Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
“Ting!”
Suara notifikasi di ponsel terdengar lagi. Lebih tepatnya notifikasi dari aplikasi mobile banking. Notif tersebut mengabarkan ada dana yang masuk ke rekening. Belakangan Bruh makin sering menerima kabar gembira tersebut, sehingga bikin dirinya merasa jauh lebih sehat dibanding sebelum-sebelumnya.
“Asyik, ada dana masuk lagi. Aku sudah tidak ‘kurang darah’ seperti dulu,” pikirnya.
***
Bruh, lengkapnya Bruh by Bank Sentral Nusantara, sesuai namanya adalah sebuah aplikasi mobile banking milik Bank Sentral Nusantara. Agar lebih user friendly, ia dipersonifikasikan sebagai karakter kartun menggemaskan berwujud beruang berwarna biru, sesuai brand color dari bank yang bersangkutan, dan didapuk menjadi maskot dari aplikasi mobile banking-nya.
Beberapa tahun lalu ketika kondisi saldo di rekening kering kerontang, tubuh Bruh kerempeng, sehingga penampilannya nampak janggal untuk seekor beruang. Waktu itu sang pemilik rekening baru membuka toko kain di daerah Cipadu.
Seiring berjalannya waktu, toko kain Usmantex makin ramai dikunjungi pelanggan. Pada hari kerja umumnya terjadi transaksi partai besar, sedangkan pembelian receh tapi ramai berlangsung nyaris di setiap akhir pekan.
Dalam perasaan yang kegirangan, Usman si pemilik toko membatin, “Wah, kalau begini terus aku bisa holiday!”
Betul saja, dua tahun berselang Usman memesan tiket pesawat buat piknik ke Singapura, kemudian membayarnya menggunakan uang tabungan dari hasil keuntungannya berdagang kain. Sepulangnya refreshing dari Negeri Singa itu dirinya kembali menabung buat bertamasya ke destinasi selanjutnya.
Tahun berikutnya ia terbang ke Vietnam, tahun berikutnya lagi ke Jepang, tahun berikut dan berikutnya lagi negara-negara Eropa. Setiap pulang liburan, Usman kembali memenuhi pundi rekening tabungannya buat ongkos liburan berikutnya.
Di sisi lain, efek dari semakin banyaknya saldo di tabungan bikin tubuh Bruh kelihatan tambah tambun dan perutnya makin buncit. Ia jadi kurang lincah. Usman sendiri sebenarnya mulai merasa aplikasi mobile banking-nya agak-agak lemot belakangan ini.
Waktu itu ia sedang flexing kesuksesan kepada keluarga besar, dengan mentraktir makan malam di sebuah rantai restoran internasional di kawasan Pantai Indah Kapuk. Perutnya mules bukan cuma karena menu yang ia santap terasa asing bagi lambung ndeso-nya, tapi juga karena khawatir tidak bisa membayar tagihan gara-gara Bruh by Bank Sentral Nusantara mengalami lola alias loading lama hingga beberapa kali crash.
Problem tersebut dialami pula oleh orang-orang di sekitar Usman sesama nasabah pengguna aplikasi tersebut. “Betul, Pak Usman, jadi lelet begini, padahal saya cuma mau ngecek saldo,” keluh salah seorang rekan bisnisnya, “soalnya lagi mau beli jam tangan yang waktu itu kita lihat, yang harganya 2 atau 3M itu. Untungnya berhasil akhirnya, dan kebeli juga itu jam tangan. Dengar-dengar, sih, ada anggota DPR yang make juga, tuh.”
Ya, Usman tidak sendirian. Rekan-rekan dan ribuan bahkan jutaan orang di luar sana mengalami problem serupa gara-gara punya siklus hidup yang sama: menimbun saldo di rekening untuk nantinya digunakan untuk membeli berbagai pemuas diri. Sering-sering liburan mahal ke luar negeri, membeli barang-barang branded impor, atau makan-makan fancy hanyalah beberapa contoh yang sering nampak di social media.
“Ting!” pada satu malam suara notifikasi di ponsel terdengar lagi ketika Usman tengah rebahan di sofa sesampainya di rumah usai menutup toko. Kembali, itu dari aplikasi Bruh by Bank Sentral Nusantara. “Loh, kok, ada notif,” pikirnya, “padahal aku tidak sedang menunggu transferan.”
Dengan sedikit mager (males gerak) tapi penasaran, ia ambil ponsel dari meja di depan sofa, kemudian swipe down layarnya dari tray notifikasi, lantas jarinya men-tap notif yang bertuliskan, “Ada pesan baru.”
Setelah loading sebentar, muncul antarmuka fitur chat. “Selamat malam, Bos Usman. Maaf mengganggu waktu istirahatnya. Saya Bruh, sebut saja saya ikon dari aplikasi Bruh by Bank Sentral Nusantara,” tulis sebuah pesan dalam bubble chat di samping avatar beruang kartun berwarna biru.
“Selamat malam juga, Bruh,” balas Usman melalui ketikannya, “tumben nge-chat saya, ada apa, nih?”
“Gara-gara saldo rekening si Bos yang makin numpuk, badan saya makin tambun dan perut saya makin buncit. Saya jadi tidak sat-set seperti dulu, mau ngapa-ngapain lemot. Tadi saja waktu buka notif pake loading dulu,” curhat Bruh. “Sebaiknya saldo Bos Usman dikurangi saja. Kalau saya sampai mati bagaimana?”
“Loh, duit duit saya, rekeningnya juga punya saya. Itu duit mau saya habisin, kek, atau saya simpen doang di rekening ya suka-suka saya, dong. Kenapa jadi kamu yang ribet, pakai protes begini?”
“Bukan begitu, Bos, kalau lemot saya makin parah, saya takut error sampai tingkat fatal. Error-nya bisa menjalar cepat ke saldo di pusat data.”
“Masak bisa gitu, Bruh?” Usman agak tidak percaya.
“Harusnya memang tidak begitu. Bug ini jarang terjadi, makanya jarang banget dibahas sama divisi yang me-develop sistem saya ini. Dan karena merupakan anomali yang langka, mereka kelihatannya jadi malas mengurusi juga meski tahu potensi risikonya besar,” jelas Bruh.
“Mmm… risiko terburuknya apa?”
“Saya belum tahu. Dan saya tidak tahu apakah memang belum pernah terjadi, atau pernah tapi dirahasiakan. Saya tidak tahu sama sekali,” jawabnya.
“Lagipula buat apa juga juga, Bos, menimbun harta sampai segitunya?” ia melanjutkan. “Duit itu bagusnya kayak darah, mengalir, biar sehat. Seandainya sebagian mau disimpan, ya secukupnya saja. Buat biaya pendidikan, kek, dan kesehatan, misalnya. Mau buat liburan juga oke, tapi bukan berarti keseringan, segala pakai alesan healing, lah, demi mental health, lah.”
“Kok, duit yang mengalir bikin sehat? Tongpes iya!” tolak Usman.
“Pertama,” Bruh menyanggah, “sederhananya, kalau kita alirkan, belanjakan duit secukupnya untuk kebutuhan, artinya duit itu tidak hilang tapi terkonversi jadi barang-barang kebutuhan kita.”
“Dan,” sambungnya, “Kalau kita belanjakan duit di pedagang-pedagang kecil, ada nilai sedekahnya juga, tuh. Selebihnya, makin bagus lagi sebagian duit kita alirkan buat murni bersedekah. Malah, dengan sedekah, kan, duit kita bukan hanya tidak hilang tapi akan Allah kembalikan dengan berlipat ganda. Itu janji Allah, yang maha menepati janji.”
“Sok tahu kamu, otak modal AI aja belagu” sela Usman, “saya sebentar lagi liburan ke Slovenia, nih, terus dari situ bersambung keliling Skandinavia.”
“Ting!” belum sempat Bruh menjawab, sebuah notifikasi kembali datang, nyaris berbarengan dengan masuknya pesan di aplikasi WhatsApp.
Pesan dari rekan bisnis yang belum lama ini membeli jam tangan miliaran itu bilang, “Pak Usman, saya setuju untuk membayar lebih asalkan orderan kain saya didahulukan. Barusan sudah saya transfer uangnya, dan ini saya lampirkan bukti transfernya.” Usman membuka file berupa screen capture bukti transfer yang dimaksud, kemudian kembali ngobrol dengan sang ikon aplikasi mobile banking-nya.
“Wah, duit masuk lagi, Bruh, berbonus pula, bakalan makin meriah liburan saya!”
Chat room memunculkan status “typing….” pada sisi Bruh.
Tapi besan paru tidak juga muncul.
Usman nyaris menulis pesan lagi, ketika sebuah pesan dari Bruh akhirnya muncul.
“Bos,” kemudian hening lagi sejenak.
“Maaf, badan saya rasanya tidak enak,” dan kembali hening.
Usman pun kembali menunggu. Hanya saja kali ini tidak muncul-muncul lagi pesan baru.
“Waduh, jangan-jangan…., jangan mati dulu, dong, Bruh,” Usman tercekat dalam hati.
Tidak lama kemudian muncul pesan, tapi kali ini dalam wujud kotak pesan error:
SYSTEM ERROR
KORBAN: BRUH
DIAGNOSA: KELEBIHAN BERAT BADAN DAN HIPERTENSI (TEKANAN DARAH TINGGI)
Sempat kaget, otak Usman kemudian memutar ulang percakapannya tadi dengan Bruh, dan ia buru-buru mengecek saldo rekeningnya.
Tapi yang muncul lagi-lagi kotak pesan error bertuliskan “SYSTEM ERROR.”
Mulai dihinggapi rasa panik, Usman menghubungi layanan customer service bank Bank Sentral Nusantara dengan tangan gemetaran.
“Selamat malam, dengan Bank Sentral Nusantara di sini. Ada yang bisa saya bantu?” tanya suara di ujung sana, terdengar formal.
Mereka saling berbicara. Usman menegakkan posisi duduknya.
Tidak sampai lima menit kemudian, si pedagang kain itu jatuh tersungkur dari sofa dengan tangan kiri mencengkeram dadanya, sedikit ke bagian kiri. Dalam hitungan detik, cengkeraman itu mengendur dan tubuhnya terkulai tanpa detak jantung.