Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Thriller
DUA GELAS DAN PROFESI MAMA
2
Suka
603
Dibaca

Ada dua gelas bening di atas lemari kaca ruang tengah rumahku, berbentuk bulat, serta tak ada gagangnya, mama menaruhnya di tempat yang lumayan sulit di jangkau olehku yang masih berumur delapan tahun.

Kata mama jangan menyentuh badannya atau mengambil tanpa sepengetahuannya, karena benda itu terlalu keramat baginya.

Padahal menurutku ada banyak yang lebih terlihat keramat dari dua gelas itu, seperti guci dari China, pernak-pernik dari Belanda, lukisan Monalisa, atau patung porcine milik kake yang dihadiahi untuk mama, lagipula rumah seluas ini mama tak menyewa pembantu.

Setiap malam, tepatnya ketika mama habis keluar rumah karena kerja, mama selalu pulang membawa bungkusan hitam, itu pun setelah berpisah dengan papa.

Lalu mama menyembah dua gelasnya, menuhankannya, memberikan sesajian dengan sebuah usus manusia dimasukan ke dalam salah satu gelas. Ternyata bersumber dari bungkusan yang mama bawa. Gelas satunya lagi ditinggalkan setetes darah dari jari Mama. Keesokan pagi pasti usus dan darah dari jari Mama sudah menghilang.

Suatu ketika aku pernah mengintipnya dari balik dinding, di ruangan yang lain yang bisa melihat pergerakan mama. Mengintip mama yang tengah berbicara dengan dua gelas kesayangannya. Ucapan mama lebih terdengar bisikan. Berdesis mirip ular, panjang-panjang nadanya, dan aku tetap membuka mata untuk menyaksikan apa yang terjadi di sana.

Sampai suara pengacau datang dari depan pintu rumah. Suara desis mama tak terdengar lagi, mama berhenti merapal dan menoleh ke asal suara.

Dengan terburu-buru mama membuka pintu besar-besar, dan aku bisa melihat dua sepasang anak remaja memakai seragam putih abu-abu.

Mereka dipersilakan masuk oleh mama tanpa berkata banyak di depan pintu, dalam nada bicara mama sepertinya mereka akrab, namun ketika aku dengar samar-samar mama menanyai nama, ternyata mereka tak saling kenal.

Lalu mama memerintahkan laki-laki itu duduk di ruang tengah untuk menunggu, sementara Mama menggiring perempuannya pergi ke arah dapur yang cukup jauh dari ruang tengah. Ternyata itulah pasien Mama.

Mula-mula aku berjalan ke ruang tengah agar bisa pergi ke ruang kerja mama, karena hanya ruang tengahlah akses untuk mencapai ruang kerja mama.

Di saat laki-laki itu melihatku dan tahu kalau aku ingin berjalan ke arah ruang kerja mama, laki-laki itu bertanya.

“Kamu anaknya Tante Rosa, ya?”

“Iya. Kaka siapa?”

“Aku Kevin, pasien Tante Rosa,” jawabnya dengan tersenyum.

Kemudian aku mengangguk dan pamit pergi melontarkan kalimat sopan, berpura-pura untuk pergi ke dapur, karena ruang kerja mama memasuki lorong dan lorong itu tepat di sebelah dapur yang terhalangi meja bar besar.

Ketika aku berada di depan pintu ruang kerja Mama, kudengar Mama menyuruh perempuan itu untuk merebahkan tubuhnya.

“Iya, engga apa-apa rileks aja, kamu tenang,” kata Mama. Samar-samar kudengar perempuan itu menjawab.

“Iya, pelan-pelan ya, Tan.”

Aku penasaran, ada apa sebenarnya di antara mereka, kuintip dari bolongan kunci, tidak begitu jelas, akhirnya aku merunduk ke bawah yang ternyata ada sebuah kotak celah udara, bolongannya memanjang-manjang seperti di pintu kamar mandi.

Sehingga aku bisa melihat Mama sedang berdiri sembari menaruh satu batang rokok di mulutnya, dipantikan api ke ujung rokok dan asap seketika mengepul ke udara. Dikulumnya rokok itu lalu tangannya sibuk memakai sarung tangan putih.

Beralih ke si perempuan, dia duduk merebahkan kepalanya di tempat duduk yang mirip untuk mencabut gigi, namun kedua kakinya dibiarkan mengangkang sejajar dengan tubuhnya, terbuka lebar menghadap Mama.

Wajahnya menatap ke langit-langit sembari menggigit bibir, ada rasa cemas yang terlihat dari parasnya yang kuning langsat. Sesekali dia menatap Mama yang saat itu sedang menaruh rokok ke meja mungil setinggi pinggang orang dewasa.

Di saat Mama mulai merapal, tangannya mengambil sebuah benda yang terlihat mengilap, warnanya silver, seperti gunting operasi, tetapi dari ujung bendanya tidak lancip, mirip penjepit bulu mata Mama.

Tanpa aba-aba Mama mengarahkan bendanya pada selangkangan si perempuan. Suara mengaduh terdengar begitu bendanya menancap, seperti sedang menyunat. Aku jadi ingat bagaimana saat tititku dipotong, diiris ujunganya dan dibuang.

Rasanya lebih menyenangkan bila melihat orang lain juga merasakan hal yang sama, tetapi kali ini berbeda, aku baru pertama kali melihat Mama menyunat seorang perempuan yang sudah dewasa.

Aku menahan napas saat benda itu dipaksa membuka oleh tangan Mama. Dan suara histeris dari si perempuan terdengar menggema, kesakitan.

Saat Mama merasa bahwa apa yang sudah dikerjakannya selesai, dia membiarkan benda itu tertanam di sana. Menjeda aktivitasnya dengan mulai merokok lagi, mengepulkan asap lagi, sehingga udara di ruangan tercemar asap rokok Mama.

Setelah banyak waktu yang terbuang, kali ini Mama agak serius, rokoknya ia jauhkan dari jangkauannya. Lalu salah satu tangannya merogoh bagian milik si perempuan sampai si perempuan menjerit-jerit histeris, lebih memekakan telinga.

Bulu kudukku saja berdiri meremang, pasalnya Mama menulikan pendengarannya dan darah mulai membanjiri sarung tangan Mama.

Aku meneguk liurku di saat sebuah benda berdarah-darah keluar dari dalam milik si perempuan, Mama langsung menarik bendanya hingga keluarlah gumpalan merah dan usus-usus yang menggantung.

Dilemparkannya benda berdarah itu ke atas meja, sehingga perempuannya tergeletak lemas meringis-ringis. Setelah itu Mama mengambil rokok untuk dihisap lagi, kali ini rokoknya ikut terkena darah yang masih ada di sarung tangan Mama.

Kemudian Mama berjalan ke arah tempat yang tidak terjangkau oleh kotak udara, tak lama datang ke tempatnya berdiri tadi dengan membawa pelastik hitam.

Mama mulai membungkus gumpalan darahnya, namun sebelum dibungkus, Mama memotong sedikit bagian usus itu, dan memisahkannya ke tempat lain.

Setelah selesai dibungkus, Mama membuka sarung tangan dan berjalan ke arah pintu, sontak aku yang berada di depan pintu sangat terkejut dan langsung melarikan diri, berpura-pura ke dapur sembari membuka kulkas. Saat Mama melintasiku, Mama tersenyum.

“Kamu dari mana, Toro?” tanya Mama, kakinya berhenti berjalan.

“Aku habis main sama Arsyad, Ma,” jawabku buru-buru. Mama mengangguk dan mengusap kepalaku.

“Jangan main terus, kamu harus belajar. Tadi kamu dengar suara teriakan dari dalam?”

“Iya, samar-samar.”

“Itu pasien Mama. Dia sakit pinggang. Mama ke depan dulu ya, mau bertemu teman pasien Mama.”

“Iya,” jawabku tanpa nada. Mama pergi meninggalkanku ke ruang tengah. Aku tertegun, karena Mama berbohong tentang pekerjaannya. Termasuk sama seperti diriku yang membohongi dirinya.

———∞———

Sekarang aku lebih sering melihat Mama di rumah, tak ke mana-mana, namun pasiennya selalu datang ke rumah. Kebanyakan anak muda, juga laki-laki tua yang membawa seorang wanita remaja.

Suara teriakan terdengar kembali, tak sama, tetapi selalu ada di setiap hari. Dan aku sering melihat Mama menaruh usus itu di dalam gelas, tanpa memberikan darahnya sendiri di gelas yang satu lagi, karena darahnya telah digantikan dengan darah milik pasiennya. Saat kutanya di kemudian hari, Mama menjawab pertanyaanku dengan tersenyum.

“Profesi Mama, apa?”

“Dokter, sayang.”

“Dua gelas itu untuk apa?” kutanya lagi.

“Untuk penghormatan orang-orang yang memakai jasa Mama,” katanya.

Aku menghembuskan napas lega. Ternyata profesi Mama adalah seorang dokter, berarti Mama adalah seorang dokter pencabut bayi. Karena setiap pukul tiga pagi, suara tangisan adik bayi memenuhi kamarku yang sepi.

(*)

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (1)
Rekomendasi dari Thriller
Cerpen
DUA GELAS DAN PROFESI MAMA
Wafa Nabila
Novel
Kamar Bernapas
Imajiner
Novel
Bronze
Sebatas Pernah
Bella
Novel
Topeng
Call me yupii
Novel
Sepotong Jalan
Mrs. Canllenreese
Flash
The Singing Bride
KOJI
Flash
Circle
Fatimah Ar-Rahma
Novel
The World of Crime : Fate
Arzen Rui
Novel
Bronze
Misteri Pembunuh Kupu-Kupu
Achmad Benbela
Novel
Gold
The Castle of The Carpathians
Mizan Publishing
Flash
Bronze
Tak Ada Bulan Malam Ini
Chairil Anwar Batubara
Cerpen
Runtuh
Galang Gelar Taqwa
Novel
ANGOR
Indah Thaher
Novel
Sepotong Jalan yang Hilang di Peta
Sepi Sunyi
Cerpen
Luruh dalam Senyap
Yana Safitri
Rekomendasi
Cerpen
DUA GELAS DAN PROFESI MAMA
Wafa Nabila
Cerpen
Kereta Kuda Bersayap dan Pengikutnya
Wafa Nabila
Cerpen
Bronze
SATU TITIK: TANPA BERTANYA NAMA
Wafa Nabila
Cerpen
Bronze
PASAR SLOKEN
Wafa Nabila
Novel
PENCABUT MATA
Wafa Nabila
Cerpen
Bronze
Kodok Jantan Yang Tak Diundang
Wafa Nabila