Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Misteri
Garnet
1
Suka
22
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Saat itu usia Bima baru menginjak umur sepuluh tahun. Bima adalah anak tunggal dari Pak Darman dan Bu Sri. 

Keluarga kecil ini hidup bahagia di sebuah rumah sederhana. 

Sejak kecil, Bima adalah seorang anak baik yang selalu ingin melindungi dan menyayangi keluarganya, terutama ibunya yang sangat ia cintai. 

***

Sore yang cerah, sang ibu memanggil Bima ke dalam rumah. Dengan senyum lembut, Bu Sri mengeluarkan sebuah gelang indah yang berwarna merah berhiaskan batu garnet dari sebuah kotak kayu tua. Gelang itu bersinar di bawah cahaya matahari yang masuk melalui jendela.

“Menurutmu, apakah gelang ini bagus?” Tanya Bu Sri sambil memberikan sebuah gelang kepada Bima.

“Ya. Saya belum pernah melihat gelang sebagus ini sebelumnya,” jawab Bima dengan mata berbinar-binar.

Bu Sri memegang tangan Bima erat-erat, “Berikan gelang ini pada takdirmu.”

Bima bingung dan bertanya, “Bu, apa yang dimaksud dengan takdir?”

Dengan suara lembut, Bu Sri menjawab, “Saat kamu bertemu, kamu baru akan tahu. Orang yang memang ditakdirkan untuk menjadi seperti itu. Saat kamu sedih, saat paling menyedihkan di hidupmu, dialah orang pertama yang akan kamu pikirkan. Dia adalah orang yang ingin kamu lindungi, orang yang akan membangkitkan rasa tanggung jawabmu terhadapnya.”

Bima terdiam dan merenung sejenak, kemudian berkata, “Maka yang seharusnya aku lindungi adalah ibuku, aku harus melindungi ibuku.”

Bu Sri tersenyum penuh kasih, lalu mengusap kepala Bima, “Ibumu akan menjadi tua suatu hari nanti. Kamu harus ingat, ketika suatu hari kamu berlari menemui gadis itu, kamu harus bersikap baik padanya, sama seperti ayahmu, jadilah pria yang jujur, agar bisa hidup dengan baik.”

***

Sejak hari itu, Bima selalu menjaga gelang merah itu dengan baik. Setiap kali ia merasa ragu atau sedih, ia akan melihat gelang itu dan teringat akan pesan ibunya.

Waktu berlalu, Bima tumbuh menjadi pemuda yang kuat dan baik hati. Ia membantu ayahnya di sawah dan selalu menjaga ibunya yang semakin tua dan sering sakit-sakitan. 

***

Saat beranjak dewasa, ketika Bima sedang bekerja di sawah, ia melihat seorang gadis yang duduk di tepi sungai. Gadis itu menangis sendirian.

Bima mendekat dan bertanya dengan lembut, “Kenapa kamu menangis?”

Gadis itu, yang ternyata bernama Sari, menceritakan bahwa ia kehilangan ibunya beberapa bulan yang lalu, dan merasa sangat kesepian. Mendengar cerita Sari, hati Bima terenyuh. Ia teringat akan pesan ibunya tentang takdir dan gelang merah.

Dengan hati-hati, Bima mengeluarkan gelang merah itu dari sakunya dan memberikannya kepada Sari, “Ini untukmu,” kata Bima sambil tersenyum lembut.

Sari terkejut dan bertanya, “Kenapa kamu memberikan ini padaku?”

Bima menjawab dengan penuh keyakinan, “Aku rasa kamu adalah orang yang dimaksud ibuku. Orang yang ingin aku lindungi.”

***

Hari demi hari berlalu, Bima dan Sari menjadi semakin akrab. Berbagai hal membuat mereka menjadi saling menguatkan dan melengkapi satu sama lain. 

Bima merasakan kebahagiaan yang belum pernah dirasakannya sebelumnya. Sari pun merasa hidupnya kembali berwarna sejak kehadiran Bima.

Sayangnya, kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama. Ibu Bima semakin sering sakit dan kondisinya semakin memburuk. Bima sangat sedih dan takut kehilangan ibunya. Di tengah kesedihan itu, Sari selalu ada di sampingnya, memberikan dukungan dan cinta.

***

Suatu malam, ketika bulan purnama bersinar terang, Bu Sri memanggil Bima ke kamarnya. Dengan suara lemah, ia berkata, “Bima, ibu sudah tua dan waktuku tidak lama lagi. Jagalah Sari dengan baik. Ingat pesan ibu, jadilah pria yang baik dan hidup dengan lurus.”

Air mata mengalir di pipi Bima, ia memegang tangan ibunya erat-erat, “Ibu, aku janji akan menjaga Sari dan menjadi pria yang baik seperti pesan ibu.”

Beberapa hari kemudian, Bu Sri menghembuskan nafas terakhirnya. Kepergiannya meninggalkan duka yang mendalam di hati Bima. Namun, ia tahu bahwa ia harus kuat dan meneruskan hidup sesuai dengan pesan ibunya.

Dengan hati yang penuh haru, Bima mengajak Sari untuk menikah. Mereka berjanji akan saling menjaga dan mencintai sepanjang hidup. Gelang merah itu menjadi simbol cinta dan takdir mereka.

***

Tahun demi tahun berlalu, Bima dan Sari hidup bahagia bersama. Mereka dikaruniai anak-anak yang lucu dan pintar. Bima selalu mengingat pesan ibunya dan mengajarkan nilai-nilai kebaikan kepada anak-anaknya.

Namun, kebahagiaan mereka tidak berlangsung selamanya. Suatu malam yang kelam, desa mereka dilanda banjir besar. Hujan turun dengan deras dan sungai di dekat desa meluap, menggenangi rumah-rumah penduduk. Bima, yang sedang berada di sawah, segera berlari pulang untuk menyelamatkan keluarganya.

Setibanya di rumah, ia melihat air sudah mencapai pintu. Dengan panik, Bima memanggil Sari dan anak-anak mereka untuk segera keluar dan mencari tempat yang lebih aman. Namun, air naik dengan cepat dan arusnya sangat deras.

Di tengah kepanikan itu, Bima berhasil menyelamatkan anak-anak mereka, namun Sari terjebak di dalam rumah yang mulai terendam. 

Dengan keberanian dan cinta yang mendalam, Bima kembali masuk ke dalam rumah untuk menyelamatkan Sari. Ia menemukan Sari yang terjebak di kamar, air sudah setinggi pinggang.

“Sari, pegang tanganku!” Teriak Bima dengan suara parau.

Sari meraih tangan Bima, namun arus yang deras membuat mereka kesulitan untuk keluar. Dengan segala kekuatannya, Bima berusaha menarik Sari keluar, namun tiba-tiba sebuah balok kayu besar jatuh dari atap yang roboh, menimpa mereka berdua.

Di detik-detik terakhirnya, Bima memeluk Sari erat-erat. Ia berbisik di telinga Sari, “Aku mencintaimu, Sari. Maafkan aku tidak bisa melindungimu.”

Air mata mengalir di wajah Sari, ia juga berbisik, “Aku juga mencintaimu, Bima. Kita akan selalu bersama.”

***

Banjir itu akhirnya surut, namun Bima dan Sari tidak pernah keluar dari rumah mereka. Penduduk desa menemukan mereka dalam pelukan terakhir, di tengah reruntuhan rumah yang telah mereka bangun bersama dengan cinta.

Gelang merah itu, yang masih melingkar di tangan Sari, menjadi saksi bisu dari cinta mereka yang abadi. Bima telah memenuhi janjinya untuk melindungi orang yang ia cintai, meski harus mengorbankan nyawanya.

***

Bertahun-tahun kemudian, sebuah misteri muncul di dalam keluarga mereka. 

Anak-anak Bima dan Sari, yang kini telah tumbuh dewasa, sering bermimpi tentang gelang merah. Dalam mimpi mereka, gelang itu bersinar lebih terang dari biasanya, seolah-olah mencoba mengungkapkan sesuatu. Merasa penasaran, mereka memutuskan untuk menyelidiki lebih lanjut tentang asal usul gelang merah itu.

Mereka menemukan catatan lama milik kakek mereka, Pak Darman, yang menyebutkan bahwa gelang merah itu sebenarnya adalah peninggalan dari seorang putri kerajaan yang hilang. 

Gelang itu dikatakan memiliki kekuatan magis yang dapat menghubungkan pemiliknya dengan takdir sejati mereka. Namun, kekuatan itu juga membawa kutukan yang mengerikan bagi siapa pun yang tidak dapat menjaga cinta dan kesetiaan.

Anak-anak Bima dan Sari merasa terkejut dan cemas. Mereka bertanya-tanya apakah kematian tragis orang tua mereka adalah akibat dari kutukan gelang merah itu. Mereka memutuskan untuk mencari tahu lebih lanjut dengan bantuan seorang dukun tua yang tinggal di pinggir desa.

***

Dukun tua itu, yang bernama Pak Karta, mendengarkan cerita mereka dengan seksama. Ia kemudian mengungkapkan bahwa untuk menghilangkan kutukan itu, mereka harus menemukan makam putri kerajaan yang hilang, dan mengembalikan gelang merah itu kepadanya.

Dengan tekad yang bulat, anak-anak Bima dan Sari berangkat dalam perjalanan panjang untuk mencari makam putri kerajaan. Mereka melewati hutan lebat, sungai deras, dan pegunungan tinggi, menghadapi berbagai rintangan di sepanjang jalan.

Setelah berhari-hari mencari, mereka akhirnya menemukan sebuah gua tersembunyi yang dipercaya sebagai tempat peristirahatan terakhir sang putri. 

Di dalam gua, mereka menemukan makam yang megah dan patung sang putri yang memegang sebuah kotak kayu tua, mirip dengan kotak yang pernah dipegang oleh Bu Sri.

Mereka mendekati makam itu dengan hati-hati. Rasa takut dan haru bercampur menjadi satu di dalam hati mereka. Dengan gemetar, anak tertua dari Bima dan Sari, Arjuna, membuka kotak kayu tua itu. Di dalamnya terdapat sebuah surat yang terlihat sangat tua dan sudah mulai lapuk. 

Arjuna membacakan surat itu dengan suara gemetar:

"Untuk yang menemukan gelang ini, ketahuilah bahwa gelang ini adalah simbol cinta dan kesetiaan. Namun, cinta yang membawa gelang ini harus tulus dan penuh pengorbanan. Gelang ini hanya akan menemukan pemilik sejatinya yang mampu menjaga cinta sejati. Jika cinta itu dinodai oleh pengkhianatan atau ketidaktulusan, gelang ini akan membawa kutukan yang mengerikan. Kembalikan gelang ini ke tempat peristirahatan terakhirku jika kutukan itu telah terlanjur terjadi, dan hanya dengan begitu, kutukan itu akan terangkat."

Mereka memandang gelang merah itu dengan perasaan campur aduk. Arjuna kemudian mendekati patung sang putri dan dengan penuh kehati-hatian, meletakkan gelang merah itu di tangannya. Saat gelang itu diletakkan, cahaya merah yang terang menyelimuti gua, dan mereka merasakan angin lembut yang seolah membawa pesan damai.

Ketika cahaya itu meredup, mereka merasakan beban yang selama ini menghantui mereka seolah terangkat. Namun, suasana di dalam gua tetap tenang dan sunyi. Mereka berdoa bersama di depan makam sang putri, memohon agar roh sang putri menerima kembali gelang itu dan menghapus kutukan yang telah menimpa keluarga mereka.

Setelah beberapa saat, mereka keluar dari gua dengan perasaan lega. Mereka kembali ke desa dengan membawa kabar bahwa kutukan telah terangkat. 

***

Suatu malam, beberapa bulan setelah mereka mengembalikan gelang merah, seorang penduduk desa melaporkan bahwa mereka melihat sosok wanita misterius berjalan di tepi hutan dekat desa. Wanita itu terlihat seperti Sari, dengan pakaian putih panjang dan rambut panjang terurai, tetapi wajahnya tidak terlihat jelas.

Desas-desus tentang penampakan ini segera menyebar di desa. Beberapa percaya bahwa itu adalah roh Sari yang kembali untuk memastikan bahwa anak-anaknya hidup dengan baik dan bahagia. Yang lain percaya bahwa itu adalah putri kerajaan yang ingin berterima kasih karena gelangnya telah dikembalikan.

Misteri ini membuat penduduk desa merasa campur aduk antara ketakutan dan rasa ingin tahu. Arjuna dan saudara-saudaranya memutuskan untuk menyelidiki lebih lanjut tentang penampakan tersebut. 

Pada suatu malam yang dingin, mereka pergi ke tepi hutan tempat penampakan itu sering terlihat. Lalu dengan hati yang berdebar, mereka memanggil nama Sari dan meminta penampakan itu menunjukkan dirinya. 

Tiba-tiba, sosok wanita muncul dari balik pepohonan. Sosok itu bergerak dengan anggun dan perlahan mendekati mereka. Saat sosok itu semakin dekat, mereka melihat bahwa itu memang Sari, tetapi ada sesuatu yang berbeda. Wajahnya terlihat tenang, namun matanya menunjukkan kesedihan yang mendalam.

Arjuna memberanikan diri dan berkata, "Ibu, jika itu benar-benar kamu, tolong berikan kami tanda bahwa kamu baik-baik saja."

Sosok Sari tersenyum lembut dan mengangkat tangannya, menunjukkan bahwa gelang merah yang dulu diberikan Bima padanya masih ada di pergelangan tangannya. Kemudian, dia perlahan memudar dan menghilang di udara malam.

Anak-anak Bima dan Sari merasa lega namun juga penuh haru. Mereka yakin bahwa roh ibu mereka telah datang untuk memberikan restu dan memastikan bahwa kutukan telah benar-benar terangkat. Mereka pulang dengan hati yang tenang, membawa keyakinan bahwa cinta sejati memang abadi, bahkan melampaui kehidupan dan kematian.

***

Seiring waktu, semua kembali normal. Kehidupan berjalan dengan damai, dan kenangan tentang Bima dan Sari tetap hidup dalam cerita-cerita yang diceritakan di perapian pada malam hari. Gelang merah itu menjadi simbol kekuatan cinta dan pengorbanan, mengingatkan semua orang bahwa meskipun hidup penuh dengan misteri dan kesedihan, cinta sejati akan selalu menemukan jalannya untuk membawa kedamaian dan kebahagiaan.

Arjuna dan saudara-saudaranya tumbuh dewasa dengan membawa nilai-nilai yang diajarkan oleh orang tua mereka. Mereka hidup dengan penuh kebaikan dan cinta, menjaga warisan yang telah ditinggalkan oleh Bima dan Sari. Meskipun mereka tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, mereka percaya bahwa takdir selalu memiliki rencana yang lebih besar dan cinta sejati akan selalu menjadi cahaya yang menuntun mereka. 

Kisah tragis namun penuh misteri tentang gelang merah dan cinta yang abadi ini menjadi legenda yang tidak akan pernah pudar, mengingatkan setiap generasi akan kekuatan cinta sejati yang mampu melampaui segala rintangan dan membawa kebahagiaan yang abadi.

**Tamat**

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Hai Kak RiriWa, thanks sudah mampir, Kak. Jadi di dalam cerita ini, tidak ada karakter yang secara eksplisit berkhianat atau tidak tulus. Semua tokoh utama memiliki kasih sayang dan dedikasi satu sama lain. Cerita ini lebih menekankan pada tema cinta sejati, pengorbanan, dan misteri yang berkaitan dengan gelang merah. Konflik utama dalam cerita ini adalah kutukan gelang merah dan bagaimana ketulusan cinta diperlukan untuk mengangkat kutukan tersebut. Jika ada unsur ketidaktulusan, hal tersebut tersirat di dalam sejarah gelang tersebut, dan kutukan yang menyertainya, tetapi tidak ada karakter yang dikhianati atau menunjukkan ketidaktulusan secara langsung. Demikian, Kak RiriWa, maaf kalau panjang penjelasannya, semoga tercerahkan, salam hari Minggu🙏💖
Waduuh...jd siapa yg berkhianat??
Rekomendasi dari Misteri
Cerpen
Garnet
Shinta Larasati
Cerpen
Bronze
Misunderstanding
Aijin Isbatikah
Novel
Bronze
Sate Gosong
Ariny Nurul haq
Novel
Warisan Simbok
cyintia caroline
Novel
ISSUES
Athar Farha
Flash
Bronze
Gadis Bergaun Merah
Vena G
Cerpen
LOCK IT DOWN
Rama Sudeta A
Flash
Bronze
Lingkaran
Afri Meldam
Flash
Petunjuk
Miss Rain
Cerpen
Bronze
A Little Bird
Lirin Kartini
Flash
Sigma
Donquixote
Flash
Bronze
Sari With The Black Dress
Vebrian D. Langkai
Flash
Aku Tidak Gila!
Miss Rain
Flash
Kematian Sebuah Bangsa
Akara Drawya
Flash
Kasman
Riswandi
Rekomendasi
Cerpen
Garnet
Shinta Larasati
Cerpen
Pendar
Shinta Larasati
Cerpen
Bintang Mariska Bulan Dua Belas
Shinta Larasati
Cerpen
Samir Cemeng
Shinta Larasati
Cerpen
Bronze
Cinta Tanpa Batas
Shinta Larasati
Cerpen
NAMA BAYIKU CORDELIA
Shinta Larasati
Cerpen
Batagor, 98, Dan Langit Kembang
Shinta Larasati
Cerpen
Bronze
Antahsvara
Shinta Larasati
Cerpen
Bronze
Tukang Tipu
Shinta Larasati
Cerpen
Bronze
Persahabatan Antar Planet
Shinta Larasati
Cerpen
Pelangi Di Atas Tiara
Shinta Larasati
Cerpen
Bronze
Diam Diam Protes
Shinta Larasati
Cerpen
Senan Dan Elina
Shinta Larasati
Cerpen
Bronze
Yang Baju Merah Jangan Sampai Lepas
Shinta Larasati
Cerpen
Bronze
Ulang Lahir
Shinta Larasati