Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Komedi
Di Luar (Nalar) Angkasa
0
Suka
3,275
Dibaca

Pukul 17.00 persis. Aku segera login ke akses pemantauan rekaman CCTV.

"Aman enggak, Jen?" Nesti yang duduk di sebelah buru-buru mengintip ke layar laptopku.

"Anjir kaget aku!" seruku dan Nesti bersamaan. Pada streaming record kamera 3 yang terletak di lantai 2, terlihat wujud Pak Boss sedang duduk bersandar di kursi putarnya yang dihadapkan persis ke arah kamera CCTV. Sambil tertawa sendirian, dia terlihat mengamati lekat-lekat kamera tersebut. Pak Boss atau yang sering kami sebut RI 1 itu memang punya gejala psikopat. Mengapa disebut RI 1? Orang nomor 1 di Republik Indonesia ini bahkan bagi Pak Boss tidak lebih penting dari dirinya sendiri. Seolah-olah justru dialah orang nomor 1 se-Republik Indonesia. RI 1 juga diartikan sebagai Ring 1 yang maknanya area nomor 1 yang paling penting seperusahaan.

Kembali ke penampakan RI 1 di kamera. Tubuh bapak-bapak yang baru berusia 35 tahun itu masih berguncang tertawa sambil sesekali menunduk bermain smartphone. RI 1 mempunyai perawakan yang biasa saja, tinggi standar laki-laki, tidak kurus juga tidak gemuk.

Tiba-tiba, RI 1 tampak berdiri masih sambil menghadap ke kamera CCTV, lalu duduk kembali. Spontan aku mengguncang-guncang tubuh Nesti sambil panik, "Dia tau lagi kita pantau enggak, sih?"

Bu Wening yang merupakan Manager Finance, Accounting, and Tax, juga teman-teman sedivisi lainnya; Mirna, dan Karla pun ikut mendekat dan menyaksikan sendiri betapa menyebalkannya wajah si RI 1 di layar laptopku.

Jadi, kami bekerja di sebuah perusahaan kecil yang bergerak sebagai distributor beragam pakan hewan peliharaan maupun ternak. Aku; Jeni, Nesti, Mirna, Karla, dan tentu saja Bu Wening merupakan karyawan-karyawan divisi Finance, Accounting, Tax yang menghuni ruangan di lantai 3. Tidak ada ruangan lain di lantai ini kecuali kamar mandi, ruang sholat, ruang meeting dan ruang kerja RI 1 yang nyaris tidak pernah dipakai sama sekali.

RI 1 lebih suka menghuni meja meeting terbuka di lantai 2 sambil memantau karyawan-karyawannya yang bekerja. Konsep meja kerja di kantor ini adalah open space. Perusahaan hanya menyediakan beberapa meja besar yang panjang dan karyawan bebas duduk di sebelah siapa saja sambil membawa laptopnya.

Tidak ada kubikel dan ruang kerja yang menjunjung privasi di perusahaan ini. Jarak satu karyawan dengan karyawan lain hanya sepanjang satu penggaris 30cm. Tentu sangat padat, bukan? Ruang lantai 2 baru bisa sedikit sepi jika banyak marketing executive yang sedang survey lapangan, atau visit customer. Ada pun divisi keuangan harus diasingkan di lantai 3 karena pekerjaan yang kami handle tentu bersifat rahasia. Tidak boleh dokumen terkait keuangan perusahaan sembarang dilihat oleh karyawan di divisi lain.

Karena kami di lantai 3, dan ketika turun untuk pulang tentu diharuskan melewati lantai 2, aku yang diam-diam mencatat akses pemantauan CCTV jadi mempunyai rutinitas penting setiap pukul 17.00. Kalau RI 1 tidak terlihat di lantai 2, aku bakal oper pemantauan ke kamera lain di lantai 1, di gudang, di teras, bahkan di parkiran. Benar-benar memastikan apakah wujudnya yang angker itu sedang dalam posisi sibuk atau siap menerkam kami ketika pulang teng go!

"Darimana bisa tau kalo kita punya akses CCTV?" Suara Bu Wening memecah lamunanku.

Ketika semua anak sedang sibuk mencari jawaban, tiba-tiba suara telepon kantor berdering. Di layar laptopku terlihat RI 1 tengah mengangkat gagang telepon masih dalam posisi menghadap ke kamera.

"Jeni angkat ih!" Nesti buru-buru melempar tugas penuh risiko tersebut. Padahal posisi teleponnya lebih dekat dengan area duduk Nesti.

"Kejepit aku di sini kalian kelilingin. Gimana mau angkat dih, Karla aja noh!" bantahku.

"Doain ya gaess, doain! Bismillaaah!" Karla mengangkat tangannya berdoa kilat sebelum menjawab telepon.

Terdengar suara RI 1 tertawa, tidak hanya dari suara telepon, tapi suara aslinya terdengar sampai lantai 3. Maklum, gedungnya tidak besar dan tidak ada peredam suara di pintu seperti pintu-pintu ruang kuliah.

"Kok ketawa tu?" Mirna berbisik ke Karla. Tapi Karla hanya menunjukkan isyarat diam dengan telunjuk di mulutnya.

***

Satu hal yang kami syukuri karena menghuni di lantai 3 adalah karena CCTV di sini hanya ada 1 di dekat tangga naik saja. Dan CCTV itu tidak menyorot sama sekali ke area meja open space kami. RI 1 tentu sangat pelit sehingga tidak mau menambah budget untuk pemasangan satu titik CCTV lagi. Dulunya meja ini hanya digunakan untuk makan siang bersama. Sejak Bu Wening masuk dan menjabat sebagai Manager FAT, barulah RI 1 sadar kalau divisi kami memang harus mempunyai tempat kerja terpisah dari open space yang bercampur banyak divisi lain. Maka disulaplah sebuah ruang kerja baru di lantai 3. Hal lain yang patut disyukuri lagi yaitu RI 1 yang jarang menghuni ruang kerjanya di lantai 3. Tentu jika harus diberi peringkat, lantai 2 adalah peringkat 1 lantai terhoror segedung ini.

Dan kami semua benar-benar mengidam-idamkan bekerja di lantai 1. Bisa seenaknya teng go tanpa beban dan tanpa takut diterkam RI 1 lalu diberi tugas tambahan yang enggak penting sama sekali. Tempo hari kami sempat dag dig dug karena mengira RI 1 mengetahui aktivitas "17.00 rutin" yang kami lakukan diam-diam.

"Dia ketawa-ketawa lihat kamera cuman biar bininya di rumah sebel, kan? Sama bininya aja begono tu, annoying banget! Kok mau sih bininya kawin ama dia!" Mirna mulai membahas kejadian angker tempo hari. Ternyata telepon di sore hari yang dibuka dengan suara tawa RI 1 itu dilanjutkan dengan curhatan hati seorang suami.

Jadi begini nih....

---

"Halo Pak, ini Karla."

"Whuahahahahahahahahahahahahhaahhahaahahah!!!!"

"....."

"Whuahhahahahahahahahahahahahahhahahahahhh!!!"

"Pak...?"

"Karla, Karla. Nanti kalo si Ibu minta transferin uang buat servis mobil jangan ditransfer! Ni orangnya WA saya ngamuk-ngamuk, abis liatin saya dari CCTV, saya ketawain ini! Whuaahahaaaah!!!"

"Nanti kalo Ibu ngomelin saya gimana, Pak?"

"Kamu tutup aja teleponnya dong, masa bingung gitu aja sih. Kayak gini nih--"

Tut...tut...tut

---

"Kalo Ibu beneran telepon, masa aku harus tutup langsung pas diomelin?" Karla menanggapi Mirna yang masih geleng-geleng mengingat kelakuan RI 1 tempo hari.

Sambil meletakkan berkas yang baru di-fotocopy, Nesti terlihat tidak setuju, "Gila apa! Mau ikutin sinting kayak RI 1? Ya didengerin aja lah omelannya Ibu, terus sampaikan coba bujuk Bapak lagi Buuu, gitu!"

Omongan Nesti terdengar lebih logis dan tentu saja lebih waras. Kami semua pun terdiam dan kembali sibuk dengan pekerjaan masing-masing

***

Jika ada penobatan HRD paling cari muka se-Indonesia, tentu Bu Messy HRD Manager kami yang menang. Hari ini RI 1 ulang tahun. Setiap karyawan sudah dipalakin uang 20ribu untuk level staff, dan 50ribu untuk level SPV ke atas. Uang tersebut dikumpulkan hanya untuk membeli kado sepatu bermerk dan nasi kuning tumpeng buat perayaan ulang tahun RI 1.

Jam sudah menunjukkan jam 11.45. Tidak biasa, RI 1 belum muncul di permukaan. Hal begini biasanya cuman dia lakukan di hari H gajian tapi mundur. Dia bisa sampai 2 hari enggak berani ngantor karena takut didemo anak-anak kantor.

Seperti bisa menebak pikiran kami, Bu Messy tiba-tiba sampai di lantai 3 dan memberikan pengumuman yang berhasil membuat kami penasaran, "Pak Boss nelpon tadi, suruh ngumpul di lantai 2 semua. Tadi saya bilang mau ada surprise untuk Bapak. Terus beliaunya bilang suruh ngumpul di lantai 2 nanti zoom meeting aja pake monitor besar."

Singkatnya, semua karyawan berhenti bekerja dan berkumpul di lantai 2. Monitor di belakang meja kebangsaan RI 1 dinyalakan. Zoom tersambung. Terlihat 1 layar dipenuhi wajah RI 1 dengan latar belakang dinding keramik seperti dalam kamar mandi. Terdengar pula suara flush closet. Setiap karyawan langsung saling berpandangan.

"Habis buang hajat bentaran," kekeh RI 1 tak tahu malu, "mau ngasih surprise apa? Kado suruh si Handoko kirim rumah saya, sekalian berkasnya Karla ama Nesti. Halo Karlaaaa, Nestiii, denger lohhh, saya enggak masuk bukan berarti berkas enggak dikerjain lohhhhhh," tampak wajah RI 1 semakin dekat dengan kamera, "terus saya mau traktir kalian, menunya nasi kuning, itu nasi kuning tumpengnya buat kalian aja. Baik kan saya, saya kasihan ama Handoko masa suruh bawa-bawa tumpeng sambil naik Supra sendirian. Gimana caranya?"

Mendengar omongannya yang sangat di luar angkasa, aku semakin yakin RI 1 memang alien yang jatuh ke bumi tapi kenapa enggak mati aja sih! Seluruh karyawan sontak langsung berbisik-bisik satu sama lain sambil menunjukkan ekspresi jengkel luar biasa.

"Dah ya, saya sibuk. Daripada saya kasih traktir pakan ayam? Mau disamain sama ayam?" pungkas RI 1 tak lama sebelum dia memencet tombol keluar dari zoom meeting.

***

Di luar hujan deras. Dari rumah dan sepanjang berangkat ke kantor, aku tidak berhenti berdoa supaya rumah RI 1 kebanjiran! Wilayah rumah RI 1 memang area yang rawan banjir. Tahun lalu mobilnya pernah terendam sampai jendelanya hampir tidak terlihat. Bininya sudah protes minta rumah baru tapi tidak juga dituruti.

Sepertinya doaku tadi itu juga merupakan doa yang sama yang dirapalkan 56 karyawan perusahaan ini. Lumayan kan kalau kebanjiran bisa beberapa hari enggak perlu melihat wajah si RI 1. Jam menunjukkan 09.10. Semua karyawan naik ke lantai 2 untuk briefing dan doa bersama. Rutinitas setiap pagi. Namun wujud RI 1 masih belum terlihat sama sekali.

"Sebelum mulai berdoa, saya mau kalian semua berdoa semoga rumah Pak Boss kebanjiran. Kali ini saya di tim kalian. Saya pokoknya kecewa enggak ditraktir All You Can Eat, malah suruh makan tumpeng nasi kuning doang!" seloroh Bu Messy yang dari tadi sedang memimpin briefing di depan.

Persis ketika kami semua sedang tertawa menanggapi Bu Messy, pintu lantai 2 terbuka. Tampak seseorang mengenakan atasan jas hujan berwarna pink stabilo. Tidak lain tidak bukan itulah RI 1!

"Pinter, briefing gitu walau saya terlambat. Handoko jangan khawatir ini jas hujannya kering, enggak usah takut disuruh ngepel ceceran air gitu dong wajahnya, wolesss," sambil melangkah ke meja kebangsaan, RI 1 meletakkan tas kerja tanpa berniat melepas jas hujannya. Bahkan tudungnya pun masih dipakai di kepalanya.

"Loh Bapak naik mobil, kan?" Bu Messy yang masih berdiri di depan menanyakan apa yang ada di benak kami semua.

"Lah terus kenapaa? Enggak boleh gitu pakai jas hujan?"

"Kok enggak dilepas di luar kenapa, Pak?" Bu Messy masih saja berusaha menuntaskan rasa penasarannya.

"Kamu mau AC-nya saya matiin apa biar saya pakai jas hujan?"

"Bapak enggak punya jaket? Apa Bapak sakit? Kenapa enggak istirahat di rumah, Pak?"

"Yaudah saya ke ruang kerja lantai 3 aja!" sambil menepis tudung jas hujan, RI 1 berdiri mengambil tas dan berbalik badan menuju tangga naik ke lantai 3. Dari situ terlihat 3 baris bekas kerokan berwarna nyaris gosong di leher belakangnya.

Masih di hari yang sama. Handoko naik ke lantai 3 mencari RI 1. Katanya ada kiriman belanjaan dari ojek online buat RI 1. Tak lama setelah Handoko mengantar kantong belanja ke ruang kerja RI 1, Handoko turun lalu naik lagi sambil membawa sendok bersih.

Dua menit berlalu. Masih dengan jas hujan pink stabilonya yang cetar, RI 1 keluar ruang kerja. Dia tampak menggendong sekotak es krim rasa durian sambil sesekali menyuapnya ke dalam mulut. "Apa lihat-lihat? Lihatin doang, enggak bisa nyicipin. Kasian deh ngiler," sambil fashion show sepanjang meja kerja kami, RI 1 terkekeh lalu menghilang turun ke lantai 2.

Penasaran, aku segera login akses CCTV dan memantau apa yang dia lakukan di lantai 2. RI 1 persis seperti orang-orangan sawah, yang sudah masuk angin tapi masih ngocol makan es krim sambil fashion show! Karyawan-karyawan di lantai 2 tampak ternganga, sebagian menutup mulut menahan tawa, dan sebagian lainnya geleng-geleng ketawa.

***

Jika ada yang bilang semakin banyak ilmu seseorang, maka semakin menunduklah dia; itu tidak berlaku bagi RI 1. Dia mempunyai kebiasaan buruk yang sok pinter dan suka mengetes kepintaran kami, terutama anak-anak divisi FAT.

Mirna barusan disuruh membayar tagihan internet dan diberikan sebuah id pelanggan. Itu bukan internet kantor, tapi internet yang dipasang di rumah RI 1. Entah merk provider mana yang digunakan. Mirna sudah bolak-balik searching cara membayarnya tetapi tiap kali mau membayar, muncul notifikasi tidak ada tagihan.

"Kamu udah bilang ke RI 1 kalo notifnya enggak ada tagihan?" tanya Bu Wening ke Mirna.

"Udah Bu, malah saya dikatain anak muda kok gaptek. Suruh cari caranya. Saya minta virtual account aja gitu kan biasanya lebih mudah, eh enggak mau kasih."

Jam sudah menunjukkan waktu 18.32 malam, dan ini malam Minggu. Sudahlah Sabtu pulang jam 17.00, masih saja dikerjain begini. Inilah fase-fase yang kami hadapi tiap jam pulang kalau sampai tertangkap RI 1 yang lagi jahil, jahat, psikopat, atau kurang kerjaan.

"Masih enggak bisa?" Tiba-tiba muncul suara dari dekat tangga, rupanya RI 1. "Lah emang udah saya bayar kok. Hahahaha. Ngetes, biasa. Mulai bulan depan aja itu, ya!"

"Loh dari tadi 1,5 jam Bapak enggak bilang kalo udah Bapak bayar loh, Pak!" Merasa dikerjai, tentu saja Mirna protes. Dari nada suaranya, Mirna masih berusaha mengerem emosinya yang sudah meleduk.

"Lah yang suruh bayar sekarang siapa? Saya bilangnya apa? Coba dibayar gih, klo bisa hari ini. Kan kalo bisa, kalo enggak bisa berarti bulan depan mulainya. Ngapain lagian 1,5 jam enggak pulang. Jomblo kalian?"

"Tadi saya udah minta virtual account karena notif enggak ada tagihan loh Pak!"

"Iya saya bilang enggak ada virtual account, coba cari cara lain. Cobanya kan bisa bulan depan, kenapa masih dicoba terus, kenapa dilemburr? Jomblo enggak ada yang ajak jalan-jalan?"

"Bapak tadi enggak bilang kata-kata bulan depan sama sekali loh, Pak!"

"Bilang ah, gini nih perempuan sukanya enggak mau salah," kekeh RI 1 sambil berbalik turun ke lantai 2.

Najis! Sumpah saat itu kami berlima seperti mau meledak dan memutilasi itu RI 1 dan mencampurkan dagingnya ke pakan ayam!

***

RI 1 adalah orang yang paling medit kalau ada karyawan yang klaim bensin padahal memang untuk keperluan kantor. Kali ini terjadi ketika ada anak magang yang disuruh isiin bensin motor operasional kantor.

"Karla, Karla, ini kok bukti struk bensinnya nominal 20 ribu bulet sih." RI 1 tergopoh-gopoh naik ke lantai 3 sambil membawa bukti struk bensin. Tadi si Karla memang mengajukan sebendel berkas bukti biaya hari ini. "Kamu tu kerja di sini bukan baru 1-2 hari loh Karla. Kan saya udah bilang, klaim bensin ya angkanya di struk enggak boleh bulet. 9.999 for 10 ribu, 14.999 for 15 ribu, 19.999 for 20 ribu, ya pokoknya gitu dong!"

"Anu Pak, kan anak magang. Kasian lupa peraturannya, mana masih baru kan, Pak. Anak SMK Pak udah disuruh nalangin uangnya dulu, kasian Pak, kasih aja dulu, yaa?" Karla menjelaskan dengan sedikit membujuk.

"Loh kok saya yang harus ngikutin rasa kasian kamu, sih?"

"Lah gimana dong solusinya, Pak?"

"Kan kamu yang kasian, ya udah ganti aja pakai uang pribadi kamu. Saya sih ogah," cetus RI 1 sambil menyobek-nyobek bukti struk tersebut. Mana belum Karla fotocopy karena memang kalau belum ada paraf si RI 1 memang enggak dianggap sah untuk dasar pengeluaran uang. "Udah sobek, kamu yang ganti loh Karla. Bagus itu saya salut sama kamu punya rasa kemanusiaan yang tinggi. Kalau saya kan dewa, bukan manusia," sambil menjulurkan lidah, RI 1 nyelonong turun kembali ke lantai 2.

Karla yang tidak bisa berkata-kata langsung memukuli meja sambil mendesis, "Dewa penghancuuuurrrr, setaaan, raja iblissssssssss!!!"

"Kalo dia raja iblisnya, kita mau santet pun sih setannya Mbah Dukun juga minder ya gaess?" sahutku ikut sebal.

Alhasil kita pun iuran untuk mengganti uang bensin tersebut. Untung masih 20 ribu. Dulu kami pernah mengganti 200 ribu waktu driver baru kelupaan isi bensin mobil box enggak sesuai syarat 999 si RI 1. Kami juga enggak tahu apa gunanya syarat itu. Kayaknya sih dibuat sengaja biar pada lupa, terus enggak boleh klaim.

***

Sebagai bagian pajak, tentu aku enggak akan luput dari sasaran si medit yang berusaha menahan sekencang mungkin uang-uangnya agar tidak keluar dari rekening. Setelah laporan SPT Tahunan, tentu akan ada angsuran PPh 25 yang harus dibayar bulanan selama setahun ke depan. Dan mau tahu apa kata si medit kualitas super satu ini?

"Enggak usah dibayar lah, Jen."

"Loh harus dibayar dong, Pak, nanti kalo dapet surat cinta dari kantor pajak gimana?"

"Kamu aja yang mikirin dong."

"Harus dibayar dong Pak!"

"Dibayar ngapain? Nanti diakumulasi pas tahun depan SPT Tahunan jadi lebih bayar lohh, setahun nanti keuangan kita pasti rugi kok pokoknya."

"Kok Bapak doain perusahaan sendiri bakal rugi sih setaunan ini?"

"Bukan doain ah, sembarangan kamu ini, Jen!"

"Doain itu, Pak, nanti rugi beneran loh, Pak."

"Enggak ah jangan nuduh-nuduh dong kamu. Saya bosnya loh ini!"

"Lah bos kok doain rugi sih, Pak!"

"Enggah ah, kamu suudzon aja. Enggak punya pacar buat disuudzonin malah bosnya yg disuudzonin. Parah banget kamu, Jen."

Enggak cuman PPh 25 saja. Ini si RI 1 medit juga hobi enggak bayarin PPh 23, bahkan sampai pajak STNK sama PBB juga! Sampai kena denda dan capek ngurusnya sih baru bisa bikin dia happy buat bayar pajak!

"Bapak kok suka banget kena denda, sih! Handoko udah kena tilang kemarin loh STNK-nya mati, Pak!"

"Harusnya enggak kena, enggak pinter aja itu Handoko jadi kena operasi. Kan bisa melipir."

"Handoko harusnya enggak pergi kalo enggak Bapak suruh nyari kue putu ayu!"

"Loh kok jadi nyalahin saya. Saya mau beli di ojek online padahal, loh."

"Terus kenapa nyuruh Handoko jadinya, Pak?"

"Saya nyelamatin Handoko dari orang gudang, kasian disuruh nata-nata barang. Baik loh ini saya, Jen."

"Kalo saya jadi Handoko mending bantu anak gudang daripada nyari kue putu ayu enggak juntrungan di mana."

"Loh kamu kok jadi bahas kue putu ayu, kerja sana loh!"

"Terus PPh 25-nya mau dibayar apa enggak, Pak? Saya minta Mirna inputin pembayaran ke Klik, otorisasi langsung ya, Pak."

"Saya sih ogah, kamu aja yang otorisasi nih kalo bisa." Melihat juluran lidah khas RI 1, sungguh aku bersumpah pada saat ini ingin memotong dan memutilasi lidah si medit lalu aku bikin jadi rujak cingur!

***

Hari ini RI 1 sama sekali enggak keliatan batang hidungnya. Tentu saja jiwa detektifku meronta-ronta karena ini sudah lewat jam istirahat. Kebetulan Mbak Kitty naik ke lantai 3 untuk sholat. Mbak Kitty adalah pegawai paling senior di perusahaan ini. Dia bahkan berteman di WA Bu Bos sehingga Mbak Kitty jadi bisa tahu status WA yang di-update Bu Bos.

Secepat kilat aku mencegat Mbak Kitty, "Mbak, mbakkk, Bu Bos ada update status apa gituuu? RI 1 kok enggak keliatan?"

Sambil celingak celinguk, Mbak Kitty berbisik mendekati wajahku tapi tetap saja suaranya terdengar ke seluruh ruangan, "Masalah rumah tangga, Bu Bos balik ke Surabaya sama anak-anak. Ini RI 1 kemungkinan sih nyusulin."

"Berapa hari biasanya kalo berantem itu, Mbak?"

"Doain aja semoga lama yaah!"

Sambil menunjukkan simbol oke dari jari jempol dan telunjuk yang menyatu, aku berbalik ke tempat duduk lagi. Baru saja sampai di tempat duduk, nama RI 1 muncul di layar Androidku. Celaka dua belas! Ngapain telepon sih.... Kalau dia telepon di WA biasanya sih lagi di luar, ngapain coba nyariin aku?

"Jeniiii, berkas kamu mana ini saya sampai meja kok belom ada?"

"Loh Bapak udah sampe kantor? Kok teleponnya di WA?"

"Saya lagi males sama Nesti, nanti kalo telepon kantor yang angkat pasti Nesti."

"Bapak kenapa males sama Nesti?"

"Dia soalnya nagih pembayaran sistem terus, orang JTP nya baru lewat seminggu kok."

"Ya dibayar atuh Pak, nanti kalo sistemnya kekunci kita enggak bisa kerja dong."

"Jadi berkas kamu mana? Kok malah bahas ke mana-mana?"

"Hehe, otw Pak, saya ijin matiin teleponnya ya Pak," jawabku cengengesan.

Seisi ruangan ternyata dari tadi fokus memerhatikan isi pembicaraanku.

"Masih enggak mau bayar perpanjangan sistem itu bapak dajjal?" keluh Nesti sambil mendengus.

"Loh dia ngantor?" timpal Mirna, "enggak nyusulin bininya? Parah banget."

Aku hanya mengangkat bahu sambil menyiapkan berkas untuk kubawa turun. Sesampainya di lantai 2, meja kebangsaan RI 1 terlihat kosong dan tidak ada tas atau barang RI 1 lainnya. Sambil celingak celinguk, aku menghampiri Mbak Kitty, "Tadi nelpon aku katanya udah di kantor, kok enggak ada?"

"Loh gimana sih, orang di Surabaya. Barusan juga telepon aku suruh email kerjaan soalnya dia di Surabaya, sampai awal bulan katanya," sahut Mbak Kitty bingung.

Ooooohhh paijooo, aku kena prank sama bapak dajjal satu itu! Tapi enggak masalah! Minimal cerita-cerita menyebalkan seputar RI 1 akan berhenti sejenak sampai 2 mingguan ke depan. Nanti bisa pulang Teng Go juga nih....

SELESAI

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Komedi
Cerpen
Di Luar (Nalar) Angkasa
Bella Fazrine Darmawan
Flash
Kebiasaan Buruk
Impy Island
Cerpen
Bronze
Mampir ke New York
Darryllah Itoe
Flash
Modus Baju
Ravistara
Flash
Sebelum Dipanggil
hyu
Cerpen
Sabotase
Yudhi Herwibowo
Flash
Penulis Paling Berbakat di Dunia
Rafael Yanuar
Flash
Mencari Kacamata
Rafael Yanuar
Flash
Perguruan Silat
Nunik Farida
Flash
CERITA AMPAS
Tirani K. C.
Flash
Bronze
Untung Tidak Berpikir
Arif Holy
Cerpen
Cinta Segitiga Kang Taryo, Bandex, dan Neng
E. N. Mahera
Flash
Bronze
Kamis Bahagia
Arif Holy
Flash
Bronze
Kondom Itu Apa Yan?
Abdi Husairi Nasution
Cerpen
Istriku dan Anjingnya
Cicilia Oday
Rekomendasi
Cerpen
Di Luar (Nalar) Angkasa
Bella Fazrine Darmawan
Novel
04.12
Bella Fazrine Darmawan