Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Slice of Life
Gang Kecil
14
Suka
2,806
Dibaca

Rintik hujan membasahi bumi dengan riangnya, setetes demi setetes begitu kecil tak terlihat tetapi dapat dirasakan. Pagi yang dingin diselimuti embun membuat suasana begitu syahdu. Tak ada suara keributan pagi ini, orang-orang hanya mempercepat langkah kaki untuk segera mencapai tujuannya. Aku pandangi rutinitas itu setiap hari, akan tetapi aku bukan salah satu dari mereka, aku hanya anak kecil yang ingin meminta perhatian dari mereka. Anak kecil yang setiap hari mencari kawanan kelompok untuk bergabung dan menglilingi ibukota ini. Sungguh kejam rutinitas ibukota ini, kondisi ini memang tidak pernah cocok untukku yang tidak pernah mendapatkan kenyaman darinya.

"Hey, Cil ayoo," kawan di samping kananku memberikan kode untuk menyambut rezeki kami. Akupun mengikuti mereka menerobos hujan menuju kendaraan-kendaraan yang berhenti di lampu merah, seberang pertokoan sana. Akhirnya kami sampai, kawanku mulai bersiap untuk aksinya akupun juga. Kawanku yang membawa gitar kecil mulai memetikkan nada dan berkeliling dengan kawanku satunya. Aku dan kawanku yang membawa gendang kecil mulai berkeliling juga. Hanya satu menit kami berkeliling jalanan, lampu hijau mulai membuyarkan kendaraan itu, kawan – kawanku mulai menepi kembali sambil mengeluh tentang gerimis pagi ini dan lampu merah yang terasa sebentar.

Pagi menjelang siang, kendaraan yang melintas semakin berkurang menjadi hitungan jari. Kami tahu karena setiap hari selalu melihatnya. Gerimis juga sudah berhenti sejak tadi meninggalkan kubangan – kubangan air di-mana-mana.

"Hey, itu Preman jalan ini ayo segera sembunyi," ujar kawanku yang membawa gitar sambil beranjak untuk lari ke arah pertokoan seberang jalan, kedua kawanku yang lain mengikutinya, sedangkan aku memiliki persembunyian yang tetap yaitu ke tempat Kakek Sepatu. Aku sering menyebutnya dengan nama itu karena kakek selalu memperbaiki sepatu dan menerima sepatu dari pelanggan yang sudah tidak memakainya.

"Kakek," sapa ku riang sambil tersenyum semringah.

"Oh Nak, kemari." Kakek Sepatu hanya menatap kepadaku sekilas dan melanjutkan aktivitasnya memperbaiki sepatu pelanggan.

"Hari ini banyak yang memperbaiki sepatu ya, Kek?" Aku memulai pembicaraan setelah duduk di samping Kakek Sepatu. Preman yang dilihat kawanku tadi melaju dengan cepat di depanku tanpa menghiraukan-ku.

"Ya segitu saja, Nak." Jawab Kakek Sepatu dengan senyum hangatnya sambil tetap fokus memperbaiki sepatu, kami-pun mulai bercakap – cakap kembali mengenai berbagai hal.

"Nak, kamu ingin jadi pengamen jalanan terus?" tanya Kakek Sepatu tiba – tiba membuyarkan rasa kantuk-ku yang menyerang di siang ini.

Aku termangu cukup lama, sebenarnya banyak yang ingin Aku lakukan jika bukan orang miskin. Tapi Tuhan sudah memberikan hidup kepadaku sebagai anak orang yang tidak mampu.

"Nak, kenapa diam? Kamu sedih tidak bisa sekolah seperti Anak di toko pakaian itu?" Aku menoleh ke toko pakaian yang dikatakan Kakek Sepatu itu, di sana ada anak yang lebih muda dariku memakai pakaian merah putih yang selalu dipakai hari Senin. Aku mengamatinya lekat – lekat, sepertinya dia baru pulang sekolah pikir-ku dalam hati sambil tersenyum pahit.

"Nak, Kakek pernah ceritakan dahulu Kakek juga ingin sekolah tetapi karena orang tua memaksa Kakek untuk menjadi petani, jadi beginilah jadinya Kakek. Menjadi tukang sol sepatu hehehe…" Kakek Sepatu terkekeh dengan kisahnya sendiri. Tak terasa waktu berjalan lambat matahari mulai condong ke barat, aku melupakan rasa lapar yang sejak tadi menggerogoti perut kecil-ku dan juga kawan - kawanku yang entah mulai melakukan aksinya di-mana. Mengobrol dengan Kakek Sepatu sungguh menyenangkan. Aku pun berpamitan dengan Kakek Sepatu untuk membantu ibu mengemasi dagangannya yang berjualan sayur di Pasar Komplek Belakang.

Pasar Komplek Belakang tidak terlalu jauh hanya 20 menit dengan berjalan kaki. Di kejauhan aku melihat ibu mulai membereskan dagangannya dengan cepat.

"Ibu!" seru ku mulai mempercepat langkah sambal berlari. Ibu hanya menyahut sambil membersihkan meja tempat sayur biasanya ditaruh.

"Ibu, sudah selesai? Ada yang perlu dibantu?" Tanyaku setelah sampai di sana.

"Tak ada sudah selesai. Itu ada tiga ikat sayur yang tersisa kita makan ini ya," ujar Ibu setelah selesai membereskan dan menunjuk ke tas belanjaan-nya di samping meja. Aku melihat isi tas itu kemudian hanya mengangguk.

Ibuku hanyalah orang miskin, beliau tidak mengenyam manis-nya sekolah dan sehari-hari membantu orang tuanya berjualan sayur. Akan tetapi ibuku berbeda dengan orang tuanya, beliau selalu menawari-ku untuk bersekolah tapi aku menolak karena biaya yang terlalu tinggi.

"Cil, kamu mau sekolah?" Pertanyaan itu lagi.

"Tidak Ibu. Aku mau membantu Ibu sama Bapak." ujar-ku dengan ketus, aku tak mau memperpanjang pembicaraan mengenai sekolah lagi.

"Ini bukan untukmu juga Cil, ini harapan Ibu. Kamu mau-kan?" aku berhenti melangkah mendengar perkataan ibu dan menatap punggungnya yang masih berjalan di depanku. Aku ingat perkataan Kakek Sepatu yang memiliki keinginan untuk bersekolah tapi tidak bisa. Kenapa dua orang yang ku kenal menginginkan sekolah. Aku termangu cukup lama.

"Cil, ya ampun kenapa melamun begitu. Masih memikirkan perkataan Ibu, ya?" Ibu meneriaki-ku dari jaraknya yang hanya 10 langkah sedangkan aku hanya melihatnya tanpa melangkah maju, masih memikirkan perkataan ibu.

"Ayo cepat, keburu malam." Ibuku tidak mempedulikan-ku dan melanjutkan langkah.

"Bu, Aku mau sekolah!" aku berteriak kepada ibu sambil berlari ke arah-nya. Ibu yang mendengar itu tersenyum merekah sangat bahagia, itu yang aku lihat. Ini keputusanku setelah lama memikirkan-nya dan keputusan itu semata untuk memenuhi harapan mereka berdua, ibu dan Kakek Sepatu.

Dua hari kemudian

Pagi hari ini berbeda dengan sebelumnya, terdapat perubahan drastis yang sedang aku saksikan. Kemarin aku masih mengamen bersama dengan kawan – kawanku tetapi sekarang sudah mengenakan seragam kebanggaan yang diimpikan oleh ibu.

“Ayo Cil, makan dulu sebelum berangkat!” seru ibu di ruang makan sekaligus ruang tamu rumah. Aku ambil tas sekolah yang dibeli ibu kemarin dan bergegas ke sana. Di rumah ku yang sederhana ini hanya ada kamar, ruang makan sekaligus ruang tamu, bagian belakang untuk dapur dan kamar mandi.

Bapak dan ibu yang melihat-ku keluar menggunakan seragam mulai takjub dan terkesima, padahal kemarin aku sudah mencoba setelah membeli.

“Sudah Pak, Bu. Ayo kita makan.” Aku mulai duduk di kursi biasanya dan makan dengan lahap, jantung-ku mulai berdebar karena ini pertama kalinya memasuki sekolah.

Ibu mengantarkan-ku ke sekolah, dagangannya dia titipkan kepada teman sesama pedagang sebelah sebentar. Di perjalanan aku hanya menanyakan kepada ibu tentang sekolah, berapa banyak muridnya, guru – guru seperti apa dan banyak hal. Padahal aku kemarin sudah menanyakan hal itu kepada ibu, tapi ibu tahu aku hanya gugup dan menjawab dengan biasanya.

Sekolahku hanya berjarak lima ratus meter dari rumah, ibu mendapatkan info dari tetangga sebelah yang anaknya sekolah di-sana dan katanya terdapat bantuan dari pemerintah juga. Akhirnya ibu mendaftarkan kemarin dan langsung diterima dengan baik, banyak murid yang orang tuanya tidak mampu seperti-ku. Ibu-pun lega ketika mendengar hal tersebut.

Kemarin aku juga sudah memberitahu kepada Kakek Sepatu kalau sudah mendaftarkan diri ke sekolah. Mendengar hal itu Kakek Sepatu termangu sambil melihat-ku dengan tatapan sedikit tidak percaya, tetapi kemudian dia terkekeh bahagia sekali. Kakek Sepatu sangat antusias bertanya macam – macam kepadaku tentang sekolah yang aku daftar sampai lupa dengan sepatu yang dia kerjakan.

Aku menempati kelas 1B di gedung paling kanan sekolah ini, aku berjalan sambil melihat – lihat kelas – kelas lain untuk mengusir kegugupan-ku. Sekarang aku bersama wali kelas 1B, ibu sudah pulang setelah mengantarkan-ku sampai gerbang sekolah sambil berpesan untuk selalu patuh dengan Ibu Guru dan belajar yang giat. Ketika melewati kelas 3, aku mulai melirik seharusnya aku duduk di kelas ini, tetapi aku tidak menyesal sama sekali ini baru awal dari harapan – harapan yang di inginkan oleh ibu dan Kakek Sepatu atau mungkin ini harapan-ku juga.

15 tahun kemudian

“Awas, ada korban darurat. Permisi beri jalan!” teriak perawat laki – laki di depan pintu menghalau pengunjung di Rumah Sakit Pusat Ibu kota, brankar mulai melaju ke UGD dengan cepat. Dua orang laki – laki yang memakai jas dokter yang berjalan melewati pintu keluar UGD segera menyingkir ke luar.

Setelah lima belas tahun aku memenuhi harapan ibu dan Kakek Sepatu dengan bersekolah hingga sekarang menjadi dokter. Kakek Sepatu sudah lama meninggal ketika aku menginjak kelas 4 SD karena penyakit paru – paru sedangkan ibu masih sehat hingga hari ini, tetapi bapak sudah berpulang saat aku kelas 3 SMA karena kecelakaan tunggal. Bapak saat itu bilang kalau perutnya sakit tetapi nekat untuk berangkat kerja, dari itu aku memutar haluan untuk mendaftar jurusan kedokteran memendam keinginanku untuk menjadi diplomat. Sampai sekarang aku tak menyesal memilih ini, banyak tetangga sebelah mendatangi rumahku hanya untuk memeriksakan diri padahal aku belum selesai sekolah dokter.

Ibu tidak melarang-ku mengambil kedokteran tapi satu hal yang pasti, aku sangat senang ketika ibu bisa tersenyum bahagia ketika melihat-ku. Harapannya telah ter-sampaikan olehku.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
👍🌹
Rekomendasi dari Slice of Life
Cerpen
Gang Kecil
Halimah RU
Cerpen
Tandang
rdsinta
Cerpen
Bronze
Journey
Ika nurpitasari
Cerpen
Bronze
sepenggal kisah yusa
D.Agustin
Cerpen
Bronze
Tangisan Ibu Terhenti
Sepasang Renjana
Cerpen
Pergi Melaut, Tak Kembali
HIJACKED LIBRARY
Cerpen
Bronze
panana paapa nanaada panapapana
Marhaeny Benedikta Tinggogoy
Cerpen
Bronze
Iri sama Tetangga
Selvi Rain
Cerpen
Bronze
Coba Kau Lihat ke Arah Ban, Nak!
Nuel Lubis
Cerpen
CAHAYA DI TENGAH BADAI
sangberuangtidur
Cerpen
Liburan Juga Bermanfaat
LISANDA
Cerpen
Bronze
Submerge
Faisal Susandi
Cerpen
Bronze
Bulan Tidak Terbit
Mala Armelia
Cerpen
Bronze
Pita Hitam
Imajinasiku
Cerpen
Bronze
Warisan
Bisma Lucky Narendra
Rekomendasi
Cerpen
Gang Kecil
Halimah RU
Flash
Hi Kak!
Halimah RU
Novel
Catatan Satya Manggala
Halimah RU
Flash
Yang paling Indah
Halimah RU
Novel
Swastamita di Cakrawala
Halimah RU
Flash
Dream Claustrophobia
Halimah RU
Flash
Warna
Halimah RU
Flash
Hujan Bulan November
Halimah RU