Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Self Improvement
Get Rich Overnight
1
Suka
178
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Adzan magrib berkumandang di celah antar gedung yang menjulang. Sore menjelang malam, jalanan kota dipadati oleh ribuan pengendara dengan berbagai macam perasaan. Ada yang senang karena bisa bertemu keluarga, ada yang marah karena habis dimarahi oleh atasan, ada yang bermuka letih karena belum mendapatkan orderan, ada yang dihantui perasaan takut karena masih mengadu kerasnya nasib di ibukota.

Pun demikian dengan Bagas. Remaja berusia 17 tahun yang baru sebulan merayakan wisuda pelepasan SMA di sekolahnya. Kini juga dihadapi perasaan dilema, antara melanjutkan ke jenjang perkuliahan atau memilih untuk melamar pekerjaan.

Mungkin, Bagas adalah satu diantara sekian ribu warga yang digolongkan oleh BPS sebagai usia produktif. Keputusan memilih salah satunya, menjadi pertimbangan matang yang akan menentukan masa depan Bagas. Di satu sisi, ia ingin melanjutkan ke perguruan tinggi favoritnya, UI. Disisi lain, finansial keluarganya belum mencukupi untuk membayar biaya perkuliahan, juga biaya hidup selama berkuliah. Jika ia memilih untuk bekerja, ia juga belum tau apakah bisa langsung diterima oleh perusahaan atau tidak. Sedangkan, sedikitnya lowongan pekerjaan mengharuskan dirinya untuk bersaing dengan ratusan ribu warga yang membutuhkan pekerjaan.  

Kecemasan itu membuatnya pusing dan lebih memilih untuk mencurahkannya bersama teman-temannya di tongkrongan. Dengan sisa uang lima puluh ia punya, lima belas ribu ia belikan untuk setengah rokok garpit dan lima ribu untuk membeli minuman kemasan. “Gampang, uang mah ntar juga ada lagi,” ucapnya.

Edo, Hendri, Akmal dan Agung telah menunggunya di warkop dekat sekolahnya, basecamp tongkrongannya.

“Set dah, bingung gua cok,” keluh Bagas sambil menjatuhkan diri ke kursi.

“Buset buset, kalem coy,” sahut Agung

“Etdah, ada apa si kawan?” tanya Akmal sambil tertawa kecil.

“Lu pada jadinya gimana cok? Mau lanjut kuliah atau langsung gawe?”

Hendri menjawab cepat, “Gue ikut bokap gua gawe, Gas.”

“Gue kuliah sih, ini lagi nyiapin SNBT. Cuma ya doain gua bre, soalnya gua daftar UPN,” ujar Akmal

“Amin mal sahut mereka kompak. “Kalo lu, Do?”

“Hmm… gatau nih gue. Pengennya sih gawe di Jepang, tapi bokap nyokap nyuruh gue kuliah di Indo,”

“Gile ye kalian udah pada ada tujuan,” balas Bagas

“Lu sendiri gimana, Gas?,” tanya Edo

“Gua bingung cok… gue pengen kuliah tapi gue terbatas kan finansial keluarga. Bokap dah pensiun, nyokap juga cuma jualan”

Edo menimpali, “Gue ada link beasiswa nih, Gas. Kali aja lu mau kuliah.”

“Wah serius lu, Do?”

“Beneran lah masa borongan,” timpal jokes Edo diikuti tawaan mereka.

Hendri pun ikut menawarkan, “Gue juga ada link buat gawe nih dari bokap, kali aja lu mau, Gas”

“Buset jadi bingung gua,” jawab Bagas sambil menggaruk kepala

Agung tertawa, “Nah gak perlu mumet deh pala lu, tinggal pilih aja. Mau kuliah, bisa ke Edo. Mau gawe, bisa ke Hendri”

“Kalo mau se-M gimana, Gung,” celetuk Bagas

“Jadi Rafathar aja lu”

Mereka pun kemudian tertawa, dilanjut dengan obrolan ringan. Mulai dari nostalgia momen-momen sekolah, gosip perempuan, obrolin negara, tuhan, agama, masalah hidup. Pokoknya sampai tak terasa jam menunjukan pukul dua belas malam.

***

Beberapa bulan setelahnya, setelah berdiskusi panjang bersama kedua orang tua, Bagas akhirnya memutuskan untuk memilih lanjut bekerja. Meskipun ada penyesalan di lubuk hatinya, terlebih rasa iri melihat teman-temannya mengunggah foto memakai almamater kampus, memposting twibbon ospek kampus, berfoto ria bersama teman baru, dan kegembiraan lainnya.

Tapi apa boleh buat. Hidup harus terus dijalankan dan hasil keputusannya adalah yang terbaik. Kali ini, ia tidak memilih bekerja bersama Hendri. Alasan utamanya, tawaran dari orang tua Hendri mengharuskan ia bekerja di luar pulau. Sedangkan Bagas, memiliki kedua orang tua yang sudah menua dan sakit-sakitan. Al hasil, ia lebih memilih untuk mencari pekerjaan yang tidak jauh dari rumahnya.

Tetangganya mengabarkan ada lowongan kerja di pabrik manufaktur otomotif besar. Akan tetapi, seperti yang sudah-sudah. Ia harus membayar uang “pelicin” sebesar 7 juta rupiah sebagai biaya masuk. Saran itu terpaksa harus ia terima, dikarenakan tetangganya berkata bahwa sudah hampir 5 tahun ia menganggur dan mengikuti tes di berbagai perusahaan. Ujung-ujungnya pasti orang dalam lah pemenangnya.

Meskipun ada kekecewaan besar terhadap sistem lowongan pekerjaan di negaranya yang tidak bersih. Akan tetapi, kebutuhan hidup nya lebih memprihatinkan lagi. Alhasil, dengan uang 7 juta yang diperoleh dari pinjaman online, Bagas pun mendapatkan posisi baru sebagai staff operator produksi di salah satu pabrik manufaktur.

“Kamu yakin bisa balikin modal segitu, Nak?” tanya Ibu pelan

“Aku sangat yakin bu. Mungkin 3 bulan pertama aku akan banyak kewalahan untuk membayar pinjamanku. Tapi, 3 bulan setelahnya pasti hidupku sudah stabil lagi kok,” jawab Bagas sambil tersenyum, meyakinkan Ibu  

“Bapak sama Ibu gak bisa bantu apa-apa loh, Nak. Yang penting kerjaan kamu halal ya,” timpal Bapak

“Gapapa kok, Pak. Lagian yang aku butuhin dari Bapak sama Ibu kan, doa nya. Supaya aku bisa kuat dan tabah” balas Bagas sambil tersenyum   

***

Babak Baru

Hari pertama kerja, Bagas mengenakan seragam abu-abu pudar dengan logo perusahaan bordir di dada. Ia ditempatkan di bagian pengepakan akhir, berdiri selama delapan jam, mengecek dan membungkus suku cadang mobil.

Gaji awalnya 5 juta per bulan. Terlihat besar, tapi setelah dipotong cicilan pinjol, uang makan, transportasi, dan membantu sedikit untuk keluarga di rumah, dompetnya selalu kempes di pertengahan bulan. Bulan keempat, ia mulai ambil lembur siang-malam. Kini, ada banyak perubahan dalam fisiknya. Badannya kurus, wajahnya pucat, kadang selepas pulang kerja Ibunya memberinya jahe hangat untuk meredakan pusing di kepalanya. Meskipun begitu, ada perasaan bangga di hatinya. Sebab, kini sudah mulai bisa menabung Rp500 ribu sebulan. Dalam hitungannya yang polos, “Nih duit, kalau gue tabung tiap bulan, gue bakal punya duit satu milyar nih.”

Sampai di saat libur panjang, Bagas kembali bertemu dengan Edo di warung kopi dekat sekolahnya dulu.  

“Gimana kabar lu, Gas?” tanya Edo.

Bagas tertawa kecil. “Baik, Do. Lu gimana?”

“Alhamdulillah aman” jawab Edo sambil mengacungkan jempol. “Kerjaan lancar, Gas?”

Bagas tersenyum. “Alhamdulillah cok. Pinjaman udah gue bayar. Keuangan udah stabil, dah bisa nabung juga gue. Bentar lagi juga se-Milyar nih gue. Hahahaha”

“Anjay serem ah,” balas Edo sambil tertawa.

“Ah lu kali yang serem” tepok Bagas ke pundak Edo. “Ngomong-ngomong, gue liat di SG lu, kemaren habis juara 1 lomba ekonomi tingkat Nasional ya,” tanya Bagas

“Yoi. Kebetulan aja itu mah,” sahut Edo merendah

“Bjirrrrr gokil gokil. Ajarin gue dong, Do” pinta Bagas

“Ajarin apaan cok,” balas Edo

“Apa ya… Hahahaha,” jawab Bagas gugup. “Nih gue tuh punya cita-cita buat dapetin satu milyar pertama gue. Gue harus gimana ya, Do?”

“Anjrit, langsung di ulti gue,” tawa Edo

“Etdah, serius ini sumpah gue. Plis ini mah ajarin gue, Do,” pinta Bagas.

Edo menegakan badan dan menggeser posisi duduknya. “Jadi gini, sebelum gue jelasin. Gue mau nanya sama elu, Gas. Hal apa yang udah lu lakuin buat dapet satu milyar pertama lu?”

Bagas menjawab, “Kerja. Nabung. Hmm… udah sih itu aja,”

“Nah, ga bakal nyampe tuh, Gas,” balas Edo

Bagas memicingkan mata. “Hah? Maksud lo gimana, Do?”

“Gini, Gas. Uang itu kayak pohon. Dia bakal bisa gede kalo lu rawat, lu siram, lu jaga. Dia bakal bisa berbuah kalo lu tau ilmunya. Nah sama kayak uang,” jelas Bagas. “Kalo uang lu Cuma lu tabung dan dibiarin aja, lama lama dia gabakal tumbuh tuh. Apalagi kondisinya, tiap tahun uang tuh mengalami inflasi sebesar 4%.”

Bagas terkejut, “Wah asli lu, Do?”

“Nih ya, dulu lu dengan uang seribu bisa beli permen 10 kan? Sekarang? Paling cuma dua.”

“Oh iya anjir baru engeh gue,” balas Bagas. “Terus gue harus gimana dong?”

“Jawabannya tuh di sini” balas Edo sambil menunjuk kepalanya.

“Hah? Otak?”

“Yups. Otak. Ilmu. Jawabannya lu harus punya ilmu sebagai pondasi diri lu.” Balas Edo

Bagas terdiam, “tapi gue kan ga kuliah kayak elu, Do”

“Ilmu tuh gak didapet di kuliahan doang, Gas. Lu buka google. Buka ChatGpt. Nonton YouTube. Baca buku. Banyak banget sekarang sumbernya. Gue yakin lu bisa kok.”

Bagas benar-benar menyimak ucapan Edo. “Tapi dengan ilmu tuh maksudnya gimana, Do? Sori gue masih belum paham.”

“Nice. Suka gue nih pertanyaannya,” balas Edo sambil tertawa kecil. “Uang itu benda mati, Gas. Dan semakin lu mengejar itu uang, yang cape malah elu nya, Gas. Ibaratnya, lu pagi siang malem kerja. Pas gajian, belum ada sebulan itu udah abis lagi aja, bener ga?”

“Buset iya lagi,” jawab Bagas cengengesan.

“Nah, yang harus lu lakuin itu menej uangnya dulu. Udah pokoknya simpen dulu tuh uang sampe kekumpul 10 juta. Pastiin lu make konsep 50:30:20. 50% buat biaya hidup, 30% itu bebas. Mau buat beli barang, mau ngasih ke keluarga. Mau foya-foya. Pokoknya batesin sebulan 30% aja. Nah 20% nya baru tuh lu invest entah mau ke reksa dana, saham, obligasi, crypto, forex, bitcoin, pokoknya sisihin 20%.” Jelas Edo

Bagas menyimak sambil memperhatikan dengan seksama. “Nah tapi 20% itu lupain dulu selagi lu punya utang.” Jelas Edo. “Kalo masih ada, fokus lunasin dulu aja. Soalnya utang itu nantinya yang bakal ngeribetin jalan lu buat punya satu milyar pertama di hidup lu,”

“Baru kalo utang lunas, pastiin lu punya dana darurat, Gas”

“Nah, bedanya dana darurat sama nabung yang 10 juta diawal itu apa ya, Do” tanya Bagas.

Edo mengangguk, “10 juta tuh anggap dana awal lah, kayak modal. Sedangan dana darurat itu dana yang lu ga bakal tau kedepan bakal gimana. Mengingat banyak perubahan, bisa aja ada hal-hal yang gak terduga. Nah disaat lu terdesak sama situasi itu. Dana darurat itu lah yang akan lu pake.”

“Oh paham gue. Nah cara gue nyiapin dana darurat tuh gimana, Do?” tanya Bagas.

“Simple nya gini, Gas. Gaji lu selama sebulan itu dikali selama setahun. Misal sebulan lu digaji 5 juta. Berarti setahun gaji lu kurang lebih 60 juta kan? Nah dana darurat itu, gaji setahun dikali 6. Berarti dan darurat untuk satu tahun lu sekitar 360 juta”

Bagas tercengang, “buset lama juga ya berarti,”

“Nah itu tergantung lu nya, Gas. Kalo buat nyampe di titik financial freedom itu. Kalo lu udah nyisihin 20% buat invest, trus dana pensiun, dana pendidikan anak, lunasin KPR, barulah lu di titik harta lu udah tinggal di bagi-bagiin aja sih.”

“Tapi buat nyampe satu Milyar pertama itu gimana, Do?”

“Kan tadi gua udah jelasin ke elu, Gas.” Jawab Edo sambil tertawa kecil

“Bukan, maksud gua, yang lu jelasin tuh kek lebih dari satu milyar anjrit. Lama banget.” Balas Bagas sambil tertawa

“Lah lu kira dapet satu milyar pertama itu gampang, Gas? Kalo instan mah gua juga mau lah,” balas Edo sambil tertawa

“Eh, iya juga ya,” jawab Bagas menggarukan kepala. “Tapi keliatannya banyak kok influencer yang suka ngomong cara cepat dapet satu milyar pertama gitu, Do?”

Edo tertawa ngakak, “Yeeee elu… itu mah marketing aja biar rame”

“Hah? Boong kah mereka?” tanya Bagas polos

“Itu tuh trik marketing aja, Gas. Dibilang bohong sebenarnya mereka pasti ngelewatin fase susahnya dulu sih gue yakin. Tapi yang di tunjukin itu pasti yang bagus-bagusnya”

“Ohhh gitu ya”

“Intinya gini, Gas. Sebelum lu mencapai satu milyar pertama, pondasi utamanya itu ilmu. Ilmu itu aset paling mahal. Udah itu kesimpulan dari gue.” Balas Edo

“Oke oke gue kebuka banget nih cok. Makasih ya do, sori banget nih gue ngerepotin elu. Banyak ngebacot, hehehehe” balas Bagas cengengesan

***

Penutup

Sehabis obrolan bersama Edo, Bagas mulai giat membuka YT dan belajar soal keuangan. Ia mulai membaca beberapa buku seperti Rich Dad Poor Dad, Phsycology of Money, The Intellegence Investor, Think and Grow Rich, dan masih banyak buku lainnya. Ia juga mulai suka mengikuti kelas finansial di sela-sela kesibukannya dalam bekerja. Selain itu, beberapa uangnya ia putar untuk bisnis yang ia rintis bersama adiknya.

Kini, ia paham, meskipun Bagas belum mendapatkan satu milyar pertama nya. Tapi, setidaknya ia mulai mengerti bahwa uang itu semakin di kejar akan semakin menjauh. Makanya, hal terpenting adalah ilmu. Karena ilmu itulah merupakan investasi terbaik yang tidak bisa tergantikan, meskipun lebih dari satu milyar.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Self Improvement
Cerpen
Get Rich Overnight
Rizki Mubarok
Novel
Bronze
Love is (not) War
Aulia Fitrillia
Cerpen
Neraka bagi Sang Munafik
Yovinus
Cerpen
Bronze
Tahta Sunyi Sang Antagonis
Ron Nee Soo
Cerpen
Bronze
Ibu Segalanya Tentangnya
Ricko Pradana
Cerpen
Trash Bag
Pan 🐼
Flash
Di Balik Mata Pisces: "Ketika Mimpi Bertemu Realita"
Alya Nazira
Cerpen
Bronze
Dari 50 ribu ke 1 miliyar Budidaya Belalang
Putut Dwiffalupi Sukmadewa
Flash
Menikmati Takdir
Husein AM.
Novel
Mystic Reveries: Chronicles of the Soul's Journey
Liepiescesha
Cerpen
Pundak Perintis
Adam Nazar Yasin
Flash
Ayu dan Canang yang Tak Sempurna
Margita Kirana Cindy Wulandari
Cerpen
Merakit Aku
Shelomita Rosyada
Novel
Tak Apa Belum Sembuh
Kelisyum
Cerpen
Senyum Syukur
Adam Nazar Yasin
Rekomendasi
Cerpen
Get Rich Overnight
Rizki Mubarok
Cerpen
CIBIRU
Rizki Mubarok
Cerpen
When Nation Falls
Rizki Mubarok
Cerpen
Bronze
Jatuh dalam Pelukan
Rizki Mubarok
Cerpen
Sketsa Mulia Di Langit Jakarta
Rizki Mubarok
Cerpen
Bronze
Katanya sih Cinta
Rizki Mubarok
Cerpen
Bronze
Surga Para Raja
Rizki Mubarok
Cerpen
Bronze
Catatan si Anak Emas
Rizki Mubarok
Novel
TINTA HITAM
Rizki Mubarok
Cerpen
Selepas Ayah Berpulang
Rizki Mubarok
Cerpen
Bronze
Tak Ada Lampu Merah di Bandung
Rizki Mubarok
Cerpen
Bronze
Biru Akan Selamanya Tetap Biru
Rizki Mubarok
Cerpen
Segelas Matcha di Siang Hari
Rizki Mubarok