Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Komedi
Di Luar Kendali
1
Suka
133
Dibaca

“Kalau yang tumbuh bukan jerawat, mungkin yang ada malah jamur.”

—Neuwo, orang aneh—

Si Omel suka mengomel. Mengomel tentang hidungnya, mengomel soal cangkirnya. “Hidungku pesek!” katanya. “Cangkirku retak!” Maka teruslah dia mengomel sampai burung-burung di udara menjadi pingsan. “Aahh, mengapa selalu ada yang salah di hidupku?! Seandainya saja semua sempurna!!!”

Si Omel selalu mengomel. Mengomel di padang bunga, mengomel pada matahari. “Hatsyu! Jadi alergi bunga!” katanya. “Panas! Bikin panas saja mataharinya!” Maka teruslah dia mengomel sampai seluruh binatang hutan menjadi pingsan. “Oohh, seandainya saja dunia ini sempurna, aku pasti bakal lebih bahagia!!!”

Begitulah Si Omel, kerjaannya hanya mengomel. Maka, siapa pun yang ditemuinya pasti akan diomelinya sampai dia pingsan. Sampai akhirnya, dia bertemu dengan seorang penyihir tua di tengah jalan. Padanya, Omel bertanya, “Apa lihat-lihat, kakek tua? Mukamu merusak pemandangan!”

Jawab si penyihir, “Uhu, bukankah ini orang yang hidungnya pesek? Namun, lebih maklum muka yang hancur seluruhnya daripada muka bagus yang hancur karena satu hidung.”

“Apa katamu?!”

“Begitulah hidup, anak muda,” lanjut penyihir. “Kira hanya hidupmu yang paling susah? Kalau soal ketidakadilan mah, aku punya lebih banyak materi untuk mengomel.”

“Terus? Mengapa kamu tidak—mengomel?”

“Karena aku telah belajar untuk bersyukur dalam segala hal.”

Mendengar itu, Si Omel tertawa lalu berseru, “Kamu tahu apa soal dunia ini? Hanya dengan bersyukur? Masalah akan tetap ada, toh?! Jadi, seharusnya—diselesaikan-laahh!!!”

“...Memangnya situ yakin bakal ‘lebih bahagia’ kalau keadaan bisa ‘lebih baik’?”

“Pastilah!” sahut Omel. “Kalau hidungku mancung, cangkirku tidak retak, bunga-bunga di padang tidak bikin bersin, dan cahaya matahari lebih redup, aku akan, sangat amat akan–bahagia—selamanya!!!”

Si penyihir hanya menggelengkan kepalanya sambil menjawab, “Baiklah, mari kita coba hipotesamu. Aku akan memberikanmu kekuatan yang dapat mengabulkan segala macam permintaan, apa pun itu, melampaui batas.”

Cling! Seketika itu juga, Si Omel diberi kekuatan besar. “Wah, aku bisa merasakan energinya,” sontaknya. “Baiklah, mari kita coba. Hidung mancung!”

Cling! Seketika itu juga, hidungnya menjadi sepanjang jembatan. Si penyihir kemudian menggelengkan kepalanya sambil berkata, “Harus lebih spesifik kalau mau.”

“Baiklah, hidung lima centimeter!” Cling! Seketika itu juga, hidungnya membentuk huruf “lima centimeter”.

“Tuh, kan?” kata penyihir. “Memangnya gampang?”

“Ggrrr, kalau hidung tidak bisa, setidaknya retakan di cangkirku—hilang!”

Cling! Maka cangkirnya menjadi bolong. “Aduh, maksudku retakannya ketutup!” Cling! Malah cangkirnya dibungkus dengan perban. “Haduh, maksudku cangkirnya menjadi seperti baru!” Cling! Seketika itu juga, cangkirnya menjadi “seperti baru”—dari oven. “Uwwaaahh,” sontaknya, “panaass!!!”

“Ckck, sekarang sudah paham, kan?” sahut si penyihir. “Bukannya tidak mau, tetapi tidak mudah dalam mengubah keadaan.”

“Omong kosong!” sahutnya. “Semua ini gara-gara serbuk bunga sehingga aku gagal fokus! Lenyaplah—serbuk sariii!!!”

Cling! Seluruh serangga kemudian lapar karena tidak ada nektar. Maka makin gatallah kepala Omel, sehingga digaruknya, lalu dia berkata, “Maksudku serbuk sarinya tidak bikin bersin!” Cling! Kali ini, serbuk-serbuknya membikin batuk. “Waduh, uhuk-uhuk! Yah sudahlah, bunga-bunganya diganti dengan rerumputan saja!” Cling! Maka tumbuh lebatlah rerumputan di mana-mana sampai menutupi bumi. “Arrgghh, rerumputannya juga hilang, deh!!!” Cling! Akhirnya tanah menjadi gersang.

“Sudahlah,” kata si penyihir, “terima saja faktanya bahwa kamu tidak mampu.”

“Enak saja, Omel bahkan masih mau mengatur matahari! Mereduplah!”

Cling! Seketika itu juga, seluruh dunia menjadi gelap. “Aih! Ini lebih parah daripada suasana malam!” kata pengomel.

“Makanya, belajar bersyukur.”

“Tidak mau! Mataharinya yang salah! Menjadi hangatlah!!!” Cling! Matahari akhirnya menghilangkan musim dingin dan musim panas. “Aha, sempurna! Sekarang kita tidak bakal menggigil atau pun berkeringat!!!”

“Itu menurutmu,” sindir penyihir, “coba lihat saja hasil dari perbuatanmu.” Si Omel yang berhenti mengomel melihat sekitar, kemudian pingsan. Lalu, dibangunkannya oleh si penyihir yang berseru, “Gara-gara kamu, semua tanaman asal menggugurkan dedaunannya dan asal membuang buah-buahannya. Hewan-hewan pun menjadi bingung antara mau hibernasi atau migrasi karena tidak ada pergantian musim. Sungguh, jadwal mereka telah menjadi kacau!!!”

“....” Si Omel menjadi terdiam.

“Jadi? Bagaimana? Sekarang baru mau belajar bersyukur, kan?”

“...Baiklah, aku akan.”

“Iya?”

“Berusaha.”

“Yak!”

“Untuk.”

“Bersyukur!”

“Memutar balik waktu sampai ke titik nol.”

“...Apa?”

Cling! Seketika itu juga, Si Omel dan penyihir sudah berada di suatu masa sebelum segala sesuatu ada, ketiadaan. Tentu saja si penyihir menjadi marah karena tindakannya sehingga dibentaknya. “Mau apalagi sekarang??? Sudah cukup, kamu malah akan merusak seluruh tatanan alam semesta!!!”

Jawabnya, “Kalau semua tidak beres, bukankah akan lebih baik jika bisa memulai kembali semuanya?” Maka dia, si pengomel, menatap ketiadaan itu yang takut menatapnya balik. Kemudian, dia mengangguk-angguk sendiri untuk berkata, “Jadilah sebuah taman hijau bermatahari pagi di mana semua binatang selalu bahagia tanpa segala bentuk masalah, entah itu alergi atau batuk atau retak atau bolong atau panas atau dingin atau hangat atau pesek… atau mancung.”

Cling! Cling! Cling, cling! Cling-cling-cling! Cling! Maka, untuk pertama kalinya, Omel berhasil membuat dunia yang “sempurna”—baginya. “Akhirnya,” katanya, “aku bisa bahagia!!!” Lalu dia hendak berbaring di atas tanah untuk tidur.

Hal itu membuat si penyihir makin marah dan makin membentaknya. “Bangun! Tanggung jawablah atas semua perbuatanmu!”

Si Omel yang diomel hanya menggelengkan kepalanya sambil menyahut, “Apalagi yang perlu diubah? Sekarang semua sudah bahagia kok, untuk selamanya. Lihat saja semua binatang hutan yang sedang berjoget. Bunga-bunga di padang pun ikut bergoyang. Bahkan matahari sampai tertawa, serta burung-burung bersiulan. Jadi, apalagi yang salah? Semuanya kan sudah beres.”

Si penyihir kemudian mengomel. Mengomel tentang matahari, mengomel soal burung-burung. “Matahari seharusnya tidak tertawa,” katanya, “burung-burung seharusnya berkicau.” Maka menangislah matahari karena diomel sampai burung-burung di udara menjadi basah kuyup.

“Aarrgghh, mengapa kamu mengacaukan mahakaryaku?! Padahal semua sudah sempurna!!!”

Si penyihir makin mengomel. Mengomel di padang bunga, mengomel pada para binatang. “Tanaman seharusnya diam,” katanya, “hewan-hewan seharusnya mencari makan.” Maka kaburlah para bunga sebab diomel sampai seluruh binatang ikut bubar.

“Tiiidaakk, tamanku sekarang menjadi kaacaauu!!!” Maka buyarlah sudah taman kebanggaan Si Omel, menjadi lenyap.

Lalu, penyihir itu menghiburnya yang menangis sampai pingsan. “Bangunlah, anak muda. Akan kujelaskan padamu alasanku mengomel. Ehem,... waktu! Kembalikan semuanya seperti semula!” Cling! Maka segalanya kembali normal, ke titik awal, di mana dia dan si pengomel bertemu, di tengah jalan. Lalu katanya, “Nah, alasan mengapa aku mengomel pada tiap ulahmu ialah—karena kamu makin gegabah dalam menyelesaikan segala sesuatu.”

“Dalam hal?”

“Membuat matahari bisa emosional? Nanti bakal semaunya mendatangkan pagi. Membuat burung bisa bersiul? Bakal makin berisik nanti di langit.”

“Lalu bagaimana dengan bunga-bunga?” tanya Omel.

“Mereka akan pergi membuat kekacauan di mana-mana.”

“Lalu bagaimana dengan hewan-hewan?”

“Mereka akan menjadi pemalas kalau hanya terus berjoget.”

“...Jadi? Itulah semua alasanmu?”

“Iya, sebab semua ini bakal merusak dunia!”

“....” Si Omel menjadi terdiam.

“Jadi begitu ceritanya. Nah, terus sekarang? Kamu akhirnya mau belajar bersyukur, kan?”

“...Baiklah, aku akan.”

“Akhirnya!”

“Mengomel padamu karenanya.”

“...Hah?”

Mendengar itu, Si Omel tertawa lalu berseru, “Kamu sudah tahu kalau aku bakal gagal, kan? Lalu suruh orang bersyukur karenanya. Sementara itu, masalahnya tetap ada—padahal bisa dibikin ‘lebih baik’!!!”

“Lah, kalau aku bisa membuat keadaan ‘lebih sempurna’, memangnya aku bakal perlu ‘menormalkan’ kembali semua?”

“Justru itu!” sahut Omel. “Karena kamu tidak bisa mendapatkan ‘kebahagiaanmu’, maka kamu berharap dapat ‘lebih bahagia’ lewat ‘kesedihan’ orang lain. Ya, kamu ingin, sangat amat ingin–aku ‘kurang bahagia’—demimu—selamanya!!!”

“....” Maka makin gatallah kepala si penyihir, sehingga digaruknya, lalu dia berkata, “Sepertinya otakmu sudah tidak tertolong lagi.” Buak! Maka Omel ditonjok pipi kanannya sampai memar.

“Hoek! Kurang ajar!” Buak! Dia pun membalas si penyihir dengan menonjok pipi kirinya.

“Arrgghh, dasar yaahh!!!” Buak! Buak-buak!

Mereka pun akhirnya saling menonjok. Buak, buak-buak! Buak-buak, buak! Teruslah mereka saling menonjok sampai akhirnya jatuh ke dalam sebuah sungai. Pyaarrr!!! “Sadarlah kamu wahai, pengomel!!!” kata si penyihir.

“Bilang dulu, ‘aku ingin kamu “kurang bahagia”!!!!’ ” jawab Omel. Jadi? Teruslah mereka demikian sampai terbawa arus lalu tidak nampak lagi. Setelah itu, sudah tidak ada yang tahu lagi ke mana mereka telah pergi.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Komedi
Cerpen
Di Luar Kendali
Violin Gretel
Flash
Pilih Kasih
Anna Asa'ari
Komik
Siblings
Anintan Savytri
Komik
Sendu Gurau
Goji
Komik
Gold
Si Jenaka Nasrudin
Kwikku Creator
Cerpen
Lady Ciprut dan Gendhuk Tini
bomo wicaksono
Flash
Bronze
Cerita dari huruf 'T'
penulis kacangan
Cerpen
Bronze
Paket xxx
Rizal Syaiful Hidayat
Cerpen
Culture Shock! (Karna beda tetangga, beda pula aturan mainnya)
Estria Solihatun N
Komik
Sang Dewi
faith
Komik
Jangan Asal Ikut-ikutan
Tethy Ezokanzo
Komik
Idol Patah Hati
baerea
Cerpen
BALADA BOSS SUPER MODEL
Zirconia
Cerpen
Tetangga Freak!
Moon
Komik
Bronze
YATO & IATO
Animarska
Rekomendasi
Cerpen
Di Luar Kendali
Violin Gretel
Flash
Alkisah, Alkisah, Alkisah, Alkisah
Violin Gretel
Flash
Selamanya
Violin Gretel
Cerpen
Kalau Sampai Waktuku
Violin Gretel
Novel
Koi yang Kecil di dalam Sungai
Violin Gretel