan pada Bu Arifah lewat sepucuk surat untuk Randu. Kemudian ia pulang ke rumah.
Surat itu telah sampai ke tangan Randu dan telah dibacanya. Sepertinya Dellia ingin bertemu sesaat sebelum keberangkatan Randu ke kota. Tentu hal yang sama juga yang Randu inginkan.
Sore itu, Dellia sudah menunggunya di tengah savana, tempat yang sering mereka gunakan untuk bertemu dan bermain sejak mereka masih kecil. Tak begitu lama, Randu pun datang. Melangkah dengan tegas, menyibak rumput dan ilalang. Mendekat dengan tangan kanan yang ia sembunyikan di balik badannya.
Melihat sang pujaan hati telah datang, Dellia pun tersenyum begitu manis, wajahnya tampak bersinar kala itu. Terlebih ketika tangan kanan Randu yang ia sembunyikan di balik punggungnya tergenggam seikat bunga Daisy putih nan cantik. Yang siap ia berikan pada gadis bermata cantik itu.
Melihatnya, seketika buliran bening di mata Dellia jatuh perlahan. Belum juga ia terima bunga itu, langsung saja ia dekap erat tubuh Randu. Tak ingin kehilangan, meski hanya sekejap.
Demi mewujudkan cita-citanya sebagai pengajar, Randu harus meninggalkan desa kelahirannya dan juga teman separuh hidupnya agar kelak bisa meminangnya sebagai teman hidup selamanya. Ia berjanji, akan meraih sukses dikota.
"Kamu janji ya Randu, kamu harus jemput kesuksesan kamu di kota. Aku menunggumu di sini!" pesan Dellia penuh haru.
"He'em, aku janji cantik," Randu menyunggingkan senyumannya. Menarik kedalam kedua lesungnya.
"Pokoknya, jangan pernah temui aku sebelum kamu sukses! Inget itu Randu," ucap Dellia lagi. Randu mengerutkan kedua alisnya.
"Memangnya kenapa? Bagaimana kalau aku rindu kamu?" tanya Randu.
"Ya, karena jika kamu menemuiku sebelum sukses, kamu pasti akan ..."
"Akan apa?"
"Akan ... akan dibunuh oleh ayahku!" jawab Dellia lugu. Randu tergelak, "hahaha ... nggak jadi nikah dong?"
"Ya iyalah, karena kamu udah mati duluan," ujar Dellia dengan muka cemberut.
"Baiklah cantik, aku inget janji itu. Pasti akan ku penuhi, kita pasti akan bersatu kelak," janji Randu pada Dellia disaksikan oleh kupu-kupu yang sedang beterbangan di sekeliling mereka.
Itu menjadi pertemuan terakhir mereka. Randu pun harus pergi ke kota meraih sukses. Mencari pekerjaan sebagai pengajar.
***
Di kota
Berkat kerja kerasnya, ternyata doanya, doa ibu dan juga Dellia dijawab oleh sang Maha Pengasih. Randu bertemu malaikat-malaikat tak bersayap selama bekerja di kota. Bermula ketika ia diterima sebagai guru di sebuah SMP swasta. Berkat kecakapannya dalam mengajar, sang pimpinan menginginkannya untuk melanjutkan kuliah S2 untuk kenaikan posisinya.
Singkat cerita, setelah menyelesaikan kuliah S2 selama 2 tahun sambil bekerja. Randu ditawari untuk menjadi dosen tamu di sebuah universitas negeri di kota itu. Kemudian berlanjut, dan menjadi dosen tetap dengan penghasilan yang cukup lumayan. Hingga akhirnya, ia merasa mampu untuk membeli rumah di kota untuk kelak bisa ditempatinya bersama Dellia dan juga sang ibu.
Lima tahun berlalu sejak Randu mengadu nasib di kota. Pemuda yang kini berusia 28 tahun itu pulang ke kampung untuk kesekian kalinya. Namun tak sekalipun ia menemui Dellia, meski hanya untuk melepas rindu dan berbagi khabar dan keadaan mereka masing-masing. Ia pegang teguh janji itu.
Ia pun tak tahu apa yang terjadi dengan Dellia. Ia pergi ke kediaman Haryokusumo untuk menemui Dellia dan juga meminang nya. Meski ragu, apakah Haryokusumo akan menerimanya atau sebaliknya. Ia tetap mantap dengan niatnya.
Namun, alangkah terkejutnya saat ia mengetahui bahwa Haryokusumo sudah pergi untuk selamanya sejak setahun yang lalu karena serangan jantung. Laki-laki itu meninggal di usia 64 tahun saat tahu ia di tipu milyaran rupiah oleh pelanggan asing dari luar negeri.
Haruskah Randu sedih atau sebaliknya, yang pasti ia telah memenuhi janjinya untuk sukses. Ia bahagia bisa menemui Dellia, dan bisa meminang gadis yang berusia setahun lebih muda darinya. Usia yang cukup matang bagi seorang wanita untuk berumah tangga. Tanpa perlu waktu lama, merekapun akhirnya menikah dan hidup bahagia bersama.
SELESAI