Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Jalan yang Kamu Pilih Adalah Jalan Menuju Kebaikan
0
Suka
946
Dibaca

“Jalan yang kamu pilih adalah jalan menuju

kebaikan”

-Bella-

Kata-kata itu selalu terngiang di kuping Laura. Gadis cilik berusia 11 tahun itu baru saja gagal menyelesaikan ujian akhir semesternya yang bermata pelajaran bahasa Inggris. Laura tidak belajar sehari sebelumnya, yang membuat nilai ujian bahasa Inggris-nya memberosot tajam. Guru bahasa Inggris, Miss Viona, meminta Laura agar memperbaiki nilainya di ujian remidi yang akan datang.

Sebenarnya, Laura adalah seorang gadis pintar. Dia cepat memahami suatu pelajaran, dan mampu menjelaskannya dalam kata-kata yang singkat dan akurat. Sayangnya, dia malas membaca, dan mengakibatkan dirinya menjadi anak yang kurang teliti.

Untungnya, Bella, sahabatnya, mau menasihati Laura sepanjang hari. Mulutnya tak lelah melontarkan kata-kata mutiara yang indah dan baik. Hanya Laura saja yang tidak langsung melakukan semua nasihatnya. Namun, Bella tetap sabar mendampingi sahabat satu-satunya itu.

“Laura, hidup itu seperti mengantri di loket kereta api. Kita berbaris di loket, menunggu diberi tiket. Sekali tiket itu hilang, buyarlah semua rencana kita pergi naik kereta, dan kita mesti memesan tiket lagi. Belum tentu juga kita punya uang untuk membelinya. Jangan sia-siakan tiket kesempatan kita itu,” begitulah setiap hari Bella menasihati Laura.

“Ya, ya, aku tahu. Tapi aku bosan membaca buku paket setebal ini, Bella. Bu Lastri juga kalau menjelaskan sesuatu itu sambil melamun. Bagaimana bisa muridnya konsentrasi kalau gurunya sendiri seperti ini,” bantah Laura, sambil mengusap-usap buku IPA-nya.

“Baiklah kalau begitu. Jalan yang kamu pilih adalah jalan menuju kebaikan,” Bella mengakhiri nasihatnya.

“Hah, maksudmu?” tanya Laura heran.

“Kelak kamu akan tahu artinya, Laura sahabatku,” sahut Bella dengan senyum misterius.

***

Sampai hari ini, Laura masih bingung dengan kata-katanya Bella. Saat istirahat, dia makan bersama dengan Bella.

“Bella, apa, sih, maksudmu dengan kata-kata ‘Jalan yang kamu pilih adalah jalan menuju kebaikan’? Jangan bikin aku penasaran, dong!” ujar Laura sambil membagikan roti lapis buatan mamanya kepada Bella.

Bella tertawa. “Tidak bisa kuberitahu sekarang, Laura. Kamu harus mencari artinya sendiri. Lama-lama, kamu akan tahu.”

“Ah, kamu ini bikin aku penasaran saja,” omel Laura. Digigitnya roti lapis yang merupakan bekalnya itu. “Kamu sebenarnya mau apa, sih, Bella? Ceritakan saja apa susahnya, sih?!”

“Tidak mau. Cobalah kamu cari sendiri. Kata-kata itu akan berguna bagimu suatu hari nanti.”

Sambil berkata begitu, Bella memakan roti lapis pemberian sahabatnya. Kemudian, dua anak itu hanyut dalam kebisuan. Laura masih sibuk memikirkan tentang kata-kata Bella tadi. Sementara Bella hanya diam sambil mengunyah makanannya.

***

Usai istirahat, lonceng masuk kelas berbunyi. Laura buru-buru pindah ke tempat duduknya yang semula. Kemudian, Pak Haris masuk. Pak Haris adalah guru olahraga sekolah itu. Tampangnya yang galak membuat semua anak takut padanya.

“Selamat siang, anak-anak. Hari ini kita ada ujian PJOK. Silakan dikerjakan ujiannya, jangan ada yang menyontek,” Pak Haris mulai membagi-bagikan kertas ujian.

Mati aku, aku belum belajar! pikir Laura. Jantung anak itu berdegup kencang. Bagaimana ini? Kalau ketahuan belum belajar, bisa-bisa aku dipukul sama Pak Haris. Tapi kalau aku mengerjakan asal-asalan, nanti aku dapat nilai merah. Uh, bagaimana ini?

Kertas ujian tersodorkan di depan mata Laura. Dengan gemetaran, dia memungut pena yang tergeletak di tasnya. Dituliskannya nama lengkap dan tanggal pada bagian atas kertas.

“Oke, ujian dimulai! Waktunya enam puluh menit!”

Laura memejamkan mata, lalu membukanya lagi. Dia berusaha agar bisa mengerjakan semua soalnya tanpa kesulitan. Dia berdoa dalam hati. Namun tetap saja, soal-soal ujian itu begitu sulit. Laura sampai harus membaca soalnya tiga kali untuk bisa memahami seluruh konteksnya.

Menit demi menit berlalu. Sebentar lagi, waktu mengerjakan ujian akan habis. Pak Haris memperingatkan agar ujiannya diperiksa lagi dengan teliti. Sementara itu, Laura belum selesai mengisi soal isian. Anak itu bergegas-gegas mengisinya, dengan jawaban yang asal-asalan. Dia berharap nilainya tidak terlalu anjlok seperti ujian bahasa Inggris yang lalu. 

***

Lima hari kemudian, pembagian hasil ujian pun tiba. Bu Lastri, wali kelas mereka, membagi-bagikan kertas ujian yang telah diberi nilai.

“Yang nilainya masih di bawah delapan puluh, Ibu minta agar minggu depan mengulang lagi, ya. Yang sudah di atas delapan puluh, bersyukurlah. Dan jangan lupa agar lebih giat belajar di semester yang akan mendatang,” pesan Bu Lastri.

Nilai pendidikan Pancasila, IPA dan IPS, seni budaya, agama Islam, matematika, dan bahasa Jawa semuanya tertulis dalam pena warna hijau. Kebanyakan nilai Laura adalah sembilan puluh. Gadis kecil berjilbab itu tersenyum puas sambil memandangi kertas-kertas ujiannya.

Tapi soal nilai PJOK? Laura takut kalau ternyata nilainya sangat anjlok, bahkan lebih buruk dari bahasa Inggris. Ketika Pak Haris datang dan mulai membagikan kertas ujian, dia berdoa supaya nilainya tidak jelek.

Selembar kertas terulur di depan hidung Laura. Sambil setengah menutup matanya, dia menerima lembaran kertas itu. Ditatapnya kertas itu lekat-lekat, sambil berharap agar tidak ada angka yang ditulis warna merah.

Ternyata, harapan Laura meleset. Angka enam puluh satu tercantum di kolom nilai. Seketika hati gadis itu berdebar, kemudian diganti dengan rasa sedih. Harus siap-siap remidi lagi, nih, begitulah hati Laura berucap. Dia menumpuk kertas ujian PJOK-nya dengan kertas-kertas lain, lalu menyimpannya di tas.

Pulang sekolah, Laura berjalan kaki bersama Bella. Rumah mereka memang berseberangan dan dekat dengan sekolah, makanya mereka sering berangkat dan pulang bersama-sama.

“Bagaimana, baguskah hasil ujianmu?” tanya Bella.

“Tidak, Bel, nilai PJOK-ku jelek sekali. Selebihnya bagus-bagus,” tanggap Laura.

“Nah, betul, kan? Makanya, belajarlah, kawanku. Belajar itu tidak harus disuruh orang tua atau ketika perlu saja. Kita harus belajar setiap hari. Dengan begitu, kita bisa memahami lebih banyak hal,” sahut Bella.

Laura mengangguk lemah. “Yah, begitulah. Tapi aku masih bingung dengan kata-katamu, Bel. Aku berusaha cari tahu, tapi susah.”

“Tidak apa-apa, Ra. Coba cari tahu pelan-pelan. Aku mau kasih kamu challenge. Cari arti kata-kata itu, dalam waktu lima hari!”

“Hah, yang benar saja, Bella! Lima hari… berarti hari Selasa harus sudah kuketahui artinya, dong! Jangan begitu, dong, Bella!”

“Ayolah, ini tantangan buatmu. Aku tahu kamu pasti bisa, Ra!”

Laura cemberut. Percakapan mereka terhenti ketika Bella mendekati penjual es buah di dekat rumahnya.

“Mau beli es buah, Ra?”

“Tidak, hari ini aku tidak bawa uang jajan.”

“Oh, begitu, ya. Mau kutraktir?”

“Tidak perlu, Bella. Aku duluan, ya!”

“Okelah. Sampai besok, Laura! Jangan lupa cari arti kalimat itu!”

Laura mengangguk pelan. Dia buru-buru pulang ke rumahnya. Seusai mandi, dia rebahan di kasur sambil bermain di ponselnya. Dia memutuskan untuk mencari kalimat Bella yang itu. Diketiknya di kolom pencarian, “Arti dari ‘jalan yang kamu pilih adalah jalan menuju kebaikan’”.

Dalam sekejap, muncullah artikel-artikel mengenai kalimat itu. Namun, jawabannya sama sekali tidak memuaskan. Laura sampai pusing membaca semuanya. Dia memutar-mutar bola matanya.

Karena tidak menemukan jawaban yang memuaskan, Laura memutuskan untuk menelepon Bella. Di telepon, dia menyampaikan keluhannya mengenai arti dari kalimat mutiara Bella. Namun, apa jawaban Bella?

“Sudahlah, Laura, cari dan pikir saja sendiri. Jangan tanya-tanya aku terus. Nanti kalau sudah hari Selasa, baru kuberitahu kamu kalau kamu masih belum menemukannya. Cari di aplikasi mana pun kamu takkan menemukannya. Yang bisa menemukannya hanyalah pikiranmu!”

Laura pun berterima kasih dan menutup telepon. Dia menggigiti bibirnya sendiri. Sampai malam hari, dia tak kunjung menemukan artinya. Besok dan seterusnya pun juga.

***

Hari Selasa telah tiba. Laura belum menemukan artinya sama sekali. Dengan pasrah, dia masuk sekolah, dan menunggu sampai Bella datang. Ketika anak itu baru tiba di kelas, Laura langsung mengajaknya ke luar.

 “Jadi, sudah kamu temukan arti kalimat itu?” tanya Bella sewaktu mereka duduk-duduk di bangku taman sekolah.

“Belum, Bel. Ah, sudahlah, jangan bikin aku penasaran. Ceritakan saja, Bella! Aku pusing berpikir dan berpikir terus sepanjang waktu!” Laura mulai merengut.

Bella mendesah.

“Ayolah, Bel, beritahu aku, please… Nanti kutraktir es teh atau gorengan di kantin. Kamu mau, kan? Please?” rengek Laura.

“Okelah. Aku akan beritahu kamu sekarang,” akhirnya Bella berkata. “Arti kalimat, ‘Jalan yang kamu pilih adalah jalan menuju kebaikan’ adalah kamu memilih suatu jalan atau jalur, yang akan membawamu ke suatu kebaikan. Misalnya kamu memilih jadi dokter. Maka, kalau kamu terus belajar dan belajar, maka kamu akan menjadi seorang dokter. Namun, kalau kamu bercita-cita menjadi dokter dan malas belajar, maka cita-citamu itu akan terkubur. Kamu akhirnya menjadi seorang pekerja yang jelek dan gajinya kecil. Di saat itu, kamu akan menyadari bahwa kamu takkan bisa mendapatkan sesuatu yang kamu mau tanpa usaha dan kerja keras. Di situlah akhirnya kamu menyesal, dan berusaha lagi menjadi seseorang yang hebat. Sampai di sini paham maksudku?”

“Tapi bagaimana jadinya kalau aku memutuskan untuk mengambil jalur yang jelek?”

“Nah, itu yang hendak kukatakan. Seumpama saja kamu memilih untuk mencuri. Kamu memutuskan akan menjadi seorang pencuri atau perampok. Ketika ketahuan polisi, kamu akan dipenjara. Dalam penjara itu, kamu akan menyesali perbuatanmu. Bila akhirnya kamu dibebaskan, maka kamu pasti akan menjadi orang baik-baik. Tapi bila kamu tidak dibebaskan, kamu pasti akan membaca buku di dalam sel, atau mempelajari hal-hal baru lewat buku. Dengan begitu, kamu akan memperoleh pengetahuan, bukan? Itu sama saja dengan… kamu menebus kesalahan dan dosamu.”

Laura terdiam. Dia merenungi perkataan sahabatnya tadi.

“Setiap manusia itu pasti ada lubangnya, Laura. Manusia itu tidak bisa luput dari kesalahan. Kita itu pasti punya lembaran hitam dalam hidup kita. Satu-satunya cara untuk menebusnya adalah dengan belajar dari kesalahan dan mau memperbaiki hidup,” sambung Bella. “Kita itu seperti berjalan di jalan penuh batu kerikil. Setiap kali ada kerikil yang masuk ke sepatu kita, maka kita harus mengeluarkannya. Sama seperti hidup ini. Suatu saat pasti kita akan mempunyai kesalahan lagi. Kita harus menebus kesalahan itu. Kita harus mengeluarkannya dari hati kita.”

“Kamu benar, Bella. Aku menyesal selama ini tidak belajar, sehingga nilai ujianku ada yang jelek,” ujar Laura agak pelan.

“Iya, aku tahu. Kamu pasti menyesal, bukan? Cobalah perbaiki hidupmu. Cobalah keluarkan dosamu dari hatimu, dan tutupi dengan kebaikan. Aku sudah lama menasihatimu seperti ini. Aku ingin kamu berubah. Tapi kalau kamu tetap pada pendirian, aku takkan keberatan. Jalan yang kamu pilih adalah jalan menuju kebaikan.”

“Tidak, aku mau berubah. Aku mau belajar. Aku takkan lagi menganggap remeh tugas-tugasku. Aku punya misi, mengubah dunia.”

Bella mengacungkan jempol. “Bagus. Pintar. Terima kasih karena kamu mau mengubah sikapmu, Laura sahabatku. Ingat, jalan yang kamu pilih adalah jalan menuju kebaikan.”

“Ah, sudahlah, tak usah kamu ulangi kalimat itu lagi. Tentu aku mau berubah! Aku harus bisa mandiri, tak usah dinasihati lagi!”

Laura dan Bella sama-sama tertawa. Mereka menatap teman-teman yang mulai berdatangan dan menyambut dengan hangat.

Menurutmu, apa arti dari ‘Jalan yang kamu pilih adalah jalan menuju kebaikan’? 

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Flash
Bronze
Nana
9inestories
Cerpen
Jalan yang Kamu Pilih Adalah Jalan Menuju Kebaikan
Kiara Hanifa Anindya
Novel
"Suatu Hari" Buku Dari Seorang Sahabat
Ganang Winaryadi
Novel
Tanda Lahir
Era Chori Christina
Skrip Film
SEBELUM SENJA BERAKHIR (SCRIPT FILM)
ni ketut yuni suastini
Skrip Film
A Love Story
Nellamuni
Flash
Andai Waktu Bisa Diulang
pelantunkata
Cerpen
Bronze
Rahasia Hati
Herumawan Prasetyo Adhie
Cerpen
Bronze
Aku memilih yang baik, dan meninggalkan yang terbaik, aku memilih cinta dan meninggalkan yang setia.
Yanti suryanti
Cerpen
Kumbang Jantan dan Kupu-Kupu Berbintik Biru
Ferry Herlambang
Novel
Once She's Gone
ranieva
Novel
Bitterness
Arsya
Flash
Mereka Menyebutnya Pemeran Antagonis
Art Fadilah
Cerpen
Pergi Untuk Selamat
Dhea FB
Novel
Because You Are My Love
Anchan 30
Rekomendasi
Cerpen
Jalan yang Kamu Pilih Adalah Jalan Menuju Kebaikan
Kiara Hanifa Anindya
Flash
Cerpen Rara
Kiara Hanifa Anindya
Cerpen
Trend
Kiara Hanifa Anindya
Flash
Secangkir Kopi untuk Kakek Husni
Kiara Hanifa Anindya
Flash
Isi Bekal Amel
Kiara Hanifa Anindya
Cerpen
Kebahagiaan untuk Ninik
Kiara Hanifa Anindya
Flash
Novel yang Tak Selesai
Kiara Hanifa Anindya
Flash
Misteri Kertas Milik Tony
Kiara Hanifa Anindya
Cerpen
Gosip yang Terhenti
Kiara Hanifa Anindya
Flash
Belanja
Kiara Hanifa Anindya
Cerpen
Penulis Cilik
Kiara Hanifa Anindya
Flash
Ditakuti Anak-anak
Kiara Hanifa Anindya
Flash
Bullying
Kiara Hanifa Anindya
Cerpen
Bronze
Bertemu Ajak di Thailand
Kiara Hanifa Anindya
Flash
Sebuah Gambar dan Sebuah Puisi Untuk Tahun Baru
Kiara Hanifa Anindya