Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Senja merangkak pelan di langit Jakarta, memulas cakrawala dengan gradasi jingga yang muram. Di sebuah apartemen studio yang sempit, Anya menatap kanvas di hadapannya. Jemarinya yang ramping, biasanya lincah menari di atas tablet grafis, kini terasa kaku, dingin. Udara pengap terasa menekan, seolah ikut menanggung beban utang yang melilitnya. Tiga bulan terakhir adalah neraka finansial; tagihan menumpuk, sewa apartemen jatuh tempo, dan proyek-proyek yang ia harapkan tak kunjung tiba. Ia seorang seniman grafis berbakat, namun bakat saja tak cukup memberi makan di kota metropolitan yang kejam ini.
Sebuah notifikasi di ponselnya memecah kesunyian, Alda. Kakak perempuannya. Alda adalah kebalikan dari dirinya: sukses, kaya raya, dan selalu tampak sempurna. Mereka berbagi darah, namun seolah hidup di dua dimensi berbeda. Anya menggeser layar, kerutan di dahinya kian dalam.
“Halo, Kak,” sapa Anya, suaranya sedikit serak.
“Anya, bisakah kau datang ke rumah sekarang? Ada yang perlu kita bicarakan. Penting sekali,” suara Alda terdengar tegang, tidak seperti biasanya yang santai dan penuh percaya diri.
Hati Anya berdebar. Biasanya, panggilan Alda berarti makan malam mewah atau titipan untuk melukis potret keluarga. "Sekarang, Kak? Ada apa?"
"Pokoknya datang saja. Aku akan mengirim supir untuk menjemputmu." Alda tidak memberi kesempatan Anya untuk menolak.
Dal...