Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
“Gue bakal ngelaporin lo ke HRD besok pagi, sumpah gue nggak peduli lo anak magang senior atau anak dewa!”
Faye berteriak sambil melempar sepatu heels ke arah Zeno yang berjalan sempoyongan di lorong apartemennya. Nyaris kena kepala, tapi Zeno malah tertawa keras sambil bersandar di dinding.
“Santai dong, Bestie. Gue cuma pengen nganterin lo pulang. Takut lo nyasar ke kosan mantan,” jawab Zeno dengan logat santainya.
“Lo ngikutin gue dari bar, ya?! Zeno, lo gila?!”
Zeno mendekat, kali ini dengan tatapan tajam. “Gue nggak gila. Gue kesel. Lo pikir lucu ya, nyindir presentasi gue kayak gitu?”
Faye hendak menutup pintu, tapi Zeno sigap menyelipkan kakinya di celah pintu. Tatapan mabuk mereka terkunci, sama-sama terluka egonya.
“Gue nggak akan pulang sebelum kita beresin ini.”
Faye menghela napas panjang, emosinya masih menyala. “Masuk. Ributnya jangan ganggu tetangga,” katanya, lalu membuka pintu apartemennya.
Zeno langsung duduk di sofa. Faye mengambil dua botol air mineral dari kulkas. “Minum. Kita terlalu mabuk buat adu mulut,” katanya sambil memberikan sebotol air ke Zeno.
Mereka duduk berhadapan. “Lo selalu ngerasa paling bener ya?” tanya Zeno.
“Gue cuma nggak mau kerja bareng orang bego yang sok jenius,” balas Faye.
“Lo anggap gue bego?”
“Lo duluan yang anggap gue badut.”
Suasana kembali meledak. Mereka saling dorong dan melempar kata-kata kasar. Tiba-tiba hening. Jarak mereka hanya tinggal satu langkah. Alkohol, ego, dan panas tubuh beradu dalam ruang sempit.
“Apa sih lo mau-nya, ha?!” desis Faye, mendorong dada Zeno.
Zeno mencengkeram pergelangan tangannya. “Lo! Yang nyeret gue ke sini! Sekarang acting kayak lo korban penculikan?!”
“Ampas,” gumam Faye, berusaha melepas tangannya. “Lo nggak pernah bisa nerima kalau gue lebih pinter!”
“Gue gak butuh jadi pinter, Faye,” suara Zeno rendah, mendekat, “gue cuma perlu menang.”
Mereka bergulat, saling dorong hingga guling ke samping. Tangan Zeno menahan pergelangan tangan Faye di kedua sisi tubuhnya. Wajah mereka hanya sejengkal, napas terasa hangat di pipi masing-masing. Entah siapa yang memulai, tiba-tiba bibir mereka saling menabrak.
Ciumannya kasar. De...