Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
BAB 1 – Kelahiran
Ruang bersalin di rumah sakit itu dipenuhi aroma tajam antiseptik yang menusuk hidung, berpadu dengan bau keringat dan ketegangan yang pekat. Naya mengejan, setiap otot di tubuhnya menegang, napasnya tersengal-sengal di antara erangan yang tertahan. Rambutnya lepek oleh peluh, dan wajahnya memerah padam. Di sampingnya, Bagas, suaminya, menggenggam erat tangannya, jemarinya terasa dingin dan sedikit gemetar. Wajah Bagas memancarkan campuran kecemasan, harapan, dan ketidakberdayaan yang sama. "Sedikit lagi, Sayang. Kamu kuat. Sedikit lagi," bisiknya, suaranya parau, seolah berusaha memberi kekuatan pada Naya dan juga pada dirinya sendiri.
Kontraksi demi kontraksi datang melanda, bagai gelombang pasang yang tak henti-hentinya. Setiap puncak rasa sakit adalah janji akan akhir yang membahagiakan, namun juga ujian ketahanan yang luar biasa. Perawat yang ramah dan bidan yang cekatan terus memberikan instruksi, suara mereka menenangkan di tengah hiruk pikuk perjuangan Naya. Lalu, di antara satu tarikan napas panjang dan dorongan terakhir yang menguras seluruh tenaganya, melengkinglah sebuah suara. Tangisan bayi yang nyaring, memecah keheningan ruang bersalin, menggantikan erangan Naya dengan melodi terindah yang pernah ia dengar.
Seorang perawat dengan senyum lebar dan mata berbinar-binar meletakkan sesosok mungil yang masih merah, basah, dan berlumuran di dada Naya. Seketika, rasa sakit yang mendera Naya menguap entah ke mana, digantikan oleh gelombang kebahagiaan dan cinta yang membanjiri seluruh jiwa raganya. Ini dia, Raka. Bayi laki-laki mereka. Mata mungilnya mengerjap-ngerjap, mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya dunia yang baru. Bibir mungilnya membentuk huruf 'O' saat ia mencari-cari sesuatu, hidungnya yang kecil mengendus-endus. Naya menatapnya, hatinya meluap tak terkira. "Halo, Raka," bisiknya, suaranya bergetar karena emosi yang meluap. Ia mengusap lembut kepala mungil itu, merasakan kelembutan kulitnya yang masih rapuh. Bagas, dengan mata berkaca-kaca, memeluk Naya dan bayi mereka erat-erat, air mata kebahagiaan menetes di pipinya yang kini lega. Keluarga kecil mereka kini utuh, lengkap. Sebuah babak baru telah dimulai.
Hari-hari pertama setelah kelahiran Raka adalah simfoni kebahagiaan yang tak terlukiskan. Rumah mereka yang semula hanya berisi tawa dua orang dewasa, kini dipenuhi tawa renyah, tangisan bayi yang sesekali merengek minta ASI, dan bisikan-bisikan penuh kasih sayang yang tak ada habisnya. Nenek Naya, seorang wanita tua yang bijaksana dengan segudang pengetahuan tradisional, datang membawakan ramuan-ramuan herbal untuk pemulihan Naya pasca-melahirkan. Ibunda dan ayahanda Bagas pun tak henti-hentinya mengagumi cucu pertama mereka, menimang Raka bergantian, takjub akan setiap gerakan mungilnya.
Bagas sendiri mengambil cuti kerja yang cukup panjang, mendedikasikan seluruh waktu dan perhatiannya untuk membantu Naya merawat Raka. Ia belajar dengan sigap bagaimana cara mengganti popok yang benar tanpa membuat Raka menangis, memandikan tubuh mungil yang licin itu dengan penuh kehati-hatian, bahkan menyanyikan lagu nina bobo dengan suaranya yang canggung dan sumbang namun penuh cinta. Naya sering kali tertawa kecil melihat Bagas yang kikuk namun tulus saat berinteraksi dengan Raka. Ada momen-...