Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Aku terperangkap di tepian Danau Akherousia. Menyaksikan air yang bergolak oleh jeritan jiwa-jiwa kehilangan arah. Timbul-tenggelam bersama kesakitannya. Di seberang sana adalah Tartarus, tempat sebagian kenangan tentangmu disiksa. Aku memalingkan muka, memilih menatap Akheron yang mengalir lambat seperti tinta gelap yang tumpah dari pena para penyair, menciptakan garis-garis panjang di atas lembaran waktu. Dan, aku adalah sajak-sajak murung yang hanyut di dalamnya.
Pikiranku mulai terseret ke dalam kenangan yang semakin jauh. Teringat saat aku masih bisa menyentuhmu, saat aku masih bisa mendengar suaramu, merasakan keberadaanmu begitu dekat— dan, segala hal tentangmu yang ada di kepalaku kini telah telanjang dari ingatan, dilucuti oleh ruang dan diperkosa sang waktu.
Mungkin benar, semua itu sudah mati terinfeksi pengkhianatan … atau hanya aku yang belum cukup merasakan kematian. Aku masih hidup dan terpenjara di dalam semesta apokaliptik. Menyaksikan bagaimana dunia tidak pernah berhenti hancur, seolah hancur itu menjelma dalam diriku sendiri.
Aku berjalan seorang diri mencari Akheron, dalam sunyi yang menyiksa. Sepasang matahari sembab merayap perlahan dari balik cakrawala yang penuh debu, memuntahkan cahaya muram yang terlalu lemah untuk menerangi jalan di depanku. Kakiku terayun pelan, menahan kesakitan karena meniti jalan setapak yang dipenuhi serpihan kenangan runcing setajam batu obsidian. Menyayat kembali luka-luka lama yang tak pernah kunjung sembuh.
Darahku mengalir di sepanjang jalan yang pernah dilalui. Membentuk aliran yang tenang, menciptakan sungai yang selama ini aku cari. Airnya merayap di antara puing-puing kenangan yang menghitam. Menjadi erosi yang mengikis wajahmu dari relief-relief yang pernah ku kagumi. Alirannya terus menggulung dan menggerus segala hal yang pernah ada di antara kita–menghapus jejak-jejak peninggalanmu di hidupku secara konstan.
Sebenarnya, aku tak ingin melepaskanmu hanyut begitu saja, tetapi aku juga tak mampu lagi memeluk parasit yang terus menggerogoti jiwaku. Sialnya, Aku terperangkap dalam belukar mawar yang tumbuh dari bayanganmu—setiap gerakan melukai, setiap diam mengurungku lebih dalam. Tak berdaya, aku akhirnya ikut hanyut bersama aliran Akheron yang dingin dan mematikan, tenggelam lebih jauh ke dalam kegelapan.
Sampai akhirnya, aku terdampar kembali di titik ini—terperangkap di tepi Danau Akherousia. Berdiri, memandangi Tartarus yang membara, lalu berbalik meratapi Sungai Akheron. Mengenangmu, aku terpapar hukuman Sisif...