Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Apa kabarmu, hati?
Berulang-ulang, Hati mengeja nukilan bongkah kayu dalam genggamannya. Orang-orangan yang dipahat dengan apik dan rinci, menyerupai wujud seorang putri dari kayu asam. Bagaimana ia tahu namanya? Suci Hati Lawani. Tak ada huruf kapital di sana, apakah yang dimaksud olehnya, adalah hati yang ada di sini? batinnya sambil mengusap dada.
Tak ada yang mendorongnya untuk berjalan menapaki bebatuan, selain membiarkan telapak kakinya melangkah menyusuri perjalanan menembus silam. Bis malam sudah menurunkannya satu jam yang lalu, pergi lagi menuju kota lain. Berbekal boneka kayu di saku tasnya yang kusam, Hati berjalan membelah malam.
Masih dalam hening. Rerumputan terlerai setiap kali betisnya menapaki tanah, ada sensasi dingin menyentuh kulit, tidak ada waktu lagi untuk merasa takut. Tujuannya masih jauh dari pandangan. Menuju Ambu.
Sepuluh jam yang lalu.
“Ulah sok diabuskeun kana hate. Obong ngaran maneh Hati (Jangan suka dimasukin ke hati. Mentang-mentang nama kamu Hati),” tegur Ema Nini sambil menggosok gigi kusamnya dengan seupah[1].
“Kenapa Ambu meninggalkan saya di sini, Ni? ”
Ema Nini, seper...