Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Thriller
Di Tengah Malam
9
Suka
280
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Adelina berlari dengan panik dari dapur menuju kamarnya sembari menggenggam sebilah pisau kecil dan handphonenya. Ia berlari dari kejaran sang mantan pacar yang terobsesi padanya. Si laki – laki bernama Ifan, bertubuh tegap dan berwajah tampan. Idaman kebanyakan wanita. Namun, siapa wanita yang akan tahan menjadi kekasih lelaki itu, jika tahu bagaimana bejatnya sang lelaki sakit jiwa berwajah malaikat yang sedang mengejar Adelina dengan penuh nafsu di tengah malam buta.

Adelina masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu. Ia berusaha menghubungi teman – temannya namun tidak ada jawaban. Tidak lama kemudian, Ifan menggedor – gedor pintu kamar Adelina dengan keras dan berusaha mendobrak masuk. Adelina sangat panik dan ketakutan hingga tidak sengaja menjatuhkan handphonenya. Si lelaki sakit jiwa berteriak membentak Adelina agar membuka pintu untuk berbicara.

“Buka pintunya, Adel!! Aku mau ngomong!”

Adelina menghela napas dan menyeka keringat yang menetes di pelipisnya sambil menimbang – nimbang sejenak, lalu membuka pintu dengan ruang yang cukup untuk mengintip.

Ifan berusaha membujuk Adelina keluar kamar untuk membicarakan tentang putusnya hubungan mereka. Ifan tidak terima Adelina memutuskan hubungan dan memaksa wanita itu untuk kembali merajut kasih. Adelina tentu saja tidak mau kembali bersama karena ia sering diperlakukan sangat kasar hingga dipukuli tanpa ampun.

“Dasar wanita jalang!”

“Perempuan bodoh! Bisanya cuma bikin aku marah!”

“Kamu nggak nurut, ya? Mau aku hajar sampai mampus?!”

“Lonte lebih baik daripada kamu! Ngapain kamu pergi bareng teman – teman lelakimu?!”

“Punya pacar bodoh seperti kamu, siapa yang nggak emosi!”

Begitulah caci maki sang kekasih kepada wanitanya. Kecemburuan yang bisa menjadi bahan umpatan. Dan seringkali disertai pukulan keras. Ifan tidak peduli keadaan sekitar dan tentu saja tidak tahu malu. Jika ia ingin, di mana pun sedang berada, pemukulan akan tetap dilakukannya. Di rumah atau di tempat umum baginya sama saja. Beruntung bagi Adelina jika Ifan hanya mengumpatnya atau bahkan meludahinya. Setidaknya, orang – orang yang melihat tidak akan ikut campur dengan urusan mereka. Dan Adelina tidak begitu merasa malu.

Beberapa bulan yang lalu, Adelina pelan – pelan sadar dengan kelakuan Ifan yang semakin bringas. Selama dua tahun berpacaran, Adelina terus berharap Ifan akan berubah. Menyesali perlakuan buruknya dan mencium kaki wanita malang yang telah disakitinya. Apalagi melihat Ifan yang hampir selalu memelas meminta maaf setelah memukuli Adelina habis – habisan. Harapan terus ada di dalam hati dan pikiran wanita itu. Meskipun teman – temannya sudah berbusa menasehati agar Adelina putus saja dari Ifan.

“Putus kenapa sih, Del? Kok susah banget!

“Jangan bodoh, Del. Mau maunya jadi samsak si Ifan. Laki – laki banyak di luar sana!

“Kamu nunggu apa sih, Del, sampe nggak mau pergi dari itu cowok? Jangan sampai mati di tangan dia baru kalian beneran pisah!”

Demikianlah teman – teman Adelina menunjukkan kepeduliannya. Namun Adelina tidak pernah menuruti teman – temannya itu. Hingga teman – temannya pun jera menasehati Adelina.

Ifan tidak pernah memukulnya di wajah. Demi menghindari bekas pukulan atau memar yang akan menjadi masalah, Ifan masih berbaik hati hanya memukuli lengan dan perut Adelina. Sesekali pula menendang kaki dan meninju pundak hingga punggung mungil wanitanya itu. Dan jambakan rambut panjang Adelina menjadi aksi favorit sang lelaki. Dulu, Adelina hanya pasrah menjadi samsak hidup. Menutup aib kekasihnya dengan kemeja panjang atau sweater tebal dan tidak pernah menceritakan aksi pemukulan itu kepada siapa pun. Ifan sendirilah yang malah menunjukkan betapa mengerikannya hubungan mereka dengan memamerkan umpatan, makian dan pukulan yang dilayangkannya kepada Adelina. Malu seperti apapun terus saja ditanggung Adelina sendirian demi kekasih tercintanya.

***

Ifan yang tadinya membujuk Adelina dengan lembut kemudian menjadi tidak sabaran karena ditolak Adelina untuk bicara. Dengan wajah tampan yang telah berubah menyerupai Azazil, Ifan mengepalkan tinjunya dengan marah lalu memukul pintu dengan keras kemudian berlalu pergi. Adelina langsung menutup dan mengunci pintu kamarnya lalu terduduk lemas di balik pintu. Ia bersyukur Ifan tidak memaksa masuk.

Dengan tangan gemetar, Adelina kembali berusaha menghubungi teman – temannya namun tidak ada yang aktif. Ia lalu mendekatkan telinganya ke pintu dan tidak mendengar suara apa pun. Dengan asumsi Ifan sudah pergi, Adelina dengan tetap menggenggam pisau dan handphonenya membuka pintu dan melongok untuk mengintip keluar kamar. Tiba – tiba, Ifan menarik rambut Adelina dengan kasar. Adelina berusaha memberontak namun Ifan mencengkeramnya dengan kuat. Adelina menangis minta ampun, namun seperti biasa Ifan malah menjambaknya semakin keras lalu memukulinya dan melempar tubuh kurusnya ke lantai rumah kontrakan mereka.

***

Sejak berpacaran, Adelina dan Ifan sepakat untuk tinggal bersama. Mereka mengontrak sepetak rumah dengan pembayaran dibagi dua. Ifan kuliah sambil bekerja, sedangkan Adelina menerima uang kiriman setiap bulan dari orang tuanya di kampung. Orang tua Adelina tidak tahu kalau anaknya mempunyai pacar dan sering dipukuli pacarnya itu. Dan tentu saja mereka juga tidak tahu kalau anaknya telah menjelma menjadi pasangan “suami – istri” yang sayangnya tidak harmonis tanpa kekerasan.

Rumah kontrakan itu menjadi saksi bagaimana Adelina dengan sukarela menjadi budak cinta sang pacar dan ia rela diperlakukan seperti apapun itu. Yang penting sang kekasih senang, yang penting sang kekasih tetap bersamanya. Adelina yakin jika Ifan sangat mencintainya, hanya saja caranya tidak normal. Dua tahun yang sangat puas bagi Adelina menelan pukulan demi pukulan atas nama cinta suci.

Lalu beberapa bulan yang lalu, Adelina mulai jatuh cinta lagi. Ia tidak dapat menahan perasaannya saat bertemu dengan seorang Dosen Muda berkacamata dengan kharisma sang pujangga. Tutur kata lelaki itu lembut bagai bisikan angin sepoi di telinga. Tatapan mata sang lelaki tajam menusuk ke jantung Adelina. Rasanya degupan di dalam dada bisa terdengar oleh lelaki itu. Adelina terpesona dengan kecerdasan sang Dosen Muda. Ia juga tampan dan tampak lebih normal daripada kekasih dua tahunnya.

Maka seketika itu, kesadaran menyerang Adelina hingga gamang. Ia merasa berat meninggalkan Ifan, namun ia juga ingin bersama sang Dosen pujaan hati. Diam – diam Adelina bermain hati. Pelan – pelan ia tidak lagi menangis ketika Ifan mengumpat bahkan mencaci maki. Dan saat Ifan ingin memukul, Adelina pun berani melawan. Perlawanan yang membuat Ifan tercengang. Adelina bahkan berani meminta perpisahan. Hingga menunggu akhir sewa kontrakan, Adelina akan angkat kaki dan memutuskan hubungan total dengan Ifan. Sang kekasih dua tahun pun memohon – mohon dengan bujuk rayu agar Adelina tidak meninggalkannya. Namun, Adelina tidak peduli dan beberapa bulan kemudian ia lebih sering menginap di kediaman Dosen Mudanya.

***

Ifan menendang kaki Adelina hingga Adelina berteriak kesakitan. Pisau dan handphone Adelina tergeletak di samping kepala Adelina. Ketika Ifan meraba – raba tubuhnya, dengan menahan mual Adelina berusaha meraih pisau dan handphone itu. Ifan sadar lalu memukuli Adelina tanpa henti. Adelina hanya mampu menangis sambil menjerit pedih. Ifan pun berhenti, menatap benci pada mantan kekasihnya dengan bengis. Lelaki itu lalu berdiri dan menginjak perut Adelina dengan hentakan keras. Adelina terdiam, hampir pingsan.

Berbalik, Ifan merogoh saku jaketnya dan berniat menyalakan rokok. Adelina pelan – pelan berusaha meraih pisau dan setelah mendapatkan pisau itu, ia menusukkannya ke perut Ifan yang berbalik menghadapnya lalu mencabut pisau itu sembari dengan cepat menusuk perut Ifan berulang - ulang. Ifan roboh dan mengaduh pelan. Adelina mengatur nafasnya sembari mengawasi Ifan yang pelan – pelan terkapar tidak sadarkan diri. Adelina lalu terduduk lemas menangis karena menyangka Ifan sudah meninggal.

Tidak lama kemudian, sang Dosen Muda yang tampan dan memikat hati masuk ke dalam rumah kontrakan dan langsung memeluk Adelina dengan penuh kekhawatiran. Sejenak, mereka memikirkan cara menyingkirkan Ifan untuk selamanya. Adelina sambil menangis membujuk sang kekasih agar membakar saja tubuh mantan kekasihnya itu untuk melenyapkan jejak. Namun, sang Dosen Muda nan cerdas itu mengelus lembut kepala Adelina tanda tidak setuju dengan ide beresiko tinggi itu. Sang Dosen Muda menunduk sejenak, menyentuh gagang kacamatanya dengan senyum manis lalu mengambil handphonenya dari saku celana dan menghubungi nomor darurat. Adelina bertanya dengan raut wajahnya yang penuh kebingungan.

“Semuanya aman, Sayang”, ujar sang Dosen.

Lalu sang kekasih mengecup lembut bibir Adelina dan membisikkannya skenario penyelamat cinta mereka. 


Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Thriller
Cerpen
Di Tengah Malam
Refy
Flash
Bronze
Tak Ada Bulan Malam Ini
Chairil Anwar Batubara
Novel
F[R]IKSI
Mas AldMan113
Novel
Bayangan Dari Neraka
Nainunisovic
Skrip Film
Dead Inside
Yumana Yuda Prasenta
Cerpen
Bronze
Darahmu Tetap Saja Berwarna Merah
Galang Gelar Taqwa
Novel
Gold
Angels and Demons (Republish)
Mizan Publishing
Novel
Bronze
BOMBER: THE CONDUCTOR
mahes.varaa
Novel
Bronze
ARSENIK
Dito Aditia
Skrip Film
PANITIA
Agung Satriawan
Novel
Bronze
The Rogue
IyoniAe
Novel
Merah Putih
Kenny Marpow
Skrip Film
The End
indra candra
Novel
Tetangga Keempat
Yunita R Saragi
Novel
Gadis Berdarah
Siti Kumala Tumanggor
Rekomendasi
Cerpen
Di Tengah Malam
Refy
Skrip Film
Malam Keberuntungan
Refy
Cerpen
Wanitaku
Refy
Cerpen
4 Jam ke Depan
Refy
Cerpen
PENGAKUAN DOSA
Refy
Cerpen
Tetangga Genit
Refy
Cerpen
OKB yang Sombong
Refy
Cerpen
Penyesalan Rianti
Refy
Cerpen
TRAUMA
Refy
Cerpen
Kekasih Tengah Malam
Refy