Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Di tepi tebing karang yang memeluk Teluk Penyu, tempat ombak pecah menjadi buih, duduk seorang pemuda. Namanya Arman.
Di satu tangan, joran pancing kokoh menantang laut lepas. Di tangan lainnya, sebatang rokok kretek membakar perlahan, asapnya menari mengikuti angin laut. Dan di dalam benaknya, jutaan pikiran berkelana tanpa batas.
Awalnya, memancing hanyalah pelarian, warisan kesenangan masa kecil dari ayahnya. Namun, setiap lemparan umpan kini bukan lagi sekadar mencari ketenangan. Itu adalah ritual. Ketenangan hadir, ya, tetapi diikuti oleh sensasi mendebarkan yang jauh lebih dalam: tarikan tiba-tiba dari kedalaman air, kejutan yang mengalahkan setiap lamunan.
Inilah kisah tentang bagaimana Memancing, Merokok, dan Melamun menjadi tiga pilar yang membentuk jiwa seorang Arman.
Inilah cerita Dibalik Joran Pancing Ku.
Arman. Seorang pemuda yang hobi memancing tingkat akut. Bukan sekadar iseng, hobinya ini sudah mendarah daging, mengalir dalam setiap detak jantungnya layaknya aliran senar PE dari spool reel-nya. Ia bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kadang ia menjadi kuli panggul di pasar ikan, sesekali menjadi tukang parkir dadakan saat ada hajatan besar di kampung. Pekerjaannya, kadang ada, kadang tiada.
Tapi, Arman tak pernah lupa untuk bersyukur. Sekalipun hanya serabutan, yang kadang kerja kadang tidak, Arman tetap menjalaninya dengan penuh suka cita. Bagaimana tidak, di sela-sela waktu liburnya jika tak ada kerjaan, dia akan pergi memancing dengan pancing warisan dari ayahnya yang telah tiada. Set pancing itu, yang cukup terkenal. Viking VI7000 dan joran Viking Ocean Game kesayangannya, adalah peninggalan paling berharga. Joran itu bukan hanya alat, melainkan sebuah portal kenangan, tempat ia merasa paling dekat dengan sosok ayah.
Arman, yang telah berusia kepala tiga, hanya tinggal berdua dengan ibunya. Dia adalah anak tunggal. Ibunya belum terlalu tua, energinya masih prima, dan bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga tak jauh dari tempat tinggalnya. Meskipun ibunya juga bekerja keras, Arman tidak pernah merasa bebas dari tanggung jawabnya sebagai satu-satunya laki-laki di rumah. Ia tidak mau menyusahkan ibunya sendiri. Prinsipnya sederhana: Rezeki datang dari air, dan tanggung jawab dari hati.
Setiap kali memancing, hasil tangkapan Arman selalu dibagi dua. Sebagian dia jual kepada bandar ikan langganannya. Uangnya untuk kebutuhan dapur dan rokok kreteknya, dan sebagian lagi dia bawa pulang untuk dikonsumsi bersama sang ibu. Hobi memancing yang Arman miliki sudah dari kecil. Ketika ayah Arman masih hidup, setiap hari libur, mereka akan menghabiskan waktu di atas tebing karang, melempar ...