Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Slice of Life
(Don't) Stay Away
0
Suka
213
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

(Don't) Stay Away

"Sorry, mending kita temenan aja, ya?"

Tolakan halus ala Gauri Kharisma ini sudah banyak meremukkan hati cowok. Salah satunya Zidan Anggara. Cowok paling poluler di SMA Dharma Bakti.

"Gak waras lu, Gor! Masa Zidan lo tolak juga?"

Berta, sahabat Gauri, merasa kesal. Dia menganggap Gauri tidak bersyukur, dan menyia-nyiakan kesempatan emas. Di saat cewek kebanyakan berebut perhatian, gadis hitam manis itu malah menolak. Sebetulnya bukan tidak tertarik pada Zidan, dia hanya berusaha komitmen terhadap janji pada orang tuanya untuk fokus belajar.

***

Selang beberapa hari, Gauri mendapatkan kejutan. Dia mengerutkan kening ketika menemukan sebuah lunch box di atas mejanya. Semua teman sekelas tidak ada yang merasa memiliki, juga tidak mengetahui siapa yang menaruhnya.

"Widih, punya secret admirer, nih." Berta tersenyum jahil sambil menyenggol bahu Gauri.

Ada secarik kertas yang dilipat di atas kotak makan itu. Perlahan dia buka dan membaca isi pesan yang tertulis.

"Your favorite meal. Biar kuat latihan basketnya."

Matanya membulat. Lagi-lagi dia berdecak sebal. "Pasti Zidan," pikirnya. Zidan memang terkenal pantang menyerah mendapatkan cewek incarannya.

Sandwich tuna. Dia bertanya-tanya siapa yang memberitahu Zidan makanan favoritnya?

Mata cokelatnya menatap lekat isi kotak makan itu. Gauri menelan ludah. Inginnya langsung melahap, tapi dia tiba-tiba bergidik. Bagaimana kalau ditaburi racun atau jangan-jangan ada peletnya?

"Nih, buat lo aja." Gauri memberikan kotak makan pada sahabatnya.

Berta menerima sandwich itu dengan senang hati. Kalaupun ada peletnya, toh tidak rugi kalau yang meletnya ganteng.

***

Hari-hari berikutnya Gauri selalu mendapatkan kejutan di meja belajarnya. Tidak selalu makanan berat, kadang minuman, snack, atau coklat. Tidak ada satu pun yang dia makan. Selalu Berta yang menghabiskan.

Di sudut lain, ada yang hatinya mencelos melihat gadis pujaannya sama sekali tidak terkesan dengan pemberiannya.

Gauri mulai merasa terganggu. Dia merasa bersalah dengan semua bingkisan itu karena tidak bisa menerima apalagi membalas.

Pada waktu istirahat, Gauri menemui Zidan. Dia mengajaknya sedikit menjauh dari kerumunan.

"Zidan, makasih buat kiriman bingkisannya. Tapi kayanya mending kasih buat cewek yang mau nerima lo. Sorry, gue enggak bisa nerima."

Gauri akhirnya memberanikan diri berbicara pada Zidan, dia tidak ingin semakin merasa bersalah.

Zidan yang berdiri di hadapan Gauri melongo, lalu membekap mulutnya yang terbuka. Wajahnya memerah.

"Lo ngomongin apa, sih? Gue enggak pernah ngirim apa-apa buat lo. PD banget lo! Sok kecantikan!" ucap Zidan kemudian terbahak, lalu meninggalkan Gauri yang mematung.

Gantian Gauri yang bengong. Wajahnya mendadak pucat. Berta menyeret Gauri masuk ke kelas.

"Apa yang ada di otak lo, Goriorio? Sotoy banget lo nyangka si Zidan yang ngirimin bingkisan." Berta menoyor kepala Gauri.

Gauri merasa jadi orang paling bodoh sedunia. Rasanya ingin pindah sekolah, kalau bisa pindah planet sekalian.

"Gue kesurupan kayaknya, Ta. Bukan gue tadi yang ngomong."

Bisa-bisanya ngeles kesurupan. Berta menepuk kening. Kelakuan sahabatnya itu kadang di luar dugaan. Ya, seperti tadi.

Sejak hari itu Gauri menjadi trending topic. Zidan rupanya menceritakan pada temannya yang kemudian dengan cepat menyebar se-antero sekolah.

***

Hidup Gauri menjadi kacau gara-gara kiriman misterius itu. Dia jadi bulan-bulanan kakak kelas cewek, teman seangkatan Zidan yang genit dan merasa paling cantik.

Awalnya Gauri tidak menanggapi, tapi semakin lama omongan mereka makin pedas. Membuat kesabaran kian menipis. Emosinya tersulut saat salah satu dari mereka melecehkan keluarganya. Gauri menonjok wajah cewek yang dandanannya menor itu hingga hidungnya berdarah.

Kejadian itu menggemparkan seisi sekolah. Semua yang terlibat digiring ke ruang BK alias ruang sidang siswa. Gauri menjelaskan dengan rinci pada Bu Deswina, guru BK.

Bu Deswina menggeleng berulang kali selama Gauri bercerita. Dia mencoba memahami. Namun, tetap saja Gauri dinyatakan bersalah dan dihukum membersihkan seluruh kelas.

Mau tidak mau Gauri menerima hukuman itu.

"Ah, sialan! Jadi siapa yang selama ini ngirimin gue bingkisan?" Gauri membanting sapu.

Berta yang saat itu menemani Gauri menelan ludah. Dia mengetahui siapa pelakunya, tapi dia sudah berjanji untuk merahasiakan.

***

SMA Darma Bakti sudah kosong sejak pukul lima sore, hanya tersisa Gauri dan penjaga sekolah. Berta sudah pulang lebih dulu. Gauri mengusap keringat yang menetes di kening. Lelah. Dia menghela napas panjang.

Hingga matahari tergelincir, Gauri masih duduk menekur di halte seberang sekolah. Sendiri. Untungnya lampu halte sudah diperbaiki, jadi tidak gelap seperti hari-hari sebelumnya. Tangannya sibuk menekan tombol di ponsel. Berulang kali juga dia terlihat menghubungi seseorang dan berakhir dengan dengkusan.

Sudah lepas Maghrib, Gauri semakin gelisah. Rambut ikalnya tergerai tak beraturan. Wajahnya tampak lusuh. Jelas saja, membersihkan seluruh kelas sangat melelahkan. Itu pun dibantu Berta dan penjaga sekolah yang kasihan padanya.

Aroma tubuhnya sudah tak keruan. Gauri merasa seluruh badannya lengket. Belum lagi perut yang mulai nyaring berdendang. Gauri mengumpat berulang kali. Sialnya bertambah lagi karena sang kakak tak juga datang, malah susah dihubungi.

Suara mesin motor yang berhenti di depan halte langsung disambut Gauri dengan tergesa-gesa.

"Dari mana aja sih, kok lama bang … eh, Bisma?" Pertanyaannya terputus. "Sorry," ucapnya sambil merapikan rambut.

"Enggak apa-apa. Tadi gue liat kakak lo di jalan lagi benerin motor. Rantenya putus. Balik bareng gue aja, yuk!" ajak Bisma sambil menyodorkan helm.

Gauri menolak dengan spontan. Tenggorokannya mendadak kering. Entah kenapa dia merasa grogi di depan Bisma.

"Gue tau lo cewek pemberani, tapi gue juga punya hati nurani yang enggak akan tega ngebiarin cewek sendirian malem-malem. Di halte pula."

Kata-kata yang keluar dari mulut Bisma terasa menenangkan bagi Gauri. Dia memang sudah tidak enak perasaan saat menyadari ada motor yang sedari tadi bolak-balik. Mencurigakan. Sebetulnya dia bisa saja pulang sendiri pakai taxi online atau ojek online misalnya, hanya saja ponselnya kehabisan baterai. Sementara angkot bukan pilihannya. Trauma.

Bisma berusaha membujuk lagi. Dalam keadaan seperti itu pun, Gauri masih saja gengsi. Namun, pada akhirnya gadis itu melunak juga.

Di atas motor Gauri terlihat canggung. Beberapa kali dia memejamkan mata sambil menghela napas. Tangannya memegang dada, berusaha menenangkan hati yang tiba-tiba bergejolak.

"Pegangan! Nanti kejengkang." Bisma memacu motornya dengan kecepatan tinggi.

Gauri refleks melingkarkan lengannya pada pinggang Bisma. Cowok itu tersenyum penuh kemenangan. Itu saja sudah membuatnya bahagia.

Namun, Gauri menyadari sesuatu.

"Gak usah modus!"

Bisma mengurangi kecepatan setelah helmnya digetok.

Gadis berhidung mancung itu segera melepas tautan tangan, lalu menegakkan badan. Matanya tidak sengaja melihat sticker yang familiar di helm Bisma.

***

Di depan pagar rumahnya, Gauri melepas helm dan menyerahkan pada Bisma dengan kasar.

"Jadi lo yang selama ini ngirimin bingkisan-bingkisan itu buat gue?" Mata Gauri menyalak. Napasnya memburu.

Bisma mengangguk.

"Gara-gara lo gue sial beruntun!" Gauri tak bisa menahan emosi hingga air matanya tak bisa terbendung.

Bisma benar-benar merasa bersalah.

Sejak SMP, Bisma dan Gauri satu sekolah, rumah mereka pun berdekatan. Diam-diam Bisma menyukai Gauri. Selama bertahun-tahun dia memperhatikan, mempelajari, mencari tahu kegemaran, juga apa yang tidak disukai gadis tercantik di matanya. Bisma mencintai dalam diam.

Bukan tidak ingin mengungkapkan perasaan. Bisma hanya menunggu waktu yang tepat, sambil mengumpulkan keberanian. Seandainya tadi siang dia sekolah, mungkin hal itu tidak akan terjadi. Berta yang menceritakan pada Bisma.

Gauri menyeka air mata. Sesak mengingat kebodohan yang dia lakukan tadi siang.

"Maafin gue, Ri. Tadinya gue cuma pengen nunjukin kalo gue care sama lo. Tapi gue enggak berani ngasih langsung. Enggak PD gue. Cowok yang deketin lo banyak. Ganteng-ganteng tetep lo tolak. Lah gue? Jaoooh dari ganteng."

Gauri masih terdiam, tapi di lubuk hatinya dia merasa lega mendengar pengakuan Bisma.

"Gue emang enggak ganteng. Gue enggak punya bunga. Gue enggak punya harta. Yang gue punya hanyalah hati yang setia. Tulus padamu." Bisma menyadur lirik lagu Andmesh.

Pipi tirus Gauri tampak merona. Sisi femininnya tersentuh. Sepertinya dia tidak menyadari lirik lagu itu. Tersanjung. Tapi dia tetap menjaga imej. Gengsi lebih tepatnya. "Lo mabok?" katanya.

"Iya kayaknya. Gara-gara ngebonceng lo."

"Hah?" Mulut Gauri terbuka lebar.

Bisma bicara seperti kesurupan. Hingga tidak memberi kesempatan Gauri untuk menyela.

"Gue tau lo enggak mau pacaran selama sekolah. Iya, kan? Sama, gue juga. Udahlah, kita pacarannya entar aja, ya?" Bisma mengedikkan alis.

"PD banget lo! Emang gue mau pacaran sama lo?" ucap Gauri, lalu terbahak.

Rasa kesalnya yang tadi menggunung hilang begitu saja. Dari dulu Bisma memang konyol. Ada saja tingkahnya yang menghibur. Walaupun tingkat kegantengannya hanya di garis rata-rata, tapi banyak disukai cewek, termasuk Gauri. Sudah lama sebenarnya dia juga menyukai Bisma. Hanya saja terlalu gengsi, bahkan untuk sekedar menjadi teman. Terlebih semenjak di SMA, Bisma selalu dingin padanya, seolah tidak saling kenal.

Bisma ikut tertawa sambil menggaruk kepalanya. Dia juga merasa terkejut dengan ucapannya sendiri. Bagaimana bisa dengan mudahnya dia berkata demikian. Namun, Bisma tidak menyesali, bahkan merasa lega.

"Menurut situasi, kondisi, toleransi, pandangan, dan jangkauan. Jangan disingkat!" Bisma mengacungkan telunjuk. "Oneday, lo bakal mau sama gue. Kita lihat aja nanti."

Gauri berhenti tertawa. Badannya seolah kaku oleh tatapan tajam Bisma. Keduanya tidak bergeming.

"Maafin gue, ya. Gue janji enggak akan ganggu lo lagi." Bisma menaiki motornya.

"Jangan!" Gauri menghalangi motor Bisma. "Terus kirimin gue cemilan, ya."

"Alah, modus! Dasar tukang ngemil!" Bisma menjentikkan jari ke hidung Gauri. "Masuk gih, udah malem."

Gauri merasa sekujur tubuhnya menghangat, terlebih wajah dan dada. Perutnya seperti ada yang menggelitik. Ah, lapar! Senyum Gauri merekah sempurna dengan pipinya yang merona.

***

Saking girangnya, Bisma melompat ke atas ranjang hingga terjengkang. "Gauriii, muhje tumase praay hai." Lalu dia menyayi lagu Kuch Kuch Hotta Hai.

END

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Slice of Life
Cerpen
Dendam Sofia
hyu
Cerpen
(Don't) Stay Away
Fadillah Nastiti
Cerpen
Must be number one
Ika nurpitasari
Cerpen
Bronze
Duwa Nyawa
Silvarani
Cerpen
Bronze
Sepasang Mata Bola di Kereta
Jalvanica
Cerpen
Bronze
Luka di Lutut Alberto & Kisah Monogusha Taro yang Ganjil
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Bronze
Aku, Mawar, dan Bedebah
Laila Hikmah
Cerpen
Bronze
Dimana Surgamu, Buk?
Novita Ledo
Cerpen
Salah yang Menghapus Kebaikan
🌸Filian🌸
Cerpen
Bronze
Kisah dari Piring Kotor : Tulang Ikan dan Sekelompok Semut
Ismail Ari
Cerpen
Bronze
RAHASIA 17 TAHUN
Citra Rahayu Bening
Cerpen
Rumput (Liar) Tetangga
Dhea FB
Cerpen
satu halaman sejuta pengalaman
Dwi Ramadhani
Cerpen
Tidak Ada Doa Panjang Umur
Yutanis
Cerpen
Tiba Tiba Jodoh
Rizkia Khoirul Anwar
Rekomendasi
Cerpen
(Don't) Stay Away
Fadillah Nastiti