Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Aksi
Hujan, persahabatan, dan petualangan yang tak terlupakan
0
Suka
52
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Pagi itu, hujan mengguyur Desa Cebiuk sejak subuh. Langit kelabu, angin berembus dingin, dan genangan air mulai muncul di jalanan. Tapi bagi Panji dan teman-temannya, cuaca seperti itu bukan alasan untuk membatalkan rencana mereka. Hari itu, Rabu, 27 November 2024, Panji sudah merencanakan sesuatu yang istimewa: berenang di kolam Tirta Indah, Majalengka, bersama teman-temannya.

Panji sudah bangun sejak jam tujuh, memastikan perlengkapannya siap—handuk, pakaian ganti, dan bekal sederhana. Ia mengenakan jaket tebal untuk menghalau dingin, lalu berjalan ke rumah Ferzy, tempat mereka sepakat berkumpul. Di sana, teman-temannya sudah menunggu: Sandi, sahabatnya yang setia; Zaky, si tukang bercanda; Arif yang selalu ceria; Ferzi si tuan rumah; serta riswan dan Putra, dua sahabat yang baru-baru ini bergabung dalam geng mereka.

"Serius nih, kita tetap berangkat?" tanya Ferzy, menatap rintik hujan di luar rumah.

"Serius, lah! Masa mau diam di rumah terus?" jawab Panji penuh semangat.

Sandi menimpali, "Iya, hujan kayak gini justru seru! Kan Tirta Indah nggak tutup gara-gara hujan."

Setelah berdiskusi sebentar dan memastikan semua setuju, mereka akhirnya berangkat. Mereka beriringan naik sepeda motor, menembus gerimis yang semakin deras. Di sepanjang jalan, tawa dan canda tak henti-hentinya terdengar, meskipun baju mereka mulai basah terkena percikan air.

Tepat pukul 10.30, mereka tiba di Tirta Indah. Kolam renang itu tampak sepi—hanya ada beberapa pengunjung yang tampaknya juga tidak peduli dengan cuaca. Hujan yang masih turun membuat air kolam tampak lebih jernih, berkilauan seperti kristal.

Tanpa menunggu lama, mereka langsung berganti pakaian dan melompat ke kolam. “Segerrr banget!” seru Zaky sambil menggigil, membuat yang lain tertawa.

Perosotan menjadi tujuan utama mereka. Panji dan Sandi memulai dengan lomba meluncur. Sandi yang selalu suka aksi aneh-aneh mencoba meluncur dengan posisi terlentang, tapi justru tersangkut di tengah-tengah perosotan. Semua tertawa terbahak-bahak melihat ekspresinya yang kebingungan.

"Eh, bantuin gue dong! Susah nih mau turun!" teriak Sandi sambil berusaha menggerakkan badannya.

Riswan, bukannya membantu, malah ikut meluncur dan membuat Sandi terpental ke dalam kolam. Hasilnya, mereka berdua tercebur dengan suara keras, disambut gelak tawa teman-teman

Setelah puas bermain air, mereka berkumpul di pinggir kolam, membuka bekal yang mereka bawa. Hujan mulai reda, menyisakan aroma tanah basah dan suasana tenang. Panji membuka nasi bungkusnya sambil menatap teman-temannya yang asyik bercanda. Ada sesuatu yang membuat hatinya hangat—bukan hanya karena makanan, tapi juga karena kebersamaan yang terasa begitu akrab.

“Eh, gue bersyukur banget punya kalian,” kata Panji tiba-tiba.

Sandi menatapnya dengan alis terangkat. “Tumben, Ji, sok bijak. Biasanya juga lo yang nge-roasting kita.”

“Beneran, Sand,” kata Panji sambil tersenyum. “Gue ngerasa kita jarang banget punya waktu kayak gini. Sekolah sibuk, tugas banyak, belum lagi kalau ada masalah pribadi. Hari ini gue ngerasa bebas banget.”

Yang lain mengangguk setuju. “Iya, ya. Kadang kita lupa kalau hal-hal sederhana kayak gini tuh bisa bikin bahagia,” tambah Arif.

Mereka melanjutkan obrolan sambil menikmati suasana Tirta Indah yang kini semakin cerah. Namun, kebahagiaan mereka belum selesai. Setelah makan, mereka kembali ke kolam untuk mencoba wahana terakhir—lompat dari batu.

Panji menjadi yang pertama mencoba. Ia naik ke batu dengan percaya diri, berdiri di tepi, lalu melompat dengan gaya salto yang sebenarnya gagal total. Bukannya terlihat keren, ia malah jatuh dengan posisi telungkup yang menimbulkan suara keras. "Plakkk!"

Semua yang melihat tertawa sampai perut mereka sakit.

"Ji, lo keren banget! Gue kasih skor 11 dari 10 buat gaya itu," teriak Riswan sambil mengacungkan jempol.

Panji hanya bisa tersenyum malu sambil berenang kembali ke pinggir kolam.

Satu per satu, teman-temannya mencoba melompat. Ada yang berhasil dengan gaya keren, ada juga yang malah lebih parah dari Panji. Di antara mereka, Sandi yang paling berani. Ia melompat sambil berteriak, "Kita harus Bahagia!"

Hari mulai sore, dan mereka memutuskan untuk mengakhiri petualangan mereka di Tirta Indah. Dengan tubuh lelah tapi hati puas, mereka mengganti pakaian dan bersiap pulang. Di perjalanan kembali, mereka masih saling bercanda, mengenang kejadian-kejadian lucu yang baru saja mereka alami.

Bagi Panji, hari itu menjadi momen yang tak terlupakan. Di tengah kesibukan sekolah dan rutinitas yang membosankan, ia menemukan kebahagiaan dalam hal-hal sederhana: hujan, tawa, dan persahabatan.

“Gue harap kita bisa kayak gini lagi,” kata Panji saat mereka tiba di rumah Ferzy.

“Tenang aja, Ji. Masih banyak kolam renang lain yang belum kita taklukkan,” jawab Sandi sambil tersenyum.

Mereka tertawa bersama, sebelum akhirnya berpamitan dan pulang ke rumah masing-masing.

tetapi tawa dan cerita seru dari Tirta Indah masih terngiang di kepala mereka. Masing-masing berjalan dengan langkah lelah, tetapi hati yang ringan. Panji merasa bahagia, tetapi juga sedikit melankolis. Hari itu begitu menyenangkan, dan ia tahu bahwa kebersamaan seperti itu bukanlah sesuatu yang bisa didapatkan setiap hari.

Sesampainya di rumah, Panji langsung menaruh tasnya di atas meja. Ia membuka ponsel dan melihat beberapa pesan yang masuk. Tidak ada yang terlalu penting, hanya teman-temannya yang mengirim meme lucu atau kabar sepele. Namun, ada satu pesan yang menarik perhatiannya, datang dari Zaky.

"Eh, Ji, seru banget tadi! Hujan, kolam renang, dan kita yang kayak anak kecil. Kalau kita nggak ketemu hari ini, gue yakin bakal ngerasa kehilangan momen penting. Thanks banget ya udah ngajakin!"

Panji tersenyum membaca pesan itu. Terkadang, hal-hal sederhana justru menjadi kenangan yang paling berkesan. Pesan dari Zaky ini mengingatkannya bahwa meskipun mereka sibuk dengan sekolah dan masalah masing-masing, kebersamaan selalu bisa membawa kebahagiaan.

Panji membalas pesan itu dengan singkat: “Gue juga seneng, Zak. Kapan-kapan kita bikin momen kayak gini lagi, ya.”

Saat itu, ibu Panji memanggilnya dari dapur, "Panji, makan siang dulu! Kamu pasti capek kan habis main hujan-hujanan?"

Panji mengangguk, meskipun sedikit malas, ia mendekati meja makan. Sepiring nasi goreng panas sudah terhidang. Aromanya membuat perutnya yang kosong terasa langsung kenyang. Ia duduk, menyantap makanannya, dan sesekali melirik ke luar jendela. Hujan masih turun, meskipun tidak sehebat pagi tadi. Pemandangan yang sama dengan yang mereka alami saat berangkat tadi.

Beberapa hari setelah kejadian itu, kehidupan Panji kembali berjalan seperti biasa. Sekolah, tugas, dan pertemuan rutin dengan teman-teman. Tapi, ia merasa ada sesuatu yang berbeda. Waktu bersama teman-temannya di Tirta Indah memberi rasa tenang yang susah dijelaskan. Di tengah segala kesibukan dan tekanan yang ia rasakan di sekolah, Panji mulai menyadari betapa berharganya waktu bersama sahabat-sahabatnya.

Hari Senin pagi, Panji bertemu lagi dengan Sandi di sekolah. Mereka duduk bersama di kantin, berbincang tentang banyak hal, dari pelajaran yang sulit hingga rencana liburan yang belum terwujud. Tiba-tiba, Sandi membuka topik yang membuat Panji terkejut.

“Eh, Ji, gue baru inget. Kita mesti bikin sesuatu lagi, nih,” kata Sandi sambil memegang sendok, mengaduk nasi gorengnya.

“Apa tuh?” tanya Panji.

“Kita kan udah bikin kenangan di Tirta Indah. Gimana kalau kita cari tempat baru buat main bareng lagi? Gue bosen, Ji, cuma di rumah atau sekolah aja. Gue butuh petualangan baru.”

Panji tersenyum, merasa senang karena Sandi masih ingat momen itu. "Boleh juga. Tapi, kali ini harus lebih seru. Gimana kalau kita coba ke gunung? Bisa sambil camping."

“Camping? Wah, itu ide keren!” jawab Sandi dengan antusias. “Tapi bener-bener deh, Ji, kita harus bener-bener cabut dari rutinitas. Gue pengen ngerasain kebebasan kayak waktu kita di Tirta Indah.”

Panji memikirkan hal itu. Ia merasa, meskipun tidak banyak waktu luang, sesekali meluangkan waktu untuk hal-hal yang tidak terduga bisa memberikan efek positif. Menghadapi kesibukan sehari-hari, mereka kadang lupa untuk memberi ruang bagi diri sendiri, untuk sekadar menikmati hidup.

Beberapa hari kemudian, rencana itu mulai terbentuk. Panji dan Sandi mengajak teman-teman lainnya untuk bergabung. Ferzy, Zaky, Arif, Riswan, dan Putra semua setuju. Mereka mulai mencari tempat yang tepat untuk camping, berusaha menemukan tempat yang bisa menginspirasi mereka untuk lebih menikmati kebersamaan dan menghilangkan kepenatan.

“Eh, guys, gue nemu tempat yang cocok! Ada di daerah Cikole, di kaki gunung. Tempatnya sepi, dikelilingi hutan pinus. Gue cek di Google, tempatnya oke banget buat camping!” kata Ferzy suatu hari di grup WhatsApp mereka.

Mereka pun sepakat untuk pergi ke sana pada akhir pekan yang akan datang. Semua merasa antusias. Tak hanya karena suasana baru yang menanti, tetapi juga karena mereka tahu bahwa ini akan menjadi momen baru untuk mempererat ikatan persahabatan mereka.

Akhir pekan pun tiba. Pagi itu, mereka berkumpul di rumah Ferzy, membawa peralatan camping dan bekal makanan. Cuaca cerah, berbeda sekali dengan hujan yang turun saat mereka pergi ke Tirta Indah. Namun, meski matahari bersinar, ada rasa yang sama: semangat untuk menjelajah dan membuat kenangan baru bersama sahabat-sahabat terbaik.

Perjalanan ke Cikole memakan waktu beberapa jam. Mereka berbondong-bondong naik mobil Ferzy, sambil bernyanyi dan bercanda sepanjang perjalanan. Panji duduk di kursi depan, berbicara banyak dengan Ferzy, sementara yang lain tertawa-tawa di kursi belakang. Semua perasaan lelah dan stres dari minggu yang sibuk hilang begitu saja.

Setelah beberapa jam perjalanan, mereka akhirnya tiba di lokasi camping. Suasana pegunungan yang sejuk menyambut mereka. Hutan pinus yang tinggi menjulang membuat tempat ini terasa begitu damai. Mereka pun segera mendirikan tenda dan mempersiapkan api unggun.

Malam harinya, setelah menikmati makan malam sederhana yang mereka masak bersama, mereka duduk mengelilingi api unggun, menceritakan cerita-cerita lucu dan kenangan masa lalu. Zaky, dengan gaya humor khasnya, membuat semua orang tertawa terbahak-bahak dengan cerita konyolnya. Sandi bahkan bernyanyi dengan suara fals, tapi tetap saja, mereka menikmati setiap detik kebersamaan itu.

"Ini baru namanya hidup, ya, Ji," kata Sandi sambil menatap api unggun. "Kadang kita terlalu sibuk dengan hal-hal yang nggak penting. Padahal, hidup itu cuma soal momen-momen kayak gini."

Panji mengangguk. "Iya, Sand. Kadang, kita lupa bahwa kebahagiaan itu ada di sekitar kita, hanya saja kita yang jarang meluangkan waktu untuk merasakannya."

Malam itu, mereka tidur di tenda, dikelilingi suara alam yang menenangkan. Panji tertidur dengan perasaan penuh syukur. Ia tahu, kebahagiaan sejati datang dari kebersamaan dan momen-momen yang tak terduga. Seperti hujan di Tirta Indah yang membawa mereka pada kenangan tak terlupakan.

Keesokan harinya, sebelum pulang, mereka duduk bersama di sebuah bukit, menikmati pemandangan pagi yang indah. Mereka berjanji untuk terus menjaga persahabatan ini, menghadapi segala rintangan, dan selalu menciptakan kenangan baru.

“Jadi, kapan kita bikin petualangan berikutnya?” tanya Arif, memecah keheningan pagi.

“Selama kita bersama, apapun bisa jadi petualangan,” jawab Panji dengan senyum lebar.

Hari itu, mereka pulang dengan hati yang penuh, tahu bahwa persahabatan mereka akan terus tumbuh, seperti hujan yang menumbuhkan bunga di hati mereka.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Aksi
Cerpen
Hujan, persahabatan, dan petualangan yang tak terlupakan
panji wahyu hidayat
Novel
Bronze
Tragedi 98
Erlani Puspita
Flash
Bronze
Kopi Bintang
Silvarani
Flash
HITS
Affa Rain
Novel
Bronze
kisah kami, kisah kamu?
Dingu
Skrip Film
The Strength Of Life
Dian Febriyanti
Flash
BUKU TUA
Ahmad Karim
Cerpen
NENEK MOYANGKU SEORANG PERAUT
Rian Widagdo
Flash
Bronze
Takdir si Jabrik
Afri Meldam
Novel
Bronze
Di Balik Layar
Leona Fariz Pratama
Skrip Film
THE REST OF THE FIGHTERS
Andri wananda
Novel
Manahara
Jangkar Mata
Novel
Bronze
DEO ANAK ABG PENSIUN DINI
Acep Abdul Rojak
Flash
GI : TELEPORTASI
Gemi
Flash
Ghostwing
Fajar R
Rekomendasi
Cerpen
Hujan, persahabatan, dan petualangan yang tak terlupakan
panji wahyu hidayat