Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Bagian 1 — Lima Lembaran Merah
Terkadang aku berpikir tentang menemukan harta karun. Menjadi kaya raya dalam seketika. Tidak perlu lagi menjadi budak korporat. Aku bisa menikmati hidup yang lebih seru tanpa mengulang rutinitas keras yang penuh beban dan membosankan.
Ya, pikiranku seperti rona petang yang mulai menghilang. Gelap tanpa harapan, kosong dalam kebimbangan.
“Bosen idup, ya, lu, Mi? Bawa motor yang bener napa,” ujar Danu, memukul-mukul pundakku. Dia memintaku berhenti dan pindah ke belakang.
Kakiku mengayun ke tanah. Mata menyapu sekeliling, mencari ketenangan yang tersembunyi di balik hiruk-pikuk.
Saat hendak naik kembali ke motor, pandanganku tertumbuk pada sesuatu yang ada di samping pohon besar. Sebuah gulungan berwarna merah yang diikat dengan seutas kain putih—merayuku untuk menghampirinya.
Kugenggam gulungan itu, dan kubuka pelan-pelan. Ada lima lembaran merah tersusun rapi. Nominal yang tidak sedikit, cukup membuat jemariku bergetar. Apakah ini rezeki dari langit?
Entah mengapa, nuraniku justru terasa berat. Tidak senang.
“Anjir! Rezeki nomplok, Mi,” seru Danu, menyela lamunanku. “Bagi dua, ya?” imbuhnya dengan nada antusias
Kukembalikan uang ini ke bentuk semula. Ada keinginan untuk memiliki, tetapi ada pula getir yang menyambar jiwa—seakan ada yang bisikan halus untuk tidak mengambilnya.
Memang, jika ditelaah lebih dalam, tempat ini bukanlah ruang sepi. Kendaraan silih berganti memadati jalanan. Rumah-rumah turut berjaga di kejauhan.
Pun, posisi uang yang kutemukan tidak tersembunyi, tergeletak dengan cukup terbuka, bahkan ada lembab yang menyerat saat pertama kusentuh. Jadi, aneh...