Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Preview: Giant pindah sekolah karena kasus perundungan yang ia lakukan. Di tempat baru, ia justru menjadi korban. Namun, pertemuannya dengan Rena memberi harapan untuk berubah dan menata hidup lebih baik.
==========
Bagian 1: Berbalik
Memasuki masa akhir sekolah menengah atas (SMA), Takeshi Gouda alias Giant harus merasakan kehidupan yang pilu. Ia bersama keluarganya terpaksa pindah dari Tokyo ke Asahikawa di Perfektur Hokkaido. Hal tersebut lantaran kasus perundungan yang ia lakukan dilaporkan ke kepolisian oleh sang korban.
Giant dikenal sebagai anak perkasa dan selalu ingin berkuasa. Ia kerap memaksakan kehendaknya kepada siapa pun, terutama kepada Suneo Honekawa dan Nobita Nobi. Jika keinginannya tidak dipenuhi, maka pukulan atau tendangan didaratkan kepada dua temannya tersebut.
Kini, di sekolah yang baru, ia dipandang tak ubahnya seekor panda yang tercebur ke kubangan lumpur. Semua perbuatan di masa lalu seakan berbalik menghinakan dirinya.
“Heh, Gendut!” panggil Hiroto Matsuyama, sang ketua kelas. Kakinya memasuki ruang belajar dengan hentakan yang arogan.
Giant mendelik. Kesal menyerap ke dadanya sebab mendapat sapaan yang kasar. Namun, ia segera ingat untuk bersikap biasa. Jika menuruti emosi, akan berpotensi mendatangkan petaka (lagi).
“Gue laper. Tadi gue nggak sempat sarapan di rumah. Beliin gue makanan di kantin dong. Makanan yang harus bisa mengenyangkan, ya,” suruh Hiroro sembari menatap Giant setajam pisau.
Giant bangkit dari duduknya. Ia julurkan tangan kanan untuk menadah uang dari Hiroto.
“Apa maksud lu? Lu mau cari gara-gara sama gue?” Hiroto menggebrak meja yang ada hadapan Giant. “Badan lu besar. Jajan lu juga pasti banyak, kan? Apa salahnya menyisihkan sedikit saja bakal timbunan lemak lu buat gue?”
Satu tarikan nafas dihela oleh Giant untuk menetralisasi suasana hati. Lebih baik menuruti perintah sang “penguasa” daripada mendebatnya. Anggap saja sebagai salam perkenalan, meski pemalakan disertai hinaan amatlah menjengkelkan, menyulut amarah.
Dalam titian langkah menuju kantin, Giant merenung sejak. Dia teringat sikap serupa dengan Hiroto yang dulu seringkali ia tebar. Selalu memaksakan keinginan dibubuhi dengan menyerang sisi personal seseorang supaya orang tersebut gentar dan tunduk.
Setiba di kantin, Giant merogoh saku celana sambil mengamati harga setiap makanan yang tertera. Sayangnya, hanya ada seratus yen yang bersemayam. Jumlah yang sepertinya tidak cukup untuk mengisi perut.
Giant lantas berkeling dari satu kios ke kios yang lain. Perasaan cemas menghampiri karena tak ada makanan yang bisa ditukar dengan nominal yang dimiliki, kecuali air mineral.
Giant berdiskusi dengan nurani. Ia tak mungkin terus berdiri menanti keajaiban. Bawa saja apa yang bisa dibeli, kukuhnya dalam hati.
Di tengah kebingungan, Giant dihampiri oleh seorang siswi cantik berambut sebahu. Dia meraih tangan Giant dengan lembut. Seketika Giant merasa bak dikelilingi kupu-kupu bersayap indah. Tangannya gemetar menahan grogi.
“Berikan ini saja kepada Hiroto,” ujar siswi tersebut. Dia menyerahkan dua onigiri dan sebotol air mineral kepada Giant.
“Ba …. ba …. bagaimana kamu bisa tahu a …. apa yang sedang aku cari?” tanya Giant, terbata.
“Namaku Rena. Salam kenal, ya.” Si siswi cantik menjulurkan tangan untuk berk...