Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Sore itu matahari perlahan tenggelam, langit biru mulai tergantikan semburat jingga kemerahan. Udara yang sejak tadi siang terasa gerah kini menjadi lebih dingin, seakan membawa aroma senja yang khas. Angin bertiup pelan, menyapu dedaunan disekitar taman hingga menimbulkan suara yang menenangkan. Sesekali terdengar cicit burung kecil yang hendak pulang ke sarangnya. Taman itu sepi hanya beberapa orang dudu di sana.
ia segera meraih jaket yang sedari tadi ia bawa, lalu memakainya untuk melawan hawa dingin yang semakin menusuk kulit. kemudian ia melangkah menuju kursi kosong tepat di bawah lampu taman. Lampu itu baru saja menyala, sinarnya redup memberi kesan tenang dan sendu.
Ia adalah Gavi Abimayu, akrab disapa Gavi oleh orang di sekitarnya. Gavi di kenal sebagai anak yang cerdas, suka membaca buku dengan berbagai genre dan ia punya ketertarikan dengan olahraga renang. Tapi sore ini wajahnya tampak berbeda, ada kebosanan yang membuatnya kehilangan arah.
Gavi menghela napas panjang. Bosan. Tidak tahu harus melakukan apa. Heningnya taman membuat pikirannya semakin kosong. Ia menatap langit yang semakin memerah. Entah apa yang dicarinya sore itu.
Akhirnya ponselnya menjadi pelarian. Jari-jarinya cepat mengotak-atik, membuka aplikasi demi aplikasi. Kemudian dengan iseng ia mengunduh aplikasi baca yang muncul di beranda rekomendasi.
Setelah memasukkan Email dan menyetujui persyaratan dari aplikasi tersebut, tampilannya lansung muncul menyarankan berbagai cerita. Ia membuka beberapa cerita secara acak yang tampilannya menarik, membacanya sekilas. Hingga pandangannya berhenti pada sebuah cerita tanpa sampul, hanya judul sederhana "About Her." Cerita tersebut berisi empat bagian dengan judul yang berbeda-beda. Terlihat tidak biasa, tidak seperti cerita pada umumnya.
Bagian pertama berjudul pertama kali. "Ini sih cerita pribadi penulisnya, " gumam Gavi sambil tersenyum.
Matanya mengikuti baris demi baris, paragraf pun berlalu. Ia tersenyum kecil, entah kenapa ia merasa relate dengan tulisan tersebut. Ceritanya sederhana, tapi anehnya, alur cerita itu terasa akrab. Persis seperti hari-hari yang ia lalui di sekolah, bahkan sampai kebiasaannya duduk di taman sore hari.
Tanpa sadar, Gavi membaca bagian kedua, ketiga dari cerita tersebut. Sampai bagian keempat selesai ia kaget, ia menemukan Huruf "I" yang berada paling bawah halaman. Gavi baru menyadari setiap bagian terdapat huruf yang berbeda. Ia kembali mengecek bagian sebelumnya dan benar saja, ia menemukan huruf "V" di bagian ketiga tak sampai di situ ia juga menemukan huruf "A" pada bagian kedua dan huruf "G" pada bagian pertama. Jika huruf itu digabungkan terbentuk namanya sendiri.
G A V I
Seketika bulu kuduknya berdiri, jantungnya berdetak lebih kencang. Otaknya menolak percaya tapi semakin ia pikirkan, semakin sulit menyebutnya kebetulan. Semua detail cerita itu terlalu mirip dengan hidupnya.
Matahari sudah terbenam sepenuhnya, kini langit menjadi gelap. Cahaya bintang yang samar ditemani lampu jalan menerangi bumi. Udara malam semakin terasa dingin, suara jangkrik mulai terdengar nyaring. Sudah tidak ada orang di taman hanya Gavi seorang diri. Ia pun mengambil tasnya yang ia simpan di sebelahnya dan memilih pulang. Gavi masih belum tenang, ia berencana akan melanjutkannya di rumah.
Sesampainya di rumah, aroma masakan ibunya menyambut dari dapur, Gavi lansung bergabung makan malam bersama keluarganya. Kepalanya masih penuh tanda tanya, pikirannya berisik namun berusaha tetap tenang.
Selesai makan, Gavi mengajak adiknya bermain sebentar untuk mengalihkan kecemasannya. Ia merasa masih sedikit tidak percaya dengan apa yang ia baca di taman tadi, Ponselnya tergeletak di atas meja, aplikasi itu masih ada, menunggu untuk dibuka. Tapi ia tidak berani menyentuhnya.
"Siapa yang menulis semua ini...? apa mungkin ada seseorang yang memperhatikannya sedetail itu? atau ini hanya kebetulan?"
***
Driiinggg! Driiinggg!
Pagi itu, suara alarm meraung di atas meja nakas samping tempat tidurnya. Gavi membuka mata dengan malas, masih teringat jelas kejadian sore kemarin. Dengan langkah berat ia bangkit bersiap-siap, lalu berangkat ke sekolah seperti biasa.
Di kelas, saat meletakkan tas di meja, matanya tanpa sengaja menangkap tulisan pada secarik kertas lusuh yang sebagian tulisannya telah hilang tergeletak di lantai. Hampir ia abaikan, tapi ada sesuatu yang membuatnya berhenti. Ia menunduk, mengambil kertas itu. Tulisan tangan itu samar, sebagian memudar. Tapi kata-katanya terasa akrab, mirip sekali dengan yang ia baca di aplikasi. Tangannya sedikit gemetar, jantungnya berdetak lebih kencang. Tulisan itu membuatnya kaku, ia tampak gelisah seperti ada sesuatu yang janggal.
Malam harinya, rasa penasaran semakin menjadi. Akhirnya Ia memberanikan diri membuka kembali aplikasi itu, dan benar saja ada bagian baru. Isinya menceritakan setiap langkahnya hari ini. Dari ia berjalan menuju kelas sampai ia menemukan secarik kertas lusuh itu.
Gavi tercekat. Dadanya sesak. Tak percaya "siapa yang menulis ini...? bagaimana bisa?" batinnya.
Keesokan harinya, gavi memilih datang lebih awal dengan satu tujuan dalam kepalanya. Menemukan si penulis. Ia punya firasat tentang anak itu. Seseorang yang jarang bicara, duduk di pojok kelas, berkacamata, selalu menunduk di balik buku. Seingat gavi ia tidak pernah sekali pun berbicara dengannya.
Namun kursi itu kosong, pelajaran pertama dimulai, kursi itu masih tetap tak berisi. Hingga bel istirahat pun tiba, tidak ada tanda-tanda kehadirannya. Orang yang ditunggu belum juga menampakkan diri, membiarkan kursinya tak berpenghuni. Gavi menatap kursi itu lama, lalu dengan rasa penasaran ia mengecek laci meja tersebut. Dan... Ia tidak menemukan apa-apa.
Gavi mendengar dari beberapa temannya, orang yang ia tunggu katanya sudah pindah sekolah.
Hening. Pandangannya kembali tertuju pada kursi kosong di pojok kelas itu. dan dalam hati ia sadar, ia tidak akan dapat jawaban dari rasa penasarannya. Dengan helaan napas panjang, Gavi kembali membuka aplikasi itu sekali lagi.
Kosong. ia tidak menemukan apa-apa. Bagian-bagian cerita itu hilang, seolah tak pernah ada.
Sejak hari itu, Gavi tak pernah tahu siapa penulis itu. Ada hal yang membekas, yaitu rasa penasaran yang tak pernah terjawab. Yang Gavi tahu, ada seseorang yang pernah menuliskan dirinya dengan begitu teliti dan mungkin ia tidak akan pernah tahu alasannya.
Langkah Gavi pelan saat keluar dari gerbang sekolah. Pikirannya masih penuh tentang penulis itu, tentang kursi kosong, dan aplikasi yang ia unduh. Angin sore berhembus ringan, lalu sebuah suara asing memanggilnya.
"hai, Gavi"
Langkahnya terhenti, ia menoleh. Mendapati seorang siswi yang tak pernah ia lihat sebelumnya berdiri di sana, tatapannya tenang dengan senyuman yang hangat.
"ke taman enggak nanti sore?" tanyanya, seolah pertanyaan itu sudah punya jawaban.
Gavi terdiam, menatap orang itu dengan bingung. Sebelum ia sempat menjawabnya dan bertanya balik, orang tersebut sudah melangkah pergi. Meninggalkan Gavi dengan kepala yang semakin penuh tanda tanya.
Tamat.