Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Namanya Aryan Heriadi. Dia biasa dipanggil Heri. Heri berasal dari salah satu desa di bumi Sakti Alam Kerinci. Anaknya jenius! Kenapa tidak? Waktu S1 di Universitas Andalas saja dia sudah kenal dengan jurnal Sinta, Scopus, ISI atau WoS. Tidak heran dia tamat S1 dengan predikat cum laude dalam waktu 3 tahun 4 bulan. Sayangnya, setelah itu sayap Heri patah. Dia harus kembali ke desanya yang dingin. Di sana Heri tidak bisa apa-apa karena semuanya perlu modal! Tetapi Heri tidak tinggal diam. Heri membulatkan tekad! Dia ingin berhijrah ke Malaysia untuk mencari kerja sambil kuliah. Itu memang bukan tekad yang mudah tapi Heri yakin itu adalah tekadnya yang terbaik karena tekad itu itu sudah dipertimbangkannya sebaik mungkin. Namun tekad Heri ditentang Azhar, tetangga Heri yang sudah menjadi pegawai negeri sejak dua tahun lalu dan sudah ‘dipinang’ oleh gadis desa tetangga dengan nominal fantastis.
“Rie... Rie tunggu... kamu mau kemana pagi-pagi ini?” Azhar menahan motor Heri yang pelan-pelan lewat di samping mobilnya.
“Mau ke kantor imigrasi Wo.” Balasnya dari atas motor.
Heri memanggil Azhar Wo mengikut tradisi Kerinci karena Azhar anak pertama di keluarganya dan lebih tua empat tahun dari Heri.
“Jadi kamu memang mau berangkat ke Malaysia?”
“InsyaALLAH jadi Wo.” Balas Heri.
“Rie, Wo udah bilang, mending kamu pikir lagi. Menurut Wo bagus kamu jadi pegawai negeri dulu biar aman. Atau honor di kantor Wo sambil nunggu peluang.” Pujuk Azhar.
“Gak bisa gitu Wo. Kasian emak dan ayah. Aku mau bantu mereka juga."
“Lalu hubungan kamu sama Eira bagaimana? Bisa-bisa kamu ditinggal nikah sama Eira kalau kamu kayak gini.” Azhar mulai melancarkan hasutan.
“Gak Wo, dia baik. Hubungan kami juga baik-baik aja.” Kata Heri spontan.
“Baik? Selama ini bukannya kamu sering bilang dia minta kamu jadi pegawai negeri? Mana baiknya?!”
“Kan itu saran yang baik Wo, cuma belum ada peluang.” Senyum Heri.
“Liat Wo! Sudah aman.” Potong Azhar. “Dikasih mobil.” Katanya sambil menepuk Avanza hitamnya. “Sekarang Wo tinggal nunggu dijemput.” Bisik Azhar.
“Astagfirullah, Wo. Kok bisa di jemput? Sama cewek?!” Heri kaget.
“Rie... Kalau kita pegawai negeri, semuanya aman.” Bisiknya lagi. “Cewek yang nyari kita... Dipinang kayak Wo!” Ucap Azhar dengan bangga.
“Mengucap bang. Nanti didengar tetangga yang lewat.” Heri mengingatkan Azhar sambil melihat dua wanita yang lewat di samping mereka.
“Ngapain malu? Udah rahasia umum! Dulu Wo melamar kak Lia pacar Wo, dia nolak! Sekarang emaknya nyodor seratus juta sama Wo supaya jadi lakinya!”
“Hissk... Malu Wo, bawa Istighfar!” Balas Heri.
“Rie... Percaya sama Wo. Kalau kamu jadi pegawai negeri, bukan hanya Eira, cewek lain juga bakal datang ‘jemput’ kamu.” Bisik Azhar yang menyerupai bisikan iblis.
“Udah Wo, saya mau ambil paspor nih. Nanti kita sambung lagi ngobrolnya. Assalamualaikum, Wo.” Heri cepat-cepat meniggalkan Azhar yang memang suka menghasut.
Heri tersenyum sambil mengendarai motornya. Azhar memang menjadi pangeran pujaan di desanya sejak dia jadi pegawai negeri. Ga...