Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Kisah Tommi dan Cahaya di Ujung Lorong Gelap
**Prolog: Doa di Kegelapan**
Malam itu, udara di gubuk reyap keluarga Hasan terasa lebih berat dari biasanya. Bau apek tanah bercampur dengan sisa masakan sederhana menggelayut. Di ruang tengah yang sempit, hanya diterangi cahaya temaram lampu minyak, terlihat sosok renta bersujud. Bapak Hasan, tulang punggung keluarga yang keriput oleh terik matahari dan beban hidup, menangis tersedu-sedu.
"Ya Allah... ampuni hamba-Mu yang lemah ini," bisiknya, suara serak penuh kepasrahan. "Tak mampu aku mendidik anakku, Tommi. Tak mampu memberinya jalan yang lurus. Berat rasanya menanggung malu, mendengar keluh kesah tetangga, melihat daganganku yang tak seberapa sering kali hilang..."
Di sampingnya, Ibu Yuli, wajahnya keriput didera kelelahan dan kekhawatiran, mengusap punggung suaminya. Air matanya juga mengalir pelan. "Ya Rabb... Kau Maha Tahu isi hati kami. Tommi... anak kami itu... ada baiknya, Bapak. Ingat saat dia melindungi Bapak dari Bang Jaro?"
Bapak Hasan mengangguk lemah. "Ada, Bu. Tapi dosanya... kelakuannya yang lain... mencuri, berutang, malas... itu menenggelamkan kebaikan kecil itu. Dia membawa nama kita terpuruk dalam lumpur kemiskinan dan aib. Dan Miya... adiknya yang polos, melihat semua ini. Kami takut... takut dia terpengaruh." Suaranya pecah. "Aku hanya penjual rokok asongan, Bu. Kau ibu rumah tangga. Apa yang bisa kami wariskan selain nama baik? Tapi Tommi... dia menghancurkannya perlahan."
Mereka terdiam, hanya desahan dan tangis yang memecah kesunyian. Di sudut ruang sempit yang dipisahkan sekat kain, Miya, gadis SMP berwajah polos dan cantik, mendengarkan dengan hati berdebar. Dia mencintai Tommi, kakaknya yang terkadang memberinya uang jajan dari 'pinjaman' ke kakak-kakaknya, tap...