Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Slice of Life
Jalur Langit
0
Suka
30
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Siapa yang tidak akan bahagia, bila kelulusannya di sambut dengan lamaran dari pria yang sudah di idam-idamkan. Hazel tidak bisa berhenti tersenyum menatap dirinya di depan cermin. Akhirnya kalingga akan melamarnya, pria yang baru pertama kali bertemu dan memberanikan diri bertemu dengan abahnya.

Besok adalah hari yang membahagiakan, hazel berharap besok semuanya akan berjalan lancar. Malamnya hazel shalat tahajud meyakinkan dirinya dalam penentuan pilihan hidup yang akan berjalan seumur hidup. Walaupun malam itu hatinya gelisah, dia tetap berusaha berpikir positif bahwa itu perasaan yang biasa untuk orang yang akan di lamar. Rumahnya sudah di hiasi dengan konsep serba putih.

Jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi, hazel sudah selesai berdandan. Saver memasang wajah khawatir karena kalingga, pria yang merupakan temannya sekaligus calon suami adiknya tak kunjung menampakkan dirinya. Padahal seharusnya jam 9 acara lamaran sudah di mulai. Keluarga inti sudah datang, namun sudah lebih dari jam 10 pria itu tidak kunjung hadir.

Saver mendekati kedua orang tuanya dan berbisik. Jelas tampak di wajah kedua orang tuanya perasaan kecewa. Hazel mendekati Saver dan bertanya.

“Kenapa kalingga belum datang kak?”

”Kakak juga bingung dik, sudah kakak hubungi tapi nomornya tidak aktif.”

”Tidak apa dia tak datang, kalau ternyata dia kecelakaan atau meninggal tapi kalau kabur. Awas saja ….”

”Kak, jam berapa akan di mulai?” Tanya paman hazel pada abahnya.

”Aku juga tidak tahu ada masalah apa dengan pihak pria tidak ada kabar sama sekali.”

Hazel duduk terdiam di depan cermin kamarnya. Bagaimana bisa kalingga melakukan ini padanya. Bukankah dia yang meyakinkan abah untuk menikahiku.

”Ya Allah. Sungguh dia telah menyakitiku dan keluargaku.”

Gadis itu menutupi wajahnya dengan tangannya yang gemetar. Saver masuk ke kamar hazel dan melihat adiknya tengah menangis.

”Maafkan kakak Hazel, kalau saja kakak lebih mengenalnya ini mungkin tidak terjadi.”

”Tidak apa-apa kak. Ini bukan salah kakak” ucapnya sambil mengusap air matanya.

”Maukah kakak memelukku sebentar?”

Saver merentangkan tangannya menunggu pelukan sang adik. Hazel menangis menumpahkan kesedihannya.

Malamnya gadis itu masih tampak murung. Setelah makan malam dia bergegas kembali ke kamarnya. Umi dan abah melihat tingkah laku hazel tampak cemas dan pergi ke kamarnya untuk mengajaknya bicara.

”Assalamualaikum hazel” ucap abah sambil mengetuk kamar hazel.

”Walaikumsalam abah.”

”Abah masuk ya.”

”Iya abah.”

“Abah tahu perasaanmu saat ini, tapi takdir sudah Allah tentukan. Ada waktu dan jodoh yang lebih baik ke depannya untukmu.”

”Iya abah. Bukankah hazel sudah berusaha menjaga diri dengan baik. Tapi kenapa Allah tidak memberikan yang terbaik untuk hazel.”

”Tidak boleh begitu nak. Terkadang menurut kita semua sudah baik tapi nyatanya masih ada sedikit kurangnya yang kita rasa tidak akan menghambat malah sebenarnya mempengaruhi semuanya. Kita tidak bisa memastikan manusia akan berperilaku seperti yang kita harapkan nak” ucap umi hazel sambil merangkul anak perempuan satu-satunya.

”Tapi mi, bah. Sangat sakit rasanya di perlakukan seperti ini.”

”Umi sama abah paham. Nanti kamu tahajud dan berserah diri sama Allah. Insyaallah, Allah akan kasih petunjuk dan hal yang lebih baik yang tidak kamu duga akan terjadi. Berbaik sangka saja sama Allah” ucap abah meyakinkan hazel.

Keesokkan paginya, seorang pria yang membuat darah hazel mendidih muncul. Siapa lagi kalau bukan kalingga, dia tampak membawa seorang perempuan.

Melihat Saver menuju arah kamarnya, hazel berlari dan pura- pura membaca di meja belajarnya.

”Hazel … ada tamu.”

”Siapa?”

”Kalingga.”

”Bilang aja aku lagi tidur dan nggak bisa di ganggu. Kalau mau ada yang di bicarakan bilang aja sama umi, abah atau kak Saver. Lagian aku bukan muhrimnya juga.”

”Ya udah. Kakak cuma nyampein panggilan abah aja”

Saver kembali ke ruang tamu, dalam hatinya sangat kesal dan ingin melayangkan pukulan keras di wajah temannya itu. Tapi abah selalu menasihati untuk tidak menyelesaikan masalah dengan emosi.

”Assalamualaikum abah, umi.”

”Wah, kok sekarang datangnya nak lingga. Seharusnya kemarin ...” Ucap abah dengan nada bercanda.

Kalingga langsung bersimpuh di hadapan abah dan umi hazel. Pria itu menangis sambil memegang tangan pria yang tampak tenang.

”Sebenarnya abah sama umi, Saver dan khususnya hazel sangat marah padamu lingga. Kamu pasti paham bagaimana perasaan hazel yang sudah kamu janjikan dengan pernikahan.”

”Maafkan saya abah.”

”Saya minta maaf telah menghancurkan perasaan keluarga semua dan hazel. Saya sebenarnya sudah bersiap untuk menuju rumah hazel kemarin. Tapi saya mendengar bahwa Farah mau segera menikah dengan saya, saya memutuskan untuk tidak jadi datang abah.”

”Jadi … kau jadikan adikku pilihan keduamu karena fara tidak mau menikah? Laki-laki macam apa kamu lingga!” Saver berdiri dengan wajah memerah.

”Tunggu Saver. Istigfar …” ucap abah.

“Lingga abah sangat kecewa dengan sikapmu. Kamu tidak komitmen dan tidak berpendirian. Sekarang semua sudah terjadi, abah tahu pasti Allah memberikan jalan dan ujian untuk hazel. Abah berharap pernikahan kamu berjalan dengan lancar. Dan ingat lingga, jangan pernah melakukan hal yang sama lagi. Sebenarnya engkau sudah menyakiti anakku dan ibunya.”

”Maafkan lingga abah, umi.”

”Umi memaafkanmu. Betapa hancur hati hazel jika mendengar ini langsung dari mulutmu. Umi berharap ini menjadi yang terakhir kamu menyakiti perempuan kalingga.”

”Maafkan lingga umi.”

Saver berdiri dan tidak mau mengatakan apapun lagi. Baginya kekesalannya tidak dapat di bendung saat ini. Dia benar-benar merasa hancur dengan kesedihan hazel saat ini.

”Pulanglah …” ucap abah sambil tersenyum.

”Umi harap ini adalah pertemuan terakhir kita. Kami sudah memaafkanmu tapi tidak ada alasan lagi untuk kita bertemu.”

Kalingga pamit bersalaman dengan orang tua hazel. Dia melangkah dengan rasa bersalahnya yang entah kapan akan berakhir.

Saver kembali ke kamar adiknya, dia berharap gadis itu tidak mendengar apapun yang mereka bicarakan di bawah.

“Assalamualaikum dik, apa bisa kita bicara sebentar?”

”Walaikumsalam kak, masuklah.”

”Apa kamu mendengar pembicaraan tadi?”

”Tidak kak, kenapa?”

”Tidak ada.”

”Oh iya minggu depan kakak mau berangkat. Kamu mau ikut cari kerja di sana atau gimana?”

”Aku masih bingung kak.”

”Kenapa, kamu masih kepikiran kalingga?”

”Nnngak, hazel bingung aja nanti di sana mau kerja apa.”

”Kamu mau nggak jadi asisten dosen temen kakak. Kebetulan jurusan kamu sama dia sama?”

”Mmm … boleh juga, dari pada nganggur.”

”Ya udah, nanti kakak coba hubungi dia dulu.”

Seminggu berlalu, hazel memutuskan untuk ikut Saver. Abah dan umi mengizinkan dari pada anak perempuannya itu bersedih dengan apa yang terjadi.

”Hati-hati disana ya nak, jangan lupa shalat.”

”Iya umi, bah. Nanti kalau udah sampai hazel kabari ya.”

”Jaga adikmu ya, Saver.”

”Iya bah. Kita berangkat dulu.”

Untungnya Saver sudah membeli rumah di dekat kampusnya. Jadi hazel bisa tinggal bersama kakaknya.

Saver mengantar hazel bertemu Zahra teman semasa kuliahnya. Hazel awalnya sedikit canggung namun karena zahra tipikal orang yang mudah membuat nyaman siapa yang bicara dengannya. Jadi tidak butuh waktu lama untuknya lebih dekat dengan hazel.

“Besok kamu udah mulai masuk ya hazel, aku jadwalnya padat banget tambah lagi ada penelitian di luar yang belum selesai.”

”Baik kak.”

”Oh iya Arkhan mana ra? Tanya saver.

”Biasa, dosen muda sibuk banget.”

”Ya udah, gue sama hazel Balik dulu soalnya tadi malam baru sampai mau istirahat dulu.”

”Ya udah, sampai ketemu besok hazel.”

”Siap kak.”

Malamnya hazel yang tengah menyiapkan pakaian yang digunakan besok dihampiri oleh Saver.

”Hazel, kakak minta maaf ya.”

”Minta maaf apa kak?”

”Kalingga ….”

”Udah kak, udah berlalu. Ini bukan salah kakak. Lagian nih kita nggak bisa memastikan seseorang tu gimana. Abahkan udah bilang, bisa jadi apa yang terjadi kemarin itu hazel dapat sesuatu yang nggak terduga ke depannya.”

”Ternyata kamu udah pintar dan dewasa ya dik.”

”Ya iyalah, umur hazel udah 22 tahun.”

“Oh iya, kalau misalnya kamu tertarik mau lanjut S2. Biasanya kampus kakak bakal buka beasiswa. Tanya-tanya aja sama kak zahra.”

”Siap kak ….”

Hazel yang sudah siap-siap untuk tidur. Terbangun karena pesan dari seseorang di handphonenya.

Nama yang membuatnya merasa kesal, siapa lagi kalau bukan kalingga. Pria itu mengirim pesan permintaan maaf. hazel sangat kesal dan ingin rasanya mengata-ngatai pria itu. Bagaimana Tuhan bisa menciptakan laki-laki menyebalkan seperti dia.

Tanpa pikir panjang hazel tidak membalas pesannya dan memblokir nomor pria menyebalkan itu.

Hazel bergegas tidur dan melupakan semua yang terjadi.

Kesibukan hazel sebagai asisten dosen membuatnya tak terlalu sibuk memikirkan perasaan yang selama ini hanya merugikan dirinya. Hazel semakin membuat zahra senang, karena kepintarannya tidak membuatnya begitu sulit untuk mempelajari sesuatu. Terkadang zahra memberi hazel kesempatan untuk mengajar di beberapa materi yang dikuasainya.

Beberapa minggu berlalu, zahra mengajak hazel dan Saver untuk makan malam bersama.

“Pokoknya malam ini kamu nggak perlu bayar. Aku yang traktir” ujar Zahra.

”Wah, kayaknya ada project besar nih sampe traktir segala.”

”Ya iyalah. Berkat hazel aku bisa fokus sama penelitian dan jadinya ngajar tetap fokus walau sesekali di gantian hazel.”

”Maaf merepotkanmu adik cantik”

”Nggak apa-apa kak.”

”Oh iya …” zahra seperti mencari sosok yang belum terlihat.

”Kamu cari siapa?”

”Arkhan … dia bilang pengen ketemu sama kamu. Udah lama nggak ketemu.”

”Wah, mana dia” baru saja Saver mencari pria itu muncul dengan tampilan yang tampak santai dengan tas di punggungnya.

”Arkhan …” panggil Saver sambil melambaikan tangan.

”Hai … udah lama banget nggak ketemu. Sibuk banget lo ya.”

”Nggak juga. Lo nya aja sibuk banget kayaknya.”

”Hai ra.”

Mereka duduk berempat, zahra berhadapan dengan arkhan. Saver berhadapan dengan hazel.

Arkhan menatap heran pada hazel yang tengah sibuk dengan ponselnya.

”Ini adek gue, hazel.”

”Halo kak.”

”Ini hazel asisten gue sekarang. Untung ada dia, jadi gue nggak terlalu keteteran sama tugas-tugas yang numpuk.”

”Tapi gue nggak pernah liat dia di kampus.”

“Gimana mau liat, orang lo aja ke kampus sebentar habis ngajar terbang lagi.”

Arkhan hanya tertawa mendengar ucapan zahra. Setelah makan malam dan bincang yang cukup panjang. Mereka bergegas kembali untuk kesibukan masing-masing.

Keesokannya hazel berangkat lebih pagi karena hari ini ada persiapan untuk materi yang butuh banyak bahan. Dia kira tidak ada orang di ruang dosen. Ternyata ada arkhan, pria yang tadi malam bertemu dengannya dan kak Saver.

Hazel memutuskan untuk duduk di luar sambil menyelesaikan tugasnya dengan laptop yang di pangkunya.

Sembari mengerjakan hazel mendengar pria yang tengah sibuk juga dengan laptopnya itu melantunkan ayat-ayat suci.

Hazel tersenyum tipis sambil mengikuti bacaan pria itu. Karena terlalu serius, hazel tidak menyadari kalau zahra memperhatikannya sedari tadi.

”Kok kamu nggak masuk dik?”

Hazel hanya tersenyum dan bergegas berdiri mengikuti zahra yang akan masuk ruangan.

”Oh pantas hazel nggak masuk, ternyata ada pak dosen” ucap zahra sambil melirik hazel.

”Jadi dari tadi dia di luar?”

”Nggak pak, saya baru datang.”

”Jangan panggil bapak zel, dia seumuran Saver.”

”Maaf … kak.”

Hazel merasa malu karena memanggil arkhan pak. Dia bergegas mengikuti zahra yang menuju meja kerjanya.

Beberapa bulan berlalu, hazel mulai terbiasa dengan lingkungan kampus. Dia semakin di kenal oleh para mahasiswa dan dosen disana.

Dan satu hal yang membuat hazel semakin semangat kerja. Diam-diam dia menyimpan perasaan pada pria yang sering di perhatikannya. Siapa lagi kalau bukan arkhan. Sikap dan kebaikan arkhan membuat pintu hatinya terbuka lagi. Namun bagaimana caranya, aku tidak sedekat itu dengannya. Mau minta bantuan kak Saver itu akan terlihat aneh.

Hazel memutuskan untuk memberanikan diri meminta bantuan kak zahra. Hazel yang habis dari mesjid kampus bergegas kembali ke kantor untuk menemui zahra.

Namun langkahnya terhenti ketik melihat seorang anak perempuan memanggil papi kepada pria yang saat itu baru saja selesai shalat.

Seketika jantung hazel berhenti berdetak. Dia sudah menikah, betapa memalukannya ini.

Hazel bergegas kembali dan bersikap seperti tidak terjadi apa-apa. Bagaimana pun dia harus mengurungkan perasaannya yang sudah tumbuh kepada pria yang bernama arkhan itu. Tapi bagaimana ini, sungguh sangat memalukan karena hazel sudah menyebut nama pria itu di setiap doa sepertiga malamnya.

”Maafkan hamba ya Allah.”

Hazel pulang dengan perasaan campur aduk. Dia yang sudah menahan air matanya sedari tadi seketika tumpah setelah masuk ke dalam rumah. Saver yang tengah duduk. Tampak bingung melihat sang adik.

”Kamu kenapa?”

Hazel meletakan semua barang-barangnya dan berlari mendekati Saver yang tengah menonton.

”Bagaimana ini kak?”

”Kamu kenapa? Ada yang ganggu kamu?”

”Hazel suka sama seseorang, sudah satu bulan ini hazel berdoa setiap malam berharap untuk bisa bersamanya. Tapi ternyata hazel keliru. Hazel malu sama Allah kak.”

”Siapa dik, jelaskan dulu dan kenapa ini menjadi sesuatu yang memalukan.”

”Dia sudah punya anak kak, itu berarti dia sudah punya istri.”

Hazel menangis sangat keras di pelukan sang kakak.

”Tapi siapa?”

”Kak arkhan ….”

”Kamu menyukai arkhan? Bagaimana bisa?”

Hazel menangis sejadi-jadinya tanpa menjawab pertanyaan Saver.

Setelah drama tangisan yang cukup panjang. Hazel istirahat ke kamarnya dan Saver pergi ke luar untuk menemui arkhan tanpa sepengetahuan hazel.

Mereka bertemu di salah satu cafe yang tak jauh dari tempat tinggal di arkhan.

”Hai ver, kenapa? Tumben ajak ketemuan?”

”Ini tentang hazel.”

”Kenapa hazel?”

”Tapi tunggu dulu, apa lo udah nikah?”

”Pertanyaan macam apa itu? Kalau nikah pasti di undang lo ver.”

”Tapi hazel bilang dia liat lo di panggil papi sama anak perempuan pas di mesjid.”

”Ooo … pantas saja.”

”Dia itu anaknya kak Lia, kakak gue. Dia suka panggil gue papi, itu pun gara-gara kak Lia.”

”Tadi hazel pulang dari kampus, dia nangis sambil meluk gue. Gue kira habis di ganggu orang atau ada masalah apa. Nggak tahunya dia patah hati karena dia kira lo udah punya anak.”

”Jadi hazel suka sama gue.”

”Jangan pede dulu. Gue harus pastikan sesuatu.”

”Menurut lo bagaimana dengan hazel.”

”Hazel?”

”Iya”

”Pintar, baik”

”apa lo ada niatan baik?”

”Sebenarnya … gue udah suka sama hazel setelah hari dimana kita makan malam bareng. Tapi karena sikap hazel yang sedikit cuek gue fikir dia belum kepikiran buat ada hubungan yang serius jadi gue bersikap santai dan tidak memperlihatkan ketertarikan gue sama dia.”

”Tapi lo belum punya pacarkan?”

Llo kira orang tua gue izinkan gue pacaran apa? Kalau ada udah pasti langsung dilamar.”

”Gue cuma mau kasih tau lo, hazel itu adek kesayangan gue. Abah sama umi bener-bener jaga dia dengan baik. Beberapa bulan lalu dia sempat gagal menikah, dan pria yang melamarnya itu adalah temen SMA gue. Di hari lamaran dia nggak datang, gue bener-bener terpukul dengan apa yang terjadi. Sebenarnya tadi pas hazel kasih tau kalau dia ada perasaan sama lo gue sebenarnya ingat ke momen di mana hazel lamaran. Bagaimana kalau dia patah hati lagi. Dan lo arkhan kalau benar-benar nggak ada perasaan sama hazel atau udah ada pasangan gue nggak memaksa lo untuk sama hazel. Tapi sebagai kakaknya gue cuma berusaha membantunya menyampaikan niat baik.”

”Gue akan nemuin abah sama umi lo Sabtu depan.”

”Makasih khan, gue harap ini pertanda baik dari Allah untuk hazel.”

mMereka saling merangkul seolah ini pertanda baik untuk hazel.

Esoknya di kampus arkhan tetap bersikap seperti biasa sampai hari Sabtu untuk menemui keluarga hazel. Walaupun hatinya membuncah melihat perempuan yang ternyata juga memiliki perasaan padanya.

Jumat sore Saver mengajak hazel untuk pulang ke rumah abah dan umi.

“Besok kita pulang ya dik.”

”Besok? Ngapain?”

”Kamu nggak kangen sama umi dan abah?”

”Kangenlah.”

Hazel berangkat malamnya agar mereka besok pagi tidak terjebak macet di hari libur.

Sesampainya di rumah, hazel mencium aroma yang begitu menggoda.

”Assalamualaikum umi, abah”

”Walaikumsalam”

”Wah, umi masaknya banyak banget. Ada yang mau datang ya?”

”Iya, nanti ada tamu.”

”Siapa?”

”Nanti kamu bakalan tahu kok.”

Hazel kembali ke kamar, saver mencegat hazel yang berlari ke lantai atas.

”Dik, jangan lupa pakai baju yang sopan dan cantik.”

”Emangnya kenapa?”

”Ya pake aja.”

Saver meninggalkan hazel yang masih bingung.

Satu jam berlalu, hazel yang sudah selesai bersiap. Di panggil oleh Saver tang tengah berdiri di dekat tangga lantai 2.

”Hazel … cepet turun.”

”Iya … bentar.”

Hazel turun dengan tergesa-gesa, tatapannya menangkap sosok yang kemarin baru saja berniat dia lupakan.

”Kak arkhan?”

”Assalamualaikum abah, umi”salam hazel pada orang tua arkhan.

Setelah bertemu, keluarga arkhan menyampaikan niat baiknya kepada keluarga untuk meminang hazel.

”Tapi …”hazel spontan berdiri.

”Tapi apa nak?ucap abah kaget.

”Hazel nggak mau jadi istri kedua kak arkhan.”

”Istri kedua?”ucap umi arkhan.

”Tunggu dulu, ada kesalahpahaman umi, abah. Hazel, arkhan belum menikah dan yang kemarin manggil dia papi adalah anak kakaknya arkhan.”

”Maaf kak, hazel nggak tahu. Maaf umi, abah,”wajah hazel seketika memerah karena merasa malu.

Kedua keluarga tertawa lepas mendengar hazel.

”Abah serahkan keputusannya sama hazel. Kamu gimana nak?”

”Hazel … bersedia bah” hazel hanya menundukkan kepalanya, siapa yang tahu betapa berbunga perasaannya saat ini.

”Saya, umi dan Saver mengikuti keputusan hazel. Kami benar-benar berharap semua berjalan lancar sesuai dengan keridhoan dan berkah dari Allah”

Setelah pertemuan, hazel memeluk abah dan Uminya.

”Abah, nggak salah hazel denger apa kata abah. Bisa jadi apa yang terjadi kemarin akan diberi yang lebih baik. Hazel malu karena menyalahkan Allah sebelumnya, tapi Allah ternyata beri hazel kebahagiaan seperti ini.”

Saver tersenyum melihat hazel yang tampak begitu bahagia. Hazel berbisik pada saver yang membuat abah dan umi penasaran.

”Makasih ya kak, udah jadi perantara kita.”

Saver tersenyum dan memeluk hazel.

Malamnya hazel tak berhenti mengucap syukur pada Allah SWT. Doa yang dikira akan bertolak lagi padanya ternyata diberikan kelancaran yang begitu luar biasa.

“Terima kasih ya Allah, jika saja aku berputus asa dan tetap menyalahkanmu mungkin jalur langit ini tidak akan berjalan lancar.”

-End-

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Slice of Life
Cerpen
Jalur Langit
lidia afrianti
Cerpen
Belati Kehidupan
Hanum Syifa
Cerpen
Bronze
Lelaki Bermata Teduh Part-3
Munkhayati
Cerpen
Refleksi
rdsinta
Cerpen
KEAJAIBAN TETANGGA KOMPLEK
R Hani Nur'aeni
Cerpen
Bronze
Pelukan Ibu
Lely Saidah Al Aslamiyah
Cerpen
Bronze
Sengkolo
Nisa Dewi Kartika
Cerpen
Bronze
REKAM
Yutanis
Cerpen
Bronze
Bidadari yang Bergoyang
Yuisurma
Cerpen
Bronze
Sabda Pasar
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Bronze
RIN
Hesti Ary Windiastuti
Cerpen
Bronze
Tipu-Tipu Media Sosial
Amalia Puspita Utami
Cerpen
Pendar
Shinta Larasati
Cerpen
Day to day
Keyda Sara R
Cerpen
Bronze
Transkrip
Muram Batu
Rekomendasi
Cerpen
Jalur Langit
lidia afrianti
Flash
Cerita 14 Mei 2013
lidia afrianti
Cerpen
Bronze
SANGUIN
lidia afrianti
Flash
SELF
lidia afrianti
Flash
Bronze
Lemon Tea
lidia afrianti
Flash
Bronze
Kenapa Kita Berpisah?
lidia afrianti
Flash
Bronze
Alasan Menjadikanmu Rumah
lidia afrianti
Flash
if we'd met before a decade
lidia afrianti
Flash
Hilang di Kota Virtual
lidia afrianti
Flash
Balasan Surat Untukmu, Sean
lidia afrianti
Flash
I'm a mother
lidia afrianti
Cerpen
Bronze
A letter: Unbreakable Love From Seoul
lidia afrianti
Flash
Lembar Terakhir Si Penulis
lidia afrianti
Flash
Sandiwara
lidia afrianti
Cerpen
Without You
lidia afrianti