Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Hujan turun deras malam itu, membasahi jalanan kampung yang sepi. Lampu-lampu jalan redup, sebagian padam. Angin menusuk, membawa aroma tanah basah dan bayangan hitam yang berlari terengah-engah menyusuri gang sempit.
Langkahnya tertatih. Darah menetes dari luka di pahanya, membasahi celana lusuh yang makin berat oleh air. Tangan kirinya menggenggam plastik kecil berisi dompet dan ponsel hasil rampokan terakhir—dan mungkin, yang terakhir dalam hidupnya.
Ia menoleh, mengendap di balik dinding rumah kosong. Tak ada suara sirine. Tak ada teriakan warga. Hanya suara hujan dan degup jantungnya yang berlomba.
“Musala...” gumamnya lirih, matanya menangkap sebuah bangunan kecil tak jauh di ujung gang. Penerangannya suram, tapi pintunya terbuka. Azan belum berkumandang, dan itu memberinya harapan: tempat berlindung sementara.
Ia menyeret tubuhnya masuk. Udara di dalam musala dingin dan lembap. Bau karpet yang sudah lama tak diganti menyambutnya, anehnya terasa menenangkan. Ia menjatuhkan diri di sudut belakang, di bawah rak Al-Qur’an yang berdebu.
Waktu bergerak lambat. Rasa sakit mencabik-cabik paha kirinya. Tapi lebih dari itu, hatinya panas oleh rasa malu—entah kepada siapa.
---
Pak Salim, marbot musala Darussalam, tiba sejam sebelum ...