Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Sekitar lima atau enam tahun yang lalu, ketika sedang bermain ponsel sebuah video lewat di beranda akunku. Video seorang pemain figure skating yang sedang menari di atas panggung es miliknya. Pria dengan badan tinggi dan ramping yang jujur saja membuat aku sebagai seorang wanita iri pada posturnya itu. Tapi, setiap tarian yang ia lakukan itu entah mengapa mengundang senyum untukku, rasa iri itu seperti menghilang begitu saja. Aku yakin dia memang orang terlahir dengan bakat, ia terlihat begitu anggun di lapangan es itu. Waktu itu aku tidak terlalu tertarik dengan hal semacam itu, tapi entah mengapa kini aku teringat kembali dengan video indah itu. Aku pun membuka ponselku dan kembali mencari tentang figure skating.
Berhasil! aku berhasil menemukannya. Pria dengan wajah imut, berpostur tinggi dan ramping itu, aku kembali menemukannya. Sepertinya sudah waktunya aku kembali hidup dengan penuh keceriaan. Aku terus mencari dan menonton semua videonya. Gerakan di panggungnya itu benar-benar candu membuaku semakin mencari segala video tentangnya. Semakin lama aku melihat berbagai penampilannya, aku mulai sadar. Ini berbeda dari yang dulu aku lihat. Gerakannya tetap indah, berputar dengan postur sangat menawan, tapi tetap saja terasa ada yang berbeda. Seperti ada taburan serbuk baru dalam gerakannya.
Dalam video yang dulu aku lihat gerakannya terasa sangat bersemangat, luwes, dan juga anggun sangat cocok dengan wajah imut nya itu. Setiap putaran yang ia lakukan membangkitkan hormon endorphin siapa saja yang menyaksikan penampilan itu. Di video yang kini aku lihat, sepertinya gerakannya agak terlihat kaku di banding sebelumnya, gerakn nya tetap anggun dan indah seperti biasanya tetapi ada hal lain yang tersemat. Dalam lompatan dan putaran yang ia lakukan, masing-masing memiliki makna menyakitkan yang berbeda. Ia tetap berseluncur dengan karisma nya yang memancar, tapi justru itu semakin membuatku merasakan rasa sakitnya juga. Gerakan yang lebih kaku dari sebelumnya itu mungkin karena dia bertambah usia. Tapi, dari mana raa sakit itu berasal, aku tidak mengetahuinya. Aku kembali mencari video yang lainnya. Bahkan hanya sebatas video yang memperlihatkan isi tas nya saja aku saksikan. Sifat dan prilakunya sangat imut ia bahkan memiliki boneka beruang kepercayaannya yang selalu di bawa dalam setiap acara. Dalam beberapa pootongan video juga terlihat dirinya yang bermain dengan para figure skating lain di saat latihan bersama.
Sampai ada sebuah video yang lewat di beranda ku. Tunggu? Apa-apaan ini! Gambar yang terpampang di di layar ku saat itu membuatku terkejut. Figure Skating imut itu berdiri di panggung es nya dengan kepala yang terbalut perban dan beberapa plaster menutupi dagu nya. Dengan rasa penasaran yang tinggi aku segera menonton video itu. Di awal video para Figure Skating di persilahkan untuk memasuki lapangan. Mereka semua berputar dengan indah, menyapa para penonton dan berterimakasih kepada para pendukung dengan luncuran indah yang mereka persembahkan. Dan, aku dibuat cukup terkejut ketika dua orang figure skating saling bertabrakan dengan orang lain. Mereka semua sama-sama terpental tapi salah satu di antara mereka tersungkur dan agak sepertinya memiliki cidera yang membuatnya agak kelimpungan ketika akan bangun. Tim medis datang ke dalam panggung es itu untuk mengamankan nya. Para skater lain tetap melanjutkan pertunjukan menenangkan para penonton seolah semuanya baik-baik saja.
Wahh, itu tadi benar-benar buruk. Aku yang melihat tayangan ulang nya saja merasa cemas apa lagi mereka yang menyaksikan nya langsung saat itu. Agak ragu untuk lanjut melihat pertunjukan itu. Aku memberhentikan video untuk mengambil beberapa napas yang dalam. Akhirnya aku pun memberanikan diri dan mulai melanjutkan kembali video yang sebelumnya aku berhentikan itu. Tiba saatnya pertunjukan skater itu. Aku tidak habis pikir, dengan kepala yang di lilit perban seperti itu ia masih berdiri di panggung es nya. Entah seberapa besar ke cintaan nya terhadap Skating.
Ia mulai memasuki panggung dan memulai dengan gestur tangan andalannya. Seperti sebuah gerakan penghormatan rutin yang ia unjukan untuk panggungnya. Ia mulai berseluncur dengan angun, bergerak mundur, mencondongkan tubuhnya ke sana kemari dan mulai bersiap untuk melompat lalu berputar, sayangnya ia terjatuh. Ia segera bangun dan kembali menari-nari mengelilingi panggungnya, kembali bersiap melompat dan berputar, namun keberuntungan belum berpihak kepadanya dan kembali terjatuh. Bahkan setelah dua kali terjatuh pun ia masih bangkit dan mempersembahkan pertunjukannya kembali. Kembali berseluncur kesana kemari, mencondongkan badannya membuat gerakannya itu terkesan sangat indah dan bebas. Berikutnya ia kembali bersiap untuk melompat dan melakukan putaran. Suara teriakan di persembahkan untuknya oleh para penonton. Ia berhasil melakukan satu lompatan.
"3F!!" Komentator berteriak dengan semangat. Para komentator itu juga pasti terkesan dengan apa yang mereka lihat. Triple Flip, ia mendapat 5.30 point untuk lompatan itu. Tidak berhenti disitu ia kembali berseluncur dengan kedua tangan yang menari dengan lentik. Ia berseluncur ke arah tengah panggung, berputar dengan menjadikan satu kaki sebagai tumpuannya. Terus berputar hingga tubuhnya membentuk siluet seperti huruf T. Ia kembali berseluncur mengikuti alunan musik yang dimainkan. Ia berhasil melompat dan berputar selama dua kali berturut tanpa terjatuh. Triple lutz double toe loops, 12.00 point tambahan di berikan kepadanya.
Di mana ada waktu kamera merekam ke arah wajahnya, raut menahan rasa sakit itu tidak bisa tertutupi. Dia kembali mencoba melakukan lompatan namun terjatuh kembali. Untungnya dia dapat kembali stabil gerakan selanjutnya. Tubuhnya seakan dikendalikan oleh irama musik yang di menggema dalam ruangan yang terasa dingin itu. Berhasil kembali melakukan beberapa gerakan lompatan dan di tutup dengan Triple Axel Loop dan Triple Salchow, 4.20,5.10,8.20 poin tambahan yang berhasil di dapat sebelum ia mengakhiri pertunjukan nya itu dengan gestur yang sangat indah. Para penonton melemparkan hadiah mereka, kebanyakan berupa mereka karena tentu saja mereka tau itu merupakan barang favoritnya. Figure Skating itu menyempatkan diri untuk membungkukan ke seluruh sisi dalam panggung, memberi penghormatan kepada para pendukungnya sebelum meninggalkan panggungnya itu.
Cuplikan ulang di tayang kan, beberapa kali dirinya terjatuh dan segera bangkit kembali itu sungguh membuatku merinding. Bukan kah dia sangat luar biasa. Ia kembali ke bangku nya di temani oleh sang manager dan boneka kesayangan yang selalu membawakan tisu untuknya itu. Membicarakan kembali tentang pertunjukan sebelumnya sembari menunggu pengumuman peringkat akhir. Kalau sudah sepeerti itu, masih sanggup berdiri untuk para penonton itu saja sudah sangat luar biasa, peringkat atau menang kalah lainnya sudah tidak ada tandingannya lagi.
"Luar biasa, dengan luka dan cidera yang baru saja di dapatnya ia masih tetap dapat mendapat nilai sempurna. Juara satu kali ini di dapat oleh Pangeran Skating kita! Semuanya, beri sambutan yang meriah!" Apa yang di katakan si komentator membuatku terkejut dan membanting ponselku tanpa sadar. Dengan kondisi seperti itu tapi masih mendapat juara pertama, mungkin ini yang di namakan jenius. Rasa kagumku di awal kini berumah menjadi rasa takut. Itu mengerikan, dia benar-benar di lahirkan untuk ber-skating. Aku mengambil ponselku yang terpelanting itu untuk melihat video lainnya.
taraaa~
Layar ponselku retak sebagian.
Ke esokan harinya aku memutuskan untuk pergi membenarkan layar ponselku. Katanya tidak terlalu buruk, hanya memerlukan sekitar waktu dua jam. Ha ha, hanya dua jam katanya, hanya. Orang di tempat servis itu bilang aku bisa berkeliling dulu ke stadion di sebelah, hari ini sedang jadwalnya pembersihan jadi bisa masuk tanpa membayar tiket katanya. Untuk apa juga aku datang ke tempat yang sedang di bersihkan. Tapi aku agak penasaran dengan stadion yang di bicarakan tadi. Aku pun memutuskan untuk mencarinya.
Oasis Center Arena
Mungkin ini tempatnya, tidak ada besar lain di sekitar sini. Aku tidak sabar untuk melihat bagaimana rumput sintetis yang biasa di gunakan untuk bertanding itu di ganti, katanya itu berbentuk seperti karpet yang di gulung sebelum di buat menyatu dengan lapangan. Atau bagaimana jika mereka sedang menghemat dan hanya mencuci rumput itu dengan detergen. Aku pun memasuki tempat itu. Hawanya lumayan dingin, mungkin benar dugaanku rumput-rumput palsu itu hanya akan di cuci.
Aku berjalan ke arah bangku penonton. Menjelajah baris demi baris, barang kali menemukan harta karun tak terduga. Sampai di bagian atas bangku penonton aku bertemu dengan seseorang dengan pakaian serba hitam,topi,dan juga masker. Ah, itu kan. Dia pasti maniak sepak bola yang ingin menyentuh lapangan yang akan digunakan oleh pemain andalannya nanti.
"Ada yang bisa di bantu?" Tanya nya. Aku menggeleng dan duduk di sebelahnya. Sepatu yang ia pakai sangat bagus, pandanganku tidak bisa lepas dari sepatu berwarna hitam mengkilat itu. Aku dapat melihat pantulan diriku dengan jelas dari sepatu itu. Aku yakin harganya setara dengan 5 bulan gaji ku di tempat lama.
"Mau liat proses ganti rumput juga, ya? Sayang ya hari ini rumput nya cuma di cuci." Aku berdecak. Aku juga sangat ingin melihat rumput itu, aku memang tidak beruntung.
"Rumput? Ini tempat untuk ice skating." Jelas pria di samping ku ini. Ia memiringkan kepalanya menjukkan gelagat kebingungan.
"Loh, tadi kata om di service center tadi ini stadion kok bukan skating pool." Bela ku. Aku tau tempat ini kan dari orang di tempat service tadi jadi setidaknya bukan salahku sepenuhnya. Maaf om service, sementara ku jadikan kambing hitam.
Pria itu semakin memiringkan kepala nya, "Skating pool apa?" tanya nya.
"Tempat ice skating. Kan, kalau tempat berenang swiming pool." Jelasku dengan sangat yakin.
Orang itu tertawa sekilas. Ia menunduk lalu membuka topi dan masker nya.
"Mana ada skating pool. Skating pool itu biasanya untuk orang-orang yang main skateboard. Ah! enggak ada rumput yang lagi di cuci, liat lagi coba." Ia memutar kepalaku mengarahkanya untuk melihat ke arah para petugas kebersihan itu sedang beraksi.
"Eh- he he he. Maaf." Aku menunduk malu. Percaya diri itu memang penting, tapi tau diri sepertinya lebih penting lagi.
Omong-omong setelah pembahasan konyol itu, kami pindah posisi ke tempat tunggu antrean tiket. Disana pria itu mentraktir ku minuman kaleng dari sebuah vending machine. Agak canggung rasanya, pria yang aku tonton di layar ponselku kemarin kini membelikan sekaleng minuman untukku. Iya, dia si pemain figure skating imut itu.
"Saya fans loh, baru pas kemarin tapi saya udah nonton banyak video, ha ha ha." Aku berusaha mencairkan rasa canggung yang malah aku buat semakin canggung.
"Makasih. Udah pernah liat langsung? Pasti belum sih ya, arena skating aja di kira stadion bola." Ejek nya dengan tatap nya yang sombong.
"Loh, kok malah sok si paling-paling. Emang kamu udah pernah liat langsung?"Tanyaku yang membuat orang itu kembali tertawa seperti sebelumnya. Karena sebelumnya menggunakan masker aku tidak menyadarinya, itu tawa mengejek.
"Maaf, maaf. Sebagai fans baru kemarin sore, gimana kesannya tentang gaya skating saya yang kamu tonton?" Ia meminta pendapat tapi masih dengan ekspresi yang meremerhkan. Wah, memang benar jangan suka dengan orang yang kita lihat hanya dari media sosial secara berlebihan.
"Bagus, tapi beda." Jawabku. Pria itu menatap ke arahku dengan penuh tanya.
"Video yang dulu aku tonton itu ngebuat jadi senyum-senyum sendiri terus gerakannya lebih wuuuzzz, wuzzz, zerrrr. Gitu." Aku berhenti sejenak, membuka kaleng minuman dan meneguk pemberiannya itu. "Tapi, yang sekarang beda. Gerakannya lebih kaku, " dari sudut mata aku dapat melihat dia menunduk dengan helaan napas berat. "Tapi,candu. Mungkin kaku karena efek cedera, kan? Bohong kalu dibilang sembuh total tanpa efek apa-apa. trauma juga termasuk efek. Sebenernya rasa sakit di tiap gerakan yang membuatnya jadi candu. Berseluncur kesana kemari seolah muka polos yang terpatri berusaha menghibur para penikmat." Ia kembali menatap wajahku, "Sayangnya, sebesar apapun upaya untuk menutupi rasa sakit itu, semuanya tetap terlihat. Dan juga, kenapa harus boneka beru-AW!" Ia mengetuk kening ku dengan ujung telapak tangannya.
"Karena dia dari hutan. Dan, jangan berbicara banyak tentang orang dengan sok tau." Ketusnya. Ya, memang aku yang salah main berbicara panjang lebar begitu saja. Apa lagi bagi para atlet pasti cidera adalah hal yang fatal.
"Bukan trauma akibat luka." Gumamnya yang masih dapat terdengar sekilas.
"Eh?"
"Ibuku meninggal di saat aku belum bisa memenuhi keinginan terakhirnya, aku malah menyia-nyiakan semuanya dan berpikir masih ada lain waktu." Ia berdiri dari duduknya menghampiri kembali vending machine di sudut ruangan itu. "Kalau aku meminta tolong untuk didengarkan, boleh?" Tanya nya. Aku mengangguk sebagai jawaban. Ia kembali dengan menyodorkan kaleng yang sama seperti sebelumnya. "Sorry, asam lambung saya nanti naik." Sebenarnya aku bukan peminum soda, bahkan tidak tahan ketika minum soda, hanya saja kapan lagi di traktir orang terkenal. Tapi, kalau sampai dua kali berturut-turut seperti ini bukanya pulang kerumah bisa-bisa aku malah di larikan ke rumah sakit terdekat.
Ia kembali menyodorkan kaleng itu dan menempelkannya di pipi kiriku. "Yaudah, buat dinginin muka aja. Disini gerah soalnya." Mau tidak mau aku pun mengambil minuman kaleng itu.
-Awalanya aku tidak pernah tertarik dengan dunia ice sakting sama sekali, aku bahkan mengira ice sakating dan figure skating sama saja. Hanya kegiatan berputar-putar di atas es. Tapi suatu saat ketika ibuku mengajak untuk melihat salah satu pertunjukan figure skating, aku mulai terkesima. Seperti memasuki dunia dongeng dimana para karakter menari kesana kemari bersama para peri, itu yang aku lihat. Orang itu meluncur kesana kemari, melompat lalu berputar di udara, seperti ia bisa terbang. Semenjak saat itu aku jadi sangat mengagumi figure skating. Mencari jadwal siaran televisi yang menayangkan acara figure skating. Aku sangat mengagumi mereka. Ibu ku yang menyadari itu memberiku kejutan. Pada ulang tahun ke 7, ia mengjadiahkan ku sebuah sepatu luncur berwarna hitam. Ia memeluk ku sambil berujar bahwa aku di daftarkan menjadi anggota figure skating. Tentu saja aku merasa sangat senang, rasanya aku menjadi anak paling beruntung di dunia.
Ketika menginjak bangun menengah pertama, aku di masukan kedalam anggota resmi figure skating. Bahkan banyak mendali yang sudah aku dapatkan. Pelatih bilang aku memiliki bakat dan kecintaan yang luar biasa di bidang ini. Tidak ada waktu untuk bermain dengan taman, sehabis pulang sekolah aku segera pergi menuju arena skating untuk berlatih. Selalu terbalut dengan pakaian tipis di tampat yang dingin itu sebenarnya membuatku mendapat tekanan tersendiri dan agak mengundang rasa frustasi. Beruntungnya aku memiliki suhu tubuh yang hangat dan keseharian yang terus berlangsung itu membuatku perlahan kembali terbiasa. Suhu tubuhku memang hangat tapi entah mengapa hatiku semakin mendingin. Di tambah dengan dorongan media yang selalu mempertanyakan tentang lompatan itu. A4. Aku juga selalu melatih hal itu setiap harinya, aku juga ingin mempersembahkan lompatan itu untuk ibu.
Tapi obsesi itu justru secara tidak sadar membangun tembok yang besar. Tenagaku terkurang dua kali lipat setiap pulang ke rumah. Ibu yang dengan senang hari ingin menyambut dengan membawakan tas ku malah aku abaikan. Aku tau kondisi ku dan ibu sedang tidak baik, aku juga ingin memperbaiki kenangan yang retak di antara kita dengan suara ku yang terbata-bata. Tetapi entah mengapa hanya bentakan yang keluar dari mulutku ini. Bahkan ketika ia menghentikan pundakku ketika ingin memasuki kamar, aku mendorongnya dengan kasar.
Semakin berjalannya hari, aku semakin memaksakan diri untuk melakukan putaran itu. Aku ingin memberikan putaran terbaik itu sebagai hadiah untuknya, kata-kata saja kelak akan di lupakan. Besok atau beberapa bulan yang akan datang mungkin masih dapat di ingat, tapi entah dengan dua tahun yang akan datang. Aku memang seorang pecundang yang bahkan tidak mampu mengatakan bahwa aku menyayanginya, aku terus mencoba untuk menciptakan sesuatu yang akan sangat membekas di hatinya, membuatnya bangga dan senang karena memiliki diriku yang pecundang ini.
Mengetahui perjuangan untuk membesarkan ku selama ini tidak sia-sia. Aku akui diri ini terlalu egois. Hatiku yang semakin dingin membuat retakan di atas es yang kita pijak semakin melebar. Tapi dengan percaya dirinya aku masih berpikir aku hanya perlu fokus dengan tujuanku, bahkan jika es itu mencair sepenuhnya pun aku masih dapat meraih tangannya agar kita tidak semakin berpisah. Tapi, mau bagaimana lagi. Sekarang ini hanyalah sekedar profesi untukku, tidak lebih.
Aku berusaha memperbaiki kenangan di antara kita dengan suaraku yang terbata-bata. Dan ternyata itu malah membuatnya membangun sebuah tembok besar, bukan, aku yang memaksa dirinya untuk mebangun tembok itu, tanpa sadar.-
Aku mengangguk setelah mendengar ceritanya itu."Ada istilah terkadang kau tenggelam dalam tujuanmu sendiri. Hal itu sering terjadi, bahkan aku juga terkena perangkap itu beberapa kali. Tapi, kamu hebat. sekarang sudah bisa melakukan lompatan itu sesukamu, kan? " Ia menjawab pertanyaanku dengan anggukan yang agak ragu-ragu.
"OKE!" Aku berdiri dengan tangan kanan mengepal, aku angkat tinggi-tinggi kepalan tangan itu. "6 Bulan belakangan ini aku nggak ngelakuin hal yang berguna sama sekali, aku mau kembali hidup dan berkerumun dalam masyarakat." Aku menatapnya dengan semangat.
"Kapan penampilan selanjutnya?"
"Lusa. di tampat ini pikul 3 sore."
"Oke. Saat tampil nanti jangan lupa melakukan lompatan kutukan itu ya."
"Lompatan kutukan, ya." Ia tersenyum simpul.
"Oh! Udah lewat dua jam. Anak ku harusnya udah selesai di service." Sadar akan waktu lama yang ku habiskan, aku pun segera pamit dan berlari dari tempat itu.
"Terima kasih dukungannya. Walau hanya kata-kata semangat saja, setidaknya jangan di ucapkan seperti kau benar-benar akan menepati sebuah janji. Ibu juga dulu seperti itu." Gumamnya kepada diri sediri itu.
---
"Baiklah semuanya, hadirin yang kalian tunggu. Ini dia pangeran ice skating kita yang akan membuka penampilan hari ini dengan iringan musik The Vampire Masquerade. Berikan sambutan untuk pangran kita."
Seorang pria dengan pakaian bernuansa hitam dan putih itu mulai memasuki arena. Berseluncur kesana kemari, mencondongkan tubuhnya bergerak dengan gemulai, melompat dan berputar di atas udara dan mendarat dengan sempurna. Gerakan yang anggun di dukung dengan postur tubuh tinggi dan ramping itu membuat penampilannya semakin menarik. Ia melakukan beberapa lompatan di akhir penampilan dan kembali ke tengah panggung es nya untuk memberi hormat ke seriap sisi lapangan. Saat menghadap set A, ia melihat seorang wanita yang mengangkat minuman kaleng tinggi-tinggi melambai ke arahnya. Sadar mendapat atensi si skater, wanita itu meraih kamera yang kalungkannya dan mengakat nya tak lupa senyum penuh semangat kembali terpancar di wajahnya.
---
"Jadi beneran dateng?" Kini Arena itu sudah sepi penonton, hanya ada beberapa penanggung jawab yang masih berada di sana.
"Iyalah, dikira bohong gitu?" Ketus wanita itu.
"Nggak asam lambung, nih" Ia mempoint kan pandangannya ke arah minuman kaleng yang aku pegang.
"Ini jus buah, no kaleng kaleng. Tapi kaleng." Ia tersenyum simpul mendengar celoteh anehku itu.
"Aku pinjam kamera ini dari percetakan dekat rumah, pulang nanti langsung di cetak besok baru bisa aku kasih. Gak apa-apa, kan?" Tanyaku. Senyum yang terpatri di wajahnya itu kian melebar. Tanpa menjawab pertanyaanku, ia menarik tanganku untuk menuruni wilayah penonton.
"Eh?"
Meningalkan ku sendirian tepat di pintu masuk ke dalam arena seluncur yang terbalut es itu. Ia kembali dengan memakai sepatu seluncurnya dengan sepasang sepatu lainnya yang ia bawa.
"Paling kecil adanya ukuran ini, coba." Titahnya.
Aku memakai sepatu itu, masih agak kebesaran tapi tidak sampai membuat tidak nyaman. Si atlet seluncur itu mengajak ku untuk memasuki arena yang tentu saja aku tolak dengan tegas. Tapi ternyata, pria imut itu memiliki ke pribadian yang tidak kalah kerasnya. Akhirnya aku mengalah, menaruh barang-barangku dan memasuki arena. Merembet di pinggiran arena, Tanganku mencengkram kuat pembatas besi yang berhiaskan label sponsor itu.
"Anxiety aku kambuh sih ini mah, udah yah hehe. Ini aja udah seru, kok." Ciutku dengan kedua kaki yang agak bergetar.
"Santai aja, ayo sini!" Secara tiba-tiba ia menarik tanganku yang membuat aku kehilangan keseimbangan.
Brak.
Aku terjatuh dan si pelaku malah tertawa dengan terbahak-bahak bahkan samapi memegang perutnya yang ramping itu. Cih, kalau mau aku sudah menarik kakinya agar ikut terjatuh.
"Loh. itu HP kamu?" Tanyanya yang mebuatku langsung mengalihkan atensi mengikutin arah jarinya mengarah.
Ah, ternyata benar itu ponsel ku. Sepertinya ikut terjatuh dari kantung ku tadi. Dan sialnya ketika aku mengambil ponsel itu layarnya kembali retak, membuat pangeran figure skating itu semakin tertawa terbahak bahkan di sia sampai hilang keseimbangan dan jatuh terduduk di atas es.
Sudah waktunya aku ganti ponsel.