Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Yi Gege Aku Kembali
Kunming, Mei
Setelah menempuh tiga setengah jam penerbangan dari Beijing, akhirnya sampai juga di bandara Xiamen Kunming. Hatiku berdebar kencang, saat perlahan kudorong travel bag ku ke area kedatangan bandara.
Aku sengaja tidak meminta siapa pun untuk menjemputku di bandara. Aku berencana untuk naik taksi bandara.
Ini memang bukan kunjungan pertamaku. Aku telah berkali-kali mengunjungi kota bunga ini. Kota yang indah dan dipenuhi bunga yang bermekaran.
Kota yang penuh dengan kenangan yang tak terlupakan dalam hidupku. Kunming memiliki tempat khusus di hatiku. Kota yang selalu mengingatkanku pada sahabat, kakak sekaligus kekasih yang sangat berarti untukku.
Namun ini kunjungan pertamaku setelah tiga tahun. Aku sempat tidak punya keberanian untuk mengunjungi kota ini setelah kepergiannya.
Tahun ini aku memberanikan diri untuk datang ke Kunming. Kerinduan yang tak tertahankanlah yang membuatku memberanikan diri datang lagi ke Kunming.
Akhirnya aku tiba di Kunming lagi. Rasanya aku ingin berteriak, "Yi Gege aku kembali!"
Kembali menemuimu seperti janjiku tiga tahun lalu. Yi gege maafkan aku, tiga tahun ini aku tak berani kembali untuk mengunjungimu. Meski rindu menggebu, aku selalu menahannya. Aku takut tak mampu menahan diri.
Aku telah berjanji padamu untuk tidak menangis lagi dan hidup dengan baik. Lihat Gege aku baik-baik saja sekarang. Aku takkan menangis lagi.
Gege aku kembali untukmu, hanya untukmu.
Aku hanya memiliki tiga hari untuk menemanimu. Kita akan bersama-sama selama tiga hari ini.
Berjalan kaki berkeliling kota, menikmati makanan favoritmu dan berlari-lari sepanjang bukit. Menyaksikan sakura yang mulai bermekaran sembari memetik bunga-bunga musim semi yang cantik.
Yi Gege aku sangat merindukanmu. Merindukan tawa dan senyummu. Merindukan untuk memelukmu, mendengar suaramu dan merasakan kasih sayangmu.
Sepertinya tiga hari tidak akan cukup untuk menikmati musim semi abadi kota ini. Juga untuk mengenang kenangan yang tak terlupakan bersamamu.
Takkan pernah cukup. Berapa lamapun aku menyisihkan waktu untuk mengenangmu itu tidak akan pernah cukup. Namun aku harus puas dengan tiga hari untuk melepaskan kerinduanku padamu.
Pria Tampan Di Bawah Pohon Sakura
Dengan taksi aku meninggalkan bandara. Tujuanku adalah Jiaoye park. Sepanjang perjalanan menuju Jiaoye park, aku mengingat kenangan-kenangan kami di kota ini.
Aku bertemu Yi Gege sepuluh tahun lalu saat kunjungan pertamaku ke Kunming. Saat itu aku mengisi masa liburanku dengan berjalan-jalan ke Kunming.
Tempat pertama yang aku kunjungi adalah Jiaoye park. Di sana pohon sakura sedang bermekaran. Aku takjub memandang pohon sakura yang tengah dipenuhi dengan bunganya yang bermekaran.
Sungguh suatu pemandangan indah. Seakan-akan aku tengah berada di tengah lautan bunga berwarna merah muda dengan harumnya yang khas dan lembut. Kelak tidak akan pernah aku lupakan aroma lembut sakura yang selalu mengingatkanku pada dirimu.
Di bawah pohon sakura bermekaran di salah satu sudut taman, aku melihat seorang pria berdiri dengan menengadahkan kepalanya. Dia menatap bunga-bunga sakura dengan tenang.
Pria itu mengenakan setelan jas formal. Dia tinggi dan tegap. Rambutnya dipotong rapi. Kedua tangannya dimasukkan ke saku celananya.
Beberapa kelopak bunga sakura tampak berguguran di atasnya. Aku tak pernah melupakan kenangan saat pertama melihatnya. Dia bagaikan sosok yang tidak seharusnya ada di dunia ini.
Bukan dewa atau mahkluk gaib. Namun sesuatu yang tidak bisa aku ungkapkan dengan kata-kata.
Itu pertama kalinya aku terpesona pada seorang pria. Entah apakah karena dia memang tampan atau mungkin juga ini yang disebut takdir.
Tanpa sadar aku memotretnya. Setelah beberapa pose, aku mendekati pria itu. Melihatnya lebih dekat membuatku tercengang. Dia sungguh tampan. Melihat fitur wajahnya aku rasa dia campuran.
"Tuan, maaf tadi saya memotret anda. Saya ingin memperlihatkan hasilnya." Dengan malu-malu aku menyapanya.
Pria itu menoleh dan tersenyum. Dia mengulurkan tangannya dan mengambil kameraku. Dia melihat hasil jepretanku.
"Setelah dicetak kirimkan padaku." Dia mengembalikan kameraku.
Kemudian dia memberiku alamat hotel tempat dia menginap. Tanpa menunggu reaksiku, pria itu pergi.
Keesokan harinya aku mengunjunginya di hotel. Aku memperlihatkan hasil foto padanya. Dia memuji bakat fotografiku.
Akhirnya kami menghabiskan waktu bersama seharian itu. Dia mengajakku berkeliling Kunming. Dia sungguh guide yang baik.
Beberapa hari kemudian, kami menjadi akrab. Namanya Chen Yi, usianya tiga puluh tiga tahun. Cukup jauh jarak usia kami berdua. Saat itu aku baru berusia dua puluh tahun.
Ayahnya berasal dari Kunming sedangkan ibunya orang perancis. Dia ke Kunming untuk urusan bisnis. Saat ini dia tinggal di Beijing.
Sejak pertemuan pertama itu kami menjadi dekat. Saat aku kembali ke Beijing, kami tetap berhubungan.
Dua tahun kami memiliki hubungan yang ambigu. Kami bukan sekedar teman namun kami bukan juga kekasih. Dia sudah beristri dan aku masihlah seorang gadis remaja yang menjelang dewasa.
Kesenjangan usia yang cukup jauh tidak menghalangi kedekatan kami berdua. Aku bahkan merasakan sebuah kenyamanan yang sulit aku dapatkan dari teman-teman pria yang seumuran denganku, saat bersama dengannya.
Kami baik-baik saja dan hampir tidak pernah bertengkar. Yi Gege, begitu aku memanggilnya, lebih tua dariku tiga belas tahun.
Dia terkadang menjadi teman diskusiku, kadang dia seperti seorang kakak yang selalu mengkhawatirkan adiknya, dia juga seorang kekasih yang penuh perhatian, cinta dan tanggungjawab.
Dua tahun bersamanya adalah masa-masa terindah dalam hidupku. Yi Gege adalah laki-laki yang memperkenalkanku arti mencintai.
Dia mencintaiku dengan caranya. Tidak ada cinta yang menggebu-gebu atau cemburu membabi buta.
Namun suatu hari dia pergi begitu saja. Aku masih ingat saat dia mengucapkan selamat tinggal padaku.
Saat itu di depan kampus. Dia mendatangiku dan berpamitan.
"Lily, aku akan pergi. Mungkin kita tidak akan bertemu lagi. Berjanjilah untuk hidup dengan baik dan bahagia. Selamat tinggal Lily sayang."
Yi gege memelukku, menciumku dan kemudian pergi meninggalkanku.
Aku hanya bisa menangis dan berlari mengejar mobilnya. Namun dia tetap pergi.
Aku tak mengerti kenapa dia harus pergi. Kami baik-baik saja. Bahkan Kami menghabiskan malam bersama. Aku sungguh tak mengerti.
Semenjak itu aku hidup bak hantu. Aku selalu mengunjungi apartemennya, namun hanya ada sepucuk surat yang aku temukan.
Dear Lily
Jangan pernah merasakan kehilangan diriku. Aku pergi bukan karena aku tidak menginginkanmu. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Namun aku takut, cintaku akan menjadi beban untukmu.
Kau masih sangat muda. Masih memiliki harapan dan masa depan yang indah. Mungkin aku tidak akan pernah menjadi bagian dari masa depanmu yang cerah dan bahagia.
Lupakan aku, meskipun itu berat untuk kita berdua. Anggap saja kita tidak pernah bertemu dan bersama.
Terimakasih untuk hari-hari bersamamu.
Chen Yi
Aku hanya bisa menangis tersedu-sedu saat membaca surat itu. Semudah itukah menurutnya untuk melupakan kebersamaan kami?
Aku ingin membencinya karena dia pergi meninggalkanku begitu saja. Namun ternyata, aku tidak pernah bisa membencinya barang sedikitpun.
Cinta dan rindu yang aku miliki untuknya lebih besar dari semua rasa sakit, kecewa dan kesepian saat hidup tanpa dirinya.
Dia meninggalkan apartemen itu untukku. Dia juga telah mengatur biaya kuliahku. Dia berharap aku menyelesaikan kuliahku, bekerja dan menjalani hidup dengan bahagia.
Setahun sejak kepergiannya, aku kembali menata hidupku. Meski sempat hidup bak hantu, hidup segan matipun enggan. Aku akan hidup seperti yang diinginkannya.
Aku lulus kuliah dan bekerja di salah satu dari perusahaan besar di Beijing. Aku berharap suatu saat nanti dia kembali dan senang melihatku baik-baik saja.
Mengunjungimu Dengan Buket Mawar Putih
Di depanku sebuah nisan berdiri dengan kokoh. Batu putih bertatahkan namamu masih terawat dengan baik. Kuletakkan buket bunga mawar putih di atas makammu.
Yi Gege aku membawakan bunga mawar putih kesayanganmu. Kau selalu berkata,"Lily, kau bukanlah lotus putih namun mawar putih yang murni dan harum."
Kau satu-satunya orang yang tidak pernah menyamakanku dengan lotus putih. Sepanjang perjalanan cinta kita, aku tak pernah lepas dari image lotus putih yang terlihat suci namun munafik.
Banyak orang yang menilai motivasiku merawatmu karena uang. Butuh waktu untuk membuktikan ketulusanku. Hanya kau yang tak pernah meragukanku.
Aku tidak peduli dan tidak keberatan image itu melekat padaku selama aku bisa bersamamu. Mereka tidak tahu perjuangan kita untuk bersama.
Sepuluh tahun kita terjalin dalam hubungan yang tak pernah berakhir bahkan sampai hari kau meninggalkanku untuk selama-lamanya. Itu tidak akan pernah berakhir.
Yi Gege apakah kau ingat, kita pertama kali bertemu saat musim semi di Kunming sepuluh tahun lalu? Di tempat yang sama, setelah tiga tahun kau menghilang, kita bertemu lagi.
Di Jiaoye park saat bunga sakura bermekaran. Aku terpaku di sudut taman yang dipenuhi pohon sakura yang tengah bermekaran. Seorang pria di kursi roda tengah tengadah menatap bunga sakura yang bermekaran.
Mungkinkah itu kau, Yi Gege?
Perlahan aku mendekati pria itu, dan itu benar kau Yi Gege. Aku berlutut di kaki kursi roda. Aku tak percaya dengan yang kulihat.
"Yi Gege aku merindukanmu." Aku menangis di pangkuanmu.
"Lily jangan menangis, aku baik-baik saja." Suara yang kurindukan itu menenangkanku.
Kurasakan tangan hangatnya membelai rambutku. Tangan yang aku rindukan untuk menggengam tanganku dan membawaku berjalan bersamanya bergandengan tangan seperti dahulu.
Kemudian aku mendorong kursi rodanya dan berbincang-bincang sambil menikmati keindahan taman. Saat itulah aku baru tahu, dia meninggalkanku tiga tahun lalu karena didiagnosa terkena kanker tulang.
"Aku tidak ingin kau sedih, aku tidak ingin mengikatmu dengan penyakitku. Aku ingin kau bahagia dan menikmati masa mudamu." Itu yang kau katakan saat aku tertidur di pelukanmu.
"Tidak Yi Gege, aku tidak sedih, aku bahagia denganmu. Jangan tinggalkan aku, jangan usir aku," pintaku dengan sungguh-sungguh.
“Istriku menggugat cerai karena aku tidak bisa memberinya keturunan,” tuturnya seakan ingin mematahkan keinginanku bersamanya.
"Tidak apa-apa, kita bisa mengadopsi anak." Hiburku dengan yakin.
"Setelah kemoterapi, rambutku akan rontok, badanku lemah," bisiknya lagi dengan lirih.
"Tidak apa-apa, meski kau hanya memiliki sehelai rambut itu baik-baik saja." Kusentuh rambutnya yang memang mulai menipis.
"Bagaimana jika aku tidak bertahan?" Kali ini dia meraih daguku dan memaksaku untuk menatapnya.
"Jangan berkata seperti itu Yi Gege. Kita akan bersama melalui ini. Bertahan atau tidak, aku selalu bersamamu." Aku memeluknya tanpa mengalihkan tatapanku pada mata kebiruannya.
“Uangku habis untuk biaya perawatan,” keluhnya lagi.
"Aku bekerja dan aku akan merawatmu." Aku kembali menjawabnya dengan tegas.
Percakapan malam itu menguatkan kami untuk bersama lagi. Setelah itu kami melalui hari-hari bersama seperti dulu. Kami memutuskan untuk menetap di Kunming. Aku bahkan melepaskan karirku agar aku lebih leluasa merawatnya.
Pada awalnya keluarganya menentang kami. Mereka tidak mempercayai ketulusanku. Bahkan istri Yi Gege yang merupakan kekasih masa kecilnya pun tidak bisa menerima keadaannya.
Apalagi aku seorang gadis dari keluarga biasa-biasa saja dan jauh lebih muda dari Yi Gege. Itu yang ada di benak keluarga Yi gege.
Namun pada akhirnya mereka mendukung kami. Mereka bahkan merenovasi rumah kami agar mempermudah Yi gege untuk bergerak. Mereka juga rutin mengunjungi kami.
Lima tahun berlalu namun keadaan Yi Gege tidak membaik juga. Kami telah melakukan segala yang disarankan dokter. Namun tidak ada perubahan yang berarti.
Setelah menyadari kondisinya Yi Gege memintaku untuk kuat dan tidak bersedih. Melewati sisa waktu hidupnya yang singkat, Yi Gege ingin menikmati kebersamaan kami dengan indah.
Kami berjalan-jalan ke Jiaoye park, pergi ke resto untuk menyantap mie menyeberang jembatan, membeli bibit bunga di pasar bunga dan berkebun bersama-sama.
Yi Gege tidak ingin meninggalkanku dalam kesedihan. Dia ingin aku mengingatnya dengan kebahagiaan.
Saat kau tak mampu bertahan aku berusaha untuk tegar. Kau memintaku membawanya ketempat pertama kali kami bertemu. Saat itu bunga sakura sedang bermekaran di Jiaoye park.
Kami berpelukan menyaksikan keindahan bunga sakura yang bermekaran. Aku memeluknya sampai tak merasakan kehangatan tubuhnya lagi.
Saat kau pergi untuk selamanya, bunga sakura di Jiaoye park yang sedang mekar mulai berguguran. Berjatuhan di atas kita yang berpelukan.
Seakan-akan mereka turut bersedih akan kepergianmu. Mereka sepertinya ingin menghiburku dengan bunga-bunga merah muda dan aroma lembutnya.
Di bawah guguran kelopak bunga sakura, kita pertama kali bertemu dan berpisah untuk selama-lamanya. Namun bagiku kau tidak pernah pergi jauh dari sisiku, hidupku dan juga hatiku
Selamat Tinggal Yi Gege, Nantikan Aku Kembali Setiap Tahun
Yi Gege ini hari terakhirku di Kunming. Waktuku untuk mengunjungimu telah usai. Namun mengenangmu tak akan pernah usai. Sepanjang hidupku dipenuhi kenangan bersamamu.
Kenangan cinta pertamaku yang bersemi di musim semi di kota musim semi abadi. Kenangan cinta terakhirku yang abadi di kota musim semi abadi. Yi Gege kau akan selalu ada di hatiku.
Aku selalu mengenangmu dengan kebahagiaan karena aku bahagia selama bersamamu. Aku juga hidup dengan baik setelah kepergianmu karena kebaikan dan kasih sayangmu selalu hidup di hatiku.
Yi Gege aku akan selalu kembali ke sini setiap tahun. Setiap musim semi saat bunga sakura bermekaran, aku akan menyaksikannya bersamamu Yi Gege.
Yi Gege, sepuluh tahun bersamamu membuatku belajar banyak hal. Aku belajar mencintai, belajar menerima kenyataan hidup, belajar berkorban dan belajar mempertahankan kebahagiaanku.
Yi Gege aku tidak akan menangis lagi, aku akan hidup dengan baik. Aku baik-baik saja karena kenangan bersamamu akan selalu menjagaku.
Hidup dengan mengenangmu membuatku kuat dan mampu menghadapi rintangan demi rintangan.
Yi Gege , kakakku, sahabat dan kekasihku, selamat tinggal. Nantikan aku setiap tahun saat bunga sakura bermekaran.
Kita akan duduk dibawah pohon sakura sampai kelopak bunganya berjatuhan menimpa kita. Menimbuni kita berdua dengan kelopak merah mudanya dan memberikan aroma lembutnya pada tubuh kita sepanjang waktu.
Yi Gege, cinta abadiku dari kota musim semi abadi.
Pesawat menuju Beijing lepas landas meninggalkan Kunming. Namun hati Lily Tang tertinggal di kota musim semi abadi itu.
Bersama segala kenangannya akan Chen Yi. Sebuah cinta yang pada awalnya sulit dimengerti dan diterima oleh orang-orang di sekitar mereka.
Lily dan Chen Yi bertemu di saat yang salah. Menumbuhkan rasa yang tidak sepatutnya mereka kembangkan menjadi sebuah cinta yang abadi.
Namun cinta memang tidak pernah bisa dipersalahkan. Bahkan saat hadir di antara dua insan yang telah memiliki cinta yang lain, itu tetap bukan salah cinta.
Cinta Lily dan Chen Yi mungkin bukan kisah yang seindah dongeng. Namun bagi Lily cintanya abadi dan menjadi sebuah kisah tak terlupakan dalam hidupnya.
Tamat