Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Slice of Life
Ini tentang Cinta; Mati
0
Suka
651
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Baru kali ini mencinta. Rasanya kadang panas kadang dingin di badan juga hati. Mencintai ternyata mirip rasanya seperti masuk angin. Tak heran, ada sebagian pencinta mendelik matanya ketika didera cemburu; pada lain waktu meredup sinarnya kala beku merindu. Hanya tatkala pencinta dilingkupi sumpek penjara di blok "B", julukannya seketika ubah menjadi: pecinta. Sesudah itu …, dia meraih-pakai busana cintanya lagi yang tergantung di dinding, barang sepuluh, dua puluh, tiga puluh menit hingga menit-menit sumpek itu pergi lalu ke luar penjara, bersunggingkan senyum puas merekah.

Baru kali ini ada pencinta ke luar penjara lantas bertingkah bak orang kurang waras.

Namun begitulah adanya Keran. Hari itu dia kembali melangkah keluar dari gerbang penjara dengan senyum puas betah tersungging pada bibirnya. Matanya mendongak menantang sinar matahari jam sembilan pagi. Dia lantas menengok pada wajah perempuan di sisi kiri tubuhnya.

"Pulang?"

Perempuan itu, Yesinem, mengangguk bertatapan wajah dengan wajah tersenyum Keran.

Keran pun gegas melangkah dan menggenggam erat telapak tangan Yesinem. Yesinem pun mengikuti langkah kaki Keran diikuti wajah tersenyum getirnya tampak sepersekian detik saja.

****

Peluh bercucuran keluar dari pori kulit tubuh mereka berdua dan membasahi selembar kasur usang yang semrawut seprainya. Dinding kontrakan sepetak menjadi saksi bisu percintaan mereka. setelah itu, Keran merekah senyum lalu bangkit menuju kamar mandi meninggalkan Yesinem yang masih telentang dan getir tersenyum.

Pada selang waktu Keran mandi bergejebar-gejebur, Yesinem pun berusaha mengumpulkan kembali n.i.a.t, yang tadi sempat pecah kacau balau akibat dilamun ombak berahi si pecinta. Lalu niatnya digenap-ubahkan menjadi tekad: aku harus mengakhiri ini semua walau harus mati.

Memang Keran sudah cinta mati kepada Yesinem. Cinta matinya bukan sekadar pemulas pada bibir semata. Keluar masuk penjara beberapa kali adalah bukti cinta mati Keran atas Yesinem. Pembuktian pertama cinta mati Keran atas Yesinem adalah saat dia memukul anak Kepala Desa Telungkup hingga jatuh tersungkur, lalu anak Kepala Desa Telungkup itu mundur dari menggoda dan mendekati Yesinem. Namun tidak demikian halnya dengan sang Kepala Desa Telungkup. Kepala Desa Telungkup itu maju melaporkan "tinju" Keran ke polisi. Terpenjaralah Keran di dalam jeruji barang beberapa waktu.

Begitu menyaksikan bukti pertama cinta mati Keran, membuat Yesinem, yang masih muda belia waktu itu, menjadi demikian bangga dan bersemi simpati pada hatinya kemudian lama-kelamaan mau menerima cinta Keran atas dirinya.

Pembuktian-pembuktian cinta Keran atas Yesinem dikali kedua dan berikutnya selalu berujung pada terpenjaranya lagi Keran di jeruji besi. Selesai menggasak ayam-ayam warga desa tetangga untuk modal nobar bioskop bersama Yesinem di kota; Keran tertangkap; dipenjara. Usai menipu teman, dan memakai lalu menjual sepeda motor sang teman demi keinginan Yesinem berkeliling dengan motor menyusuri malam di jalan-jalan berlampu kota. Sesudah berkeliling, motor itu tak pulang pada si empunya, malahan jadi duit dikantongi di saku Keran. "Buat modal bersuka-sukaan pada lain waktu," begitu gumam Keran tersungging senyum dan tak lama hari-hari kemudian tertangkap; dipenjara lagi.

Hingga pada satu malam di rumah reyot yang ditinggalkan pergi sang penghuni, di situlah Keran dan Yesinem tertangkap badan berduaan.

Sebelum digerebek warga desa, Keran sempat berkata pada Yesinem, "Yee' …, aku cinta mati sama kamu." Dipan rumah reyot, dan temaram malam jadi saksi bisu.

Yesinem pun bungah, melayang akalnya sesaat setelah mendengar "Yee'" panggilan sayang itu. "Apa buktinya?" Memancing Keranlah Yesinem melalui desah tanyanya yang mesra.

Hampir saja Keran membuktikannya pada Yesinem kalau saja tidak keburu digelandang ke balai desa. Nikah siri menjadi pilihan tanpa opsi dari kesepakatan sesepuh warga desa untuk kasus Keran dan Yesinem. Maka menikah sirilah Keran dan Yesinem lalu diusir pergi dari desa supaya sial tak meliputi desa lantaran pengantin baru itu.

"Aku minta cerai!"

Baru beberapa saat keluar dari kamar mandi, Keran terdiam setelah mendengar Yesinem yang, berbalut daster transparan, berkata di atas selembar kasur yang seprainya semrawut. Langkahnya perlahan mendekati Yesinem, meninggalkan tetesan-tetesan air di ubin kontrakan sepetak.

"Bilang apa kamu barusan?"

"Aku minta cerai!"

"Apa salahku?"

"Ingat-ingat lagi, apa salahmu!"

Ada merah merambati wajah Keran seketika. Dadanya menjadi kembang-kempis demi mengatur detak jantung yang mulai cepat.

"'Ingat-ingat lagi?' Kamu ingat, Yee'—"

"Jangan panggil aku 'Yee'!" tukas Yesinem ketus. Panggilan itu tak lagi mesra pada telinganya. Panggilan itu lebih mengesankan ledekan pada telinga Yesinem.

Keran membisu sambil melangkah lebih dekat lagi menghampiri Yesinem. Lantas Yesinem pun cepat bangkit berdiri pasang ancang-ancang, waspada.

"Kamu ingat inginmu berkeliling kota pakai motor, kupenuhi. Kamu ingat?"

"Aku ingat."

"Kamu ingat inginmu nobar—“

"Aku ingat!"

"Kamu ingat—"

"Aku ingat-aku ingat-aku ingat-aku ingat!" tukas Yesinem kalut.

Hening berjeda.

Hanya suara dengusan saja yang terdengar dari hidung Keran dan Yesinem pada waktu terik matahari yang tadi pagi ditantang sinarnya oleh sepasang mata Keran.

"Kamu ingat, aku mau kamu bekerja?"

"Aku ingat! Kupenuhi meski aku bekerja serabutan," balas Keran. "Kamu ingat, kamu ingin buku nikah KUA?"

Yesinem tak menimpali lantas diam tersekat tenggorokannya. Praduganya perlahan-lahan mendekat dan membisiki, "Ini penyebab Keran kali ini masuk penjara. Ah, tak mungkin."

Lalu Yesinem berkata bernada seakan-akan mencari celah keluar dari belitan ingin buku KUA, "Kamu pernah berjanji kepadaku, jika sekali lagi kamu masuk penjara, aku boleh meninggalkan kamu. Kamu ingat?"

Sepasang mata Keran sekejap lalu melengos pada dinding kontrakan yang lusuh-pudar mengelupas catnya. Dinding itu diajaknya bicara, "Aku tidak menampik pernah menjanjikan itu …," ucap Keran berjeda lantas, "tapi aku cinta mati sama kamu." Matanya menjadi basah. "Aku tahu kamu mandul setelah berulang kali bercinta kamu tak pernah hamil, tapi …," Keran kembali lekat menatapi wajah Yesinem, "aku enggak pernah terbetik ingin menceraikanmu. Aku cinta matimu. Aku mati kamu mati. Kamu mati aku mati."

PLAK!

Yesinem membuncah, marah menggelegak lalu menyisakan tapak jemari kiri pada pipi kanan Keran.

Naik pitamlah Keran. Dia mendorong cepat tubuh Yesinem dengan kedua tangan tepat mencekik leher Yesinem. Yesinem meronta-ronta, tapi tak berhasil mencari gapaian.

BLUK!

Suara keras dari dinding terdengar sekali akibat kepala Yesinem terantuk; lehernya tercekik erat sekali.

BLUK!

Kali ke-2 kepala Yesinem dibenturkan Keran yang sudah gelap akal.

BLUK!

Kali ketiga. Suara itu terdengar hampir bersamaan dengan tubuh Yesinem menggelongsor taksadarkan diri.

Dalam saat-saat surut naik pitam berganti kesadaran datang, Keran membentur-benturkan kepalanya di dinding kontrakan sepetak yang catnya mengelupas. Keran dijalari panik. Pada sisi tubuh Yesinem yang taksadarkan diri, Keran berkata, "Kamu mati aku mati, Yee'." Lirih dia bergumam, "Aku cinta mati sama kamu, Yee'." Di-dawam-sebutkan kalimat itu berulang-ulang mengurai penyesalannya. Kalut dirasakan Keran. “Ingin mati …, ingin mati-ingin mati.” Keran pun matanya tiba-tiba menjadi calang, mencari-cari sesuatu.

Keran pun tergeletak bersisian dengan tubuh Yesinem. Sebelumnya, tubuhnya seperti panas dingin setelah cairan obat nyamuk ditenggak masuk ke ususnya. Mengejang tubuhnya sesaat.

Tak lama berselang waktu kemudian ….

Terdengar suara ribut-ribut di muka kontrakan sepetak yang cat pada dindingnya mengelupas itu.

BRAK!

Pintu kontrakan dibuka paksa tetangga. Pasangan siri yang menikah siri 7 tahun lamanya itu pun dirujuk ke RS.

****

Sebangsal berdampingan di ruangan kelas 3, masing-masing terbaring tubuh Yesinem dan Keran. Dari bangsal rumah sakit itu, Keran yang terbaring perlahan-lahan wajahnya menoleh dan matanya lekat menatap wajah Yesinem. Keran kemudian tersenyum, berkata, "Yee', Tuhan merestui cinta mati kita." Jakun Keran sejenak naik turun dua kali, dan lanjut dia berujar, "Buktinya kamu dan aku tak mati-mati." Senyum masih tersungging pada bibir Keran sembari menatap lekat wajah Yesinem yang berbalut plester di kepala.

Pening seketika menyergap kepala Yesinem. Nasib memenjarakannya dalam pernikahan siri-cinta-mati, meskipun dia sudah bertekad: ingin mengakhiri itu semua walau harus mati. (©)

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Slice of Life
Cerpen
Ini tentang Cinta; Mati
Andriyana
Cerpen
Refleksi
rdsinta
Cerpen
Bronze
Mutasi
Nadya Wijanarko
Cerpen
Bronze
Salah Jalan
Fitri Yeni Musollini
Cerpen
Jodoh di Tangan Juragan
Dian Rinda
Cerpen
Hal Yang Lucu
Cassandra Reina
Cerpen
Bronze
Mar dan Selaksa Dendam
saharbanu Mulahela
Cerpen
Hari Kepulangan
Rinona
Cerpen
24 Jam
Devi Wulandari
Cerpen
Bronze
Sengkolo
Nisa Dewi Kartika
Cerpen
Kalung Ini Ruby Pinjam
Rizky Siregar
Cerpen
Menulis Haiku
Rafael Yanuar
Cerpen
Bronze
Mirna
Wulan Dzifa
Cerpen
FISIKA oh FISIKA
Rian Widagdo
Cerpen
Raenna
Hilda Pratiwi
Rekomendasi
Cerpen
Ini tentang Cinta; Mati
Andriyana
Novel
Bronze
Komidi Putar Witarsih
Andriyana
Cerpen
Bronze
Kata Hidup di Antara Kita pada Pentas Malam
Andriyana
Cerpen
Bronze
Berlari dari Kematian
Andriyana
Flash
Sosok Bapak
Andriyana
Flash
Bronze
Monyet Bersayap Kupu-kupu
Andriyana
Novel
Bronze
Sekisah tentang Mualim dengan Fatimah
Andriyana
Flash
"Jadi" Hamil, Enggak?
Andriyana
Flash
Sang Pemanggil
Andriyana
Cerpen
Si Kancil Dikeloni Kunti
Andriyana
Flash
Si Gadis Berkucir Satu
Andriyana
Flash
Microwife
Andriyana
Cerpen
Bronze
Dua Kisah dalam Satu Taring
Andriyana
Cerpen
Bronze
Becak Generasi Ketiga Belas
Andriyana
Flash
Kedinginan
Andriyana