Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Dua Kaki Anak Kelinci
5
Suka
981
Dibaca

“Ibu kelinci? Sedang apa Kamu? Kamu tidak bersama putrimu?” Tanya tupai dari ranting yang tak jauh di atasku. Ia cukup mengagetkanku. Oh, sepertinya aku melamun sedari tadi.

Tiba-tiba, kecemasan menyeruak di hatiku. Namun, aku berusaha untuk tetap terlihat tenang.

Aku menoleh ke segala sisi, mencari putriku. “Oh, iya ya. Aku tidak menyadarinya. Sepertinya karena aku melamun selama perjalanan ini. Apa Kau melihat putriku, tupai? Dari atas sana mungkin bisa terlihat.”

Tupai meluaskan pandangannya. “Aku tidak melihat putrimu, ibu kelinci. Seharusnya putih bulunya akan langsung terlihat, tapi tidak, aku tidak melihat putrimu. Maaf”

“Tidak, tupai, itu bukan salahmu. Baiklah, aku akan pergi mencari putriku. Terima kasih, tupai” akhirnya aku memutuskan untuk pergi meninggalkan tupai dan mencari putriku lewat jalan yang searah dengan jalan yang kulewati tadi sembari memanggil-manggil putri kecilku.

Apa yang dikatakan tupai, benar. Bulu putih putriku yang sangat bersih tidak terlihat di mana pun. Mungkin karena sekarang sedang musim semi, putih jadi terlihat menyatu dengan warna-warna cerah alam. Apa mungkin putriku pergi bermain bersama teman kupu-kupunya? Semalam ia menceritakan teman barunya itu padaku. Akhirnya, aku pergi ke taman bunga tempat pertama kali mereka bertemu.

Begitu aku melihat sayap biru yang mengepak turun ke bunga incarannya, aku langsung menyapa. “Halo, tuan kupu-kupu yang menawan”

“Oh, hai. Kamu pastilah ibu dari kelinci putih, teman baruku. Bulu putrimu ternyata ia dapatkan darimu”

Aku terkekeh. “Ya, banyak yang berkata begitu. Omong-omong, tuan kupu-kupu, apakah Kamu melihat putriku itu? Sepanjang jalan ini sepertinya aku melamun sehingga kehilangan putriku.”

“Sayang sekali, aku baru saja dari rumahku dan tidak melihat kelinci putih itu.”

Aku sedikit kecewa mendengarnya. Namun, aku memaklumi dirinya yang baru mengenal putriku. Aku berterima kasih dan lanjut mencari putriku. Aku menanyakan hewan-hewan lain yang mungkin saja melihat atau berteman dengannya. Putriku memang memiliki teman yang sedikit, tapi ia memiliki sifat yang mudah berbaur dan diterima oleh hewan lain. Apalagi, bulu putihnya begitu bersih dan lembut yang membuatnya mudah disukai.

Namun, ternyata tak ada yang mengenalnya. Putriku yang manis dan lucu itu tidak memiliki seorang pun teman dekat. Beberapa mengenalnya, tapi mereka bertemu beberapa hari yang lalu dan tak pernah bertemu lagi. Aneh. Meskipun ia adalah anak yang penurut, beberapa kali aku menangkapnya sedang mengendap-endap untuk bertemu teman-temannya yang kutahu adalah anak nakal. Atau jangan-jangan dia kabur?

Begitu menerima pemikiran seperti itu aku langsung belari secepat mungkin untuk sampai ke rumah. Beberapa meter menuju rumah, aku dapat melihat sosok rubah ada di sana. Rubah yang selalu berusaha kujauhkan dari putri cantikku.

“Apa yang Kamu lakukan di sini, rubah?!” seruku. Aku berusaha untuk tidak panik begitu melihat rubah di depan rumahku, apalagi dapat kulihat bercak darah di kakinya. “Kamu... apa yang Kamu lakukan pada putriku?!” aku tidak berhasil menenangkan diriku.

Yang dilakukan rubah itu setelahnya membuatku berteriak histeris. Ia memegang dua kaki putih yang mungil. “Aku berencana memakan dua kaki mungil ini di pinggir sungai.” Rubah itu menyeringai jahat.

“Tidak! Putriku! Putriku!” seruku. Air mataku mengalir deras tanpa aba-aba. Darah yang sudah mulai mengering membuatku yakin rubah itu sudah melenyapkan putriku beberapa menit sebelum aku sampai di sini. Jantungku berdetak kencang sampai membuat dadaku sakit. Darahku mendidih dan menerjang rubah itu. “Rubah sialan! Rubah sialan! Kembalikan putriku!” aku biarkan amarah menguasaiku dan menginjak-injak wajahnya.

Kemudian, dengan mudahnya rubah itu menyingkirkanku dan membuatku terlempar membentuk pohon, rumahku. Ia melangkah mendekat dengan seringainya yang mengerikan.

“Kau mau aku mengembalikan putrimu? Baiklah, akan kukembalikan.” Rubah itu menyeretku ke belakang rumahku. Aku memberontak ketakutan. Aku takut ia melakukan hal yang sama terhadap putriku.

Sampai di belakang rumah, aku bisa melihat sebuah gundukan tanah dengan diameter yang mungil. Sekelebat pikiran membuatku gemetar takut.

“Lihat baik-baik, ibu kelinci,” kata rubah itu. Kemudian ia menggali gundukan tanah itu dan tanpa menunggu lama, gumpalan bulu putih terlihat. Itu begitu mungil, seperti putriku.

“Putriku? Putriku?!” aku berlari hendak meraih tubuh yang sudah tak bernyawa itu lagi. Kakinya sudah tak ada dan dari bawah perutnya darah yang mulai menghitam dan kotor oleh tanah menodai bulu putihnya yang cantik. Namun rubah itu menarik kembali mayat putriku yang ada di tangannya.

“Berikan putriku! Berikan!”

“Tidak, ibu kelinci. Kau seharusnya meminta maaf pada putri kecilmu ini...” Rubah terkekeh. Aku menatapnya marah. “Jangan salahkan aku. Kau yang membuatnya seperti ini. Kau melarang putri cantikmu untuk berteman dengan rubah yang Kau bilang licik dan jahat ini. Kemudian, Kau patahkan kedua kakinya supaya ia tidak pergi ke mana pun dan tetap menjadi kelinci manis yang penurut.”

Apa yang dibicarakan rubah jahat ini? Jelas-jelas dia yang sedari tadi memegang mayat anakku dan hendak memakannya. “Omong kosong apa yang dari tadi Kau-”

“Dan Kau terlalu merasa bersalah sudah menuruti amarahmu, sampai Kau menguburnya, tapi Kau meninggalkan kedua kakinya. Kau melihatnya dan menjadi gila, menghapus semua ingatan itu, dan menganggap putrimu hanya sedang kabur dari rumah.”

Aneh. Aku marah akan semua perkataannya, tapi aku tidak merasa itu semua salah. Sebuah perasaan hitam menggulung di dalam dadaku, membuatku pusing dan ingin muntah. Dan saat aku menuruti keinginanku itu, aku tidak menghentikannya. Aku memuntahkan semua perasaan bersalahku dan memori itu mengalir deras di kepalaku, membuatku kembali muntah, dan muntah.

“Terlalu terlambat, ibu kelinci. Putrimu hanya bersimpati padaku yang tak punya teman karena tampang garangku dan statusku sebagai karnivora. Tapi Kau menghancurkan keinginannya.” Rubah membawa mayat putriku dalam pelukannya, memeluknya begitu lembut dan penuh kasih, tidak sepertiku yang mematahkan kakinya dan menguburkannya dalam tanah yang dingin.

Rubah berjalan meninggalkanku. “Dan Kau pasti tidak tahu. Putrimu ini pernah mengatakan sesuatu tentang mimpinya untuk pergi ke tempat yang jauh lebih luas dari rumah pohonmu itu. Dan dia bilang, Kau mengancamnya supaya tak mengatakan mimpi-mimpi konyol seperti itu lagi. Hahaha.” Rubah tertawa. Aku mendapatkan sakit di dada begitu ia tertawa sembari membawa putriku. Anehnya, aku pun tidak mengejarnya, aku membiarkan putriku bersama temannya. Entah apa yang nanti ia apakan putri mungilku.

Rasa bersalah menyelimutiku perlahan-lahan, menyiksaku. Namun, aku pun tak berbuat apa-apa. Kakiku begitu lemas, napasku terasa berat. Menatap jejak kaki rubah yang sudah menghilang di ujung jalan.

Hujan perlahan turun menghantam tubuhku yang lunglai berjalan menuju rumah. Aku masuk ke dalamnya, memutuskan untuk tidur di bawah selimut daun gugur, beralaskan darah putriku yang menghitam bersama hatiku.

TAMAT

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Cerpen
Dua Kaki Anak Kelinci
Adinda Haifa Febru
Novel
A Withering Iris
Alline Elia
Novel
Bronze
ANANTA RASA
Wulan Kashi
Skrip Film
Suamimu itu bullshit, mbak!
agita vanesa m
Skrip Film
Rencana Penyelamatan Juni
NFAstaman
Skrip Film
Kasmaran Sussi
Teguh Santoso
Skrip Film
Aesthetic
Yunia Susanti
Cerpen
Bronze
Penumpang Terakhir Malam Itu
Aulia umi halafah
Novel
Tergapaikah?
Aditya Maulana Yusuf
Novel
Taraka
Siska Ambar
Novel
Bronze
SUWUNG
Faiq Mufidah
Skrip Film
Kabar Luka
Aura Putri Cantika
Skrip Film
Alice in her own Wonderland
Nadia N
Cerpen
Bronze
Berhenti Saja Kau Jadi Guru
Habel Rajavani
Skrip Film
Montase
Nurul A. Putri
Rekomendasi
Cerpen
Dua Kaki Anak Kelinci
Adinda Haifa Febru
Cerpen
Sorrow Lady
Adinda Haifa Febru
Cerpen
Effugium Cafe
Adinda Haifa Febru
Cerpen
Suara dari Salju Utara
Adinda Haifa Febru
Cerpen
Hujan Rea
Adinda Haifa Febru
Cerpen
Penebusan Dosa Kucing
Adinda Haifa Febru
Cerpen
Bisik-Bisik Kehancuran
Adinda Haifa Febru
Cerpen
Seperti Abu Tembakau
Adinda Haifa Febru